Siti Rima Sarinah
#Bogor — Hasil quick count lembaga survei Charta Politika di Pilwalkot Bogor 2024, sudah masuk perhitungan 100%. Pilwalkot Bogor 2024 dimenangkan oleh pasangan petahana Dedie A. Rachim–Jenal Muttaqin yang unggul dari empat paslon lainnya. Pasangan yang diusung oleh Partai Amanat Nasional (PAN), Gerindra, dan Demokrat ini mendapatkan 37,67 persen suara. Dedie–Jenal mengucapkan rasa terima kasih kepada para pendukungnya. Mengandalkan kampanye fokus pada peningkatan infrastruktur dan layanan publik menjadi daya tarik utama bagi pemilih. (liputan6.com, 29/11/2024)
Pemilihan kepala daerah serentak sudah terlaksana. Hasil quick count penghitungan suara yang akan menentukan siapa yang berhak menduduki jabatan sebagai kepala daerah telah dipublikasikan melalui media. Masyarakat pun menggantungkan harapan baru pada pemimpin terpilih. Berharap kelak akan memberikan perubahan perekonomian Kota Bogor menjadi lebih baik. Kondisi ekonomi masyarakat Kota Bogor hari ini sedang tidak baik-baik saja. Para pemilih tentu sangat berharap pemimpin baru dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi, dari masalah ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan persoalan-persoalan lainnya.
Wajar apabila para pemilih menggantungkan harapan besar pada pemimpin yang mereka usung. Berharap janji di masa kampanye bisa direalisasikan, bukan hanya janji manis tanpa ada buktinya. Sudah banyak janji yang dilontarkan para pemimpin sebelumnya, tetapi tidak memberikan perubahan yang berarti bagi perekonomian masyarakat. Biaya hidup yang mahal, semakin menghimpit perekonomian masyarakat. Mereka harus berjuang sekuat tenaga untuk bisa membiayai kebutuhan dapur, pendidikan, kesehatan, dan lainnya yang makin tak terjangkau bagi masyarakat. Keinginan untuk bisa hidup layak pun seakan jauh dari harapan dan impian masyarakat.
Fakta ini membuktikan bahwa bergantinya pemimpin tidak memberi perubahan apa pun pada kondisi masyarakat. Walaupun pemimpin terus berganti, takkan mengubah kehidupan masyarakat jika tanpa dibarengi dengan perubahan sistem. Sebab, pemimpin hanyalah salah satu bagian dari perubahan, apalagi pemimpin di daerah yang wajib tunduk pada peraturan negara.
Sistem yang diterapkan oleh negaralah yang mampu mengubah kondisi negara. Saat ini kita hidup dalam sistem kapitalisme-sekuler yang memberi kewenangan bagi manusia untuk mengatur kehidupan. Dari sinilah awal mula dibuatnya berbagai aturan hidup bersandar pada akal manusia yang lemah dan terbatas. Dan pemilihan pemimpin yang bersifat terbuka seakan-akan memberikan peluang bagi siapa saja untuk memimpin. Namun nyatanya, mereka yang memiliki kekuatan uanglah yang menjadi pemenangnya. Kepemimpinan bukan lagi dilihat dari sisi kemampuan dan kapabilitasnya untuk memimpin umat dan menyelesaikan masalah umat.
Walhasil, pemimpin hasil sistem buatan manusia membuat masyarakat tidak pernah merasakan kesejahteraan dan kemakmuran hidup yang menjadi dambaan masyarakat. Hanya kerusakan demi kerusakan, kesulitan demi kesulitan hidup yang dihasilkan dan diwariskan oleh pemimpin terdahulu pada pemimpin saat ini. Lihatlah berapa banyak undang-undang dan kebijakan yang mereka buat hanya untuk kepentingan para penguasa dan oligarki penyokong dana mereka di masa kampanye.
Sumber daya alam yang notabenenya milik rakyat pun mereka kuras tanpa sisa. Atas nama kekuasaan dan jabatan, mereka bebas melakukan apa pun untuk melanggengkan kekuasaan dan hubungan simbiosis mutualisme antara penguasa dan pengusaha. Kekuasaan hanya dianggap sebagai ajang meraih kedudukan dan kekayaan. Walaupun harus mengorbankan hak dan kepentingan rakyat, hal ini bukan masalah bagi mereka. Inilah potret kezaliman para penguasa yang lahir dari sistem kapitalisme-sekuler yang rusak dan cacat dari asasnya.
Standar halal dan haram tidak berlaku dalam sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Sistem ini pula yang membuat para pemimpin seakan lupa bahwa kekuasaan adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Rasulullah saw. bersabda, ”Kepemimpinan itu awalnya bisa mendatangkan cacian, kedua bisa berubah menjadi penyesalan, dan ketiga bisa mengundang azab dari Allah pada hari kiamat, kecuali orang yang memimpin dengan kasih sayang dan adil” (HR ath- Thabrani).
Berbeda halnya dengan Islam yang menjadikan sistem aturannya bersandarkan kepada Al-Qur’an dan Sunnah mampu mencetak pemimpin amanah dan peduli terhadap rakyat sebagai pihak yang harus diurus dengan sepenuh hati. Adalah khalifah yang bertanggung jawab mengatur dan menjamin seluruh kebutuhan hidup rakyat baik muslim maupun nonmuslim secara adil dan merata.
Kekayaan alam milik rakyat dikelola oleh negara berdasarkan pada syariat. Hasil pengelolaannya akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan pendidikan, kesehatan, keamanan, transportasi masal, dan lain sebagainya dengan cara gratis. Tidak dibenarkan bagi lembaga swasta atau asing untuk mengelola kekayaan alam. Oleh karena itu, negara akan menutup celah agar hal tersebut tidak terjadi. Sebab, apabila kekayaan alam dikuasai oleh segelintir orang tertentu, maka akan mengakibatkan kesenjangan ekonomi semakin tinggi, seperti yang terjadi dalam sistem kapitalisme-sekuler hari ini.
Undang-undang dan kebijakan yang diterapkan khalifah semata-mata untuk menjaga dan melindungi masyarakat serta menjaga agar setiap individu rakyat senantiasa berjalan di atas jalan keimanan. Kesejahteraan dan kemakmuran akan nampak nyata dan dirasakan oleh setiap individu rakyat, sebagai bukti pemimpin yang benar-benar hadir di tengah rakyat, yaitu pemimpin dambaan umat yang dihasilkan dari sistem Islam yang sempurna dan paripurna. Sosok pemimpin bervisi akhirat yang siap mempertanggungjawabkan semua keputusannya baik di dunia maupun di akhirat. Wallahu 'alam. []
0 Komentar