Menyoal Keterbatasan Anggaran Transportasi, Bukti Negara Abai?

 



Siti Rima Sarinah

 

#Bogor — Transportasi termasuk hajat hidup orang banyak yang wajib difasilitasi oleh negara. Sebab, transportasi merupakan sarana yang digunakan masyarakat untuk memudahkan setiap aktivitasnya ke sekolah, ke kantor, ke pasar, dan semua aktivitas masyarakat pasti akan membutuhkan transportasi. Saat ini memang begitu banyak sarana transportasi yang tersedia, tetapi kebanyakan masyarakat akan memilih transportasi yang sesuai dengan kemampuan kantong mereka alias murah.

Biskita merupakan sarana transportasi yang banyak digunakan oleh masyarakat Bogor. Selain biayanya murah, Biskita juga memberi kenyamanan dan keamanan bagi masyarakat. Keberadaan Biskita juga sangat bermanfaat membantu dan memudahkan masyarakat menuju tempat aktivitas mereka. Namun sayangnya, Pemerintah Kota Bogor berencana menonaktifkan dua koridor Biskita mulai 2025. Dilansir detiknews.com (06/12/2024), Dinas Perhubungan mengambil langkah menonaktifkan dua koridor Biskita karena keterbatasan anggaran setelah pengelolaan dialihkan oleh pusat ke Pemkot Bogor.

Pemkot Bogor hanya mampu menganggarkan Rp10 miliar untuk 1 tahun, dan anggaran sebesar ini hanya cukup untuk 1 koridor. Sehingga pengelolaan Biskita menjadi beban baru dan semakin menambah beban berat bagi Pemkot Bogor. Seperti yang kita ketahui bahwa Kota Bogor hanya mengandalkan pendapatan daerahnya dari pajak. Sebab, Kota Bogor tidak memiliki sumber daya alam, selain bidang pariwisata.

Fakta ini sungguh miris, pemerintah pusat memaksa pemerintah daerah secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan dan biaya operasional daerahnya. Pemerintah pusat berlepas tangan dari tanggung jawabnya sehingga pemerintah daerah banyak kesulitan untuk menopang pembiayaan tersebut. Hal ini berdampak pada kualitas dan kuantitas pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat seperti kasus Biskita Trans Pakuan.

Kebijakan pemerintah pusat ini mengakibatkan tidak meratanya pembangunan. Daerah yang kaya akan sumber daya alamnya akan mampu menopang dan membiayai pembangunan daerahnya. Makin maju dan berkembang pesat, dengan berbagai fasilitas publik yang dibutuhkan oleh masyarakat. Namun di sisi lain, daerah yang miskin menjadi daerah tertinggal dengan kualitas pembangunan yang rendah dan masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain. Pada akhirnya, kesenjangan sosial antara daerah yang kaya dan daerah yang miskin semakin terlihat nyata.

Seperti inilah cara pengaturan keuangan dalam sistem kapitalisme yang penuh dengan ketidakadilan. Sistem inilah yang diterapkan di negeri ini. Daerah yang kaya memberikan sumbangan dana yang besar kepada pemerintah pusat, tanpa harus memberikan bantuan apa pun karena daerah tersebut mampu untuk membiayai dan menopang pembangunan secara mandiri. Sedangkan daerah yang miskin, yang seharusnya mendapatkan bantuan dana penuh dari pemerintah pusat, justru diperlakukan sama dengan daerah yang kaya.

Alokasi dana yang masuk ke pemerintah pusat, bisa digunakan untuk membangun berbagai pembangunan infrastruktur dan fasilitas publik di daerah yang terpencil serta dapat mengentaskan kemiskinan. Namun sayangnya, banyak terjadi penyelewengan dana yang dilakukan oleh oknum pejabat untuk kepentingan pribadi. Sudah berapa banyak kasus korupsi yang terjadi terhadap proyek infrastruktur atau bantuan-bantuan yang diperuntukkan untuk kepentingan rakyat.

Selain maraknya kasus korupsi, proyek-proyek pembangunan di negeri ini bertumpu pada investasi yang jelas-jelas menguntungkan para oligarki. Seperti pembangunan tempat wisata yang katanya akan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, nyatanya hanyalah ilusi semata. Para oligarki justru memanfaatkan potensi alam dan merekalah yang mendapatkan keuntungan terbesar. Sedangkan rakyat hanya mendapatkan remah-remahnya. Bahkan dalam beberapa kasus, rakyat tidak mendapatkan apa pun. Mereka harus kehilangan lahannya karena dijadikan area wisata. Inilah potret abainya negara terhadap tanggung jawabnya dalam memfasilitasi kebutuhan publik. Sebab, negara hanya menjadi regulator dengan memberikan kewenangan bagi korporasi untuk menyediakan sarana prasana publik berbasis nilai komersil.

Pemerataan pembangunan yang dapat mewujudkan kesejahteraan yang adil dan merata, baik di kota maupun di desa, hanya dapat diwujudkan dalam sistem Islam (Khilafah). Islam mewajibkan negara untuk menjamin semua kebutuhan rakyat dari sandang, pangan dan papan, serta pendidikan, kesehatan, keamanan, dan termasuk transportasi. Dengan adanya pemerataan pembangunan ini, bisa dipastikan tidak ada lagi daerah yang tertinggal, terluar, dan terpencil. Sebab, negara akan memberi bantuan anggaran agar daerah yang miskin bisa merasakan pembangunan yang sama dengan daerah-daerah lainnya.

Dalam sistem Islam (Khilafah), pemerataan pembangunan dengan mudah dilakukan, karena negara memiliki kas negara (baitulmal) yang memiliki pos-pos pemasukan dan pos pengeluaran yang diatur sesuai syariat Islam. Sehingga setiap anggaran yang digunakan untuk pembiayaan pembangunan dan fasilitas publik yang dibutuhkan oleh rakyat sudah dipastikan peruntukkannya. Pembangunan yang dilakukan, semuanya di bawah kontrol pemerintah pusat secara langsung. Tidak dibiarkan adanya intervensi pihak lain dengan dalih investasi atau mengambil alih proyek pembangunan hanya untuk mencari keuntungan.

Pembangunan yang bersifat sentralistik ini bertujuan agar pemerintah pusat mengetahui segala sesuatu yang dibutuhkan oleh setiap daerah. Artinya, pembangunan daerah bukan berdasarkan SDA yang dimiliki oleh daerah tersebut. Bahkan daerah yang tidak memiliki SDA sekalipun, akan disuplai dananya dari kas baitulmal agar pemerataan pembangunan bisa dirasakan di seluruh negeri, begitu pula dengan kesejahteraan rakyatnya.

Dengan mekanisme pengaturan keuangan sesuai syariah, Khilafah mampu memberikan jaminan kebutuhan pokok dan semua fasilitas yang dibutuhkan oleh rakyat. Bukan hanya transportasi yang aman, nyaman dan gratis yang dirasakan oleh setiap individu rakyat melainkan fasilitas lainnya pun diperoleh rakyat dengan kualitas terbaik. Wallahualam.

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar