Ruruh Hapsari
#Wacana — Pembangunan
PIK 2 milik Sugianto Kusuma alias Aguan yang ditetapkan menjadi Proyek
Strategis Nasional (PSN) oleh Jokowi ternyata berbuntut masalah. Ada ketidaksesuaian
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi maupun Kabupaten dan Kota,
tersebab masih berstatus hutan lindung.
Kemudian, pembebasan lahan para warga juga belum dijalankan.
Selain itu, dengan dikembangkannya Proyek Strategis Nasional ini, tentu
mematikan mata pencaharian penduduk setempat. Bagaimana tidak, berhektare-hektare
sawah produktif dan tambak milik warga justru ditimbun dan belum ada ganti rugi
dalam rangka pengembangan proyek skala besar tersebut.
Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) juga mempunyai sejumlah sawah dan tambak yang digarap oleh petani
setempat di areal pengembangan PIK 2 ini melawan perbuatan keji tersebut. Ia
menyatakan bahwa sangat tidak setuju dengan cara pembebasan lahan yang menurutnya
merupakan bentuk penggusuran rakyat (tempo.co, 11/5/2024).
Saat ini Jokowi dan Aguan digugat dengan digarapnya PSN PIK
2. Para panggugat yang berjumlah 20 orang termasuk enam purnawirawaran TNI
bepangkat kolonel dan satu purnawirawan berpangkat brigadir jenderal menuntut
proyek PIK 2 yang masuk PSN maupun bukan untuk dihentikan
dan membayar ganti rugi sebesar Rp612 triliun (Kompas.com, 17/12/2024).
Misi
Ambisius
Proyek pembangunan Pantai Indah Kapuk 2 yang dibangun di
atas lahan seluas 1.755 hektare itu mempunyai nilai sejumlah Rp40
triliun dengan menggusur beberapa desa di areal kawasan
tersebut. Sayangnya, tanah seluas itu yang mempunyai harga jual Rp128 ribu per
meter persegi sesuai NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak), tetapi setelah dijadikan
PSN, NJOP menjadi Rp48.000 per meter persegi. Hal ini tentu mengakibatkan
banyak warga yang belum melepas tanah mereka.
Hal tersebut dilakukan oleh bos Agung Sedayu Grup sekaligus
Presiden Direktur PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk yang mempunyai ambisi yang
besar untuk menjadikan proyeknya ini menyandang status Proyek Strategis
Nasional (PSN). Dalam rencananya, PIK 2 sekaligus akan membangun proyek
pembangunan pelabuhan hingga potensi penyelenggaraan ajang balap jet darat
Formula 1 (bisnis.com, 29/11/2024).
Tekad Aguan untuk membangun lintasan balap tersebut
terinspirasi dari Singapura. Selain itu, dapat menarik wisatawan menuju Jakarta
dan memberikan segala fasilitas yang mereka butuhkan di PIK 2.
Proyek tersebut merupakan misi ambisius sang miliarder untuk
mengembangkan utara Jakarta dengan estimasi nilai kapitalisasi pasar sekitar 16
miliar US dollar. Bukan hanya milik Aguan, proyek ini merupakan usaha patungan
antara Agung Sedayu Grup dengan Anthoni Salim yang merupakan orang terkaya
keenam versi Bloomberg dan merupakan salah satu kelompok eksekutif Taipan yang
dikenal dengan 9 Naga.
Bebasnya Hak
Milik
PIK 2 merupakan proyek fantastis yang membutuhkan dana jumbo
dan menargetkan keuntungan yang berlipat. Demi melihat strategisnya posisi
Jakarta, maka orang-orang kaya mengolahnya untuk kepentingan dan keuntungan
mereka dengan restu penguasa. Sedangkan masyarakat hanya bisa gigit jari,
jangankan diayomi, dilirik saja tidak. Sehingga, memperlihatkan jurang
kemiskinan yang curam antara warga yang tinggal di PIK dengan masyarakat
pesisir.
Sesungguhnya, kasus serupa banyak terjadi di
negeri ini. Dengan kekayaannya yang melimpah, bisnis yang mereka jalani hanya
fokus pada keuntungan saja. Segala peraturan dilibas, panguasa pun tunduk pada
mereka hingga memberikan keistimewaan dengan mempersembahkan proyek mereka sebagai PSN.
Begitulah, kemudahan akan selalu didapat bagi mereka yang dekat dengan
kekuasaan, apalagi dapat membiayai proyek penguasa.
Dengan modal tersebut, segala hal bisa mereka miliki, baik
lahan, tambang, dan lainnya. Padahal, semuanya itu adalah hak milik umum yang
seharusnya dimiliki semua orang. Tegaknya kapitalisme sebagai sistem aturan,
membuat siapa saja asal mempunyai harta, diperbolehkan memiliki sesuatu
sebanyak-banyaknya tanpa melihat bahwa masyarakat sesungguhnya membutuhkan
barang tersebut.
Individu maupun swasta menjadi bebas untuk memiliki barang
yang sesungguhnya milik umum. Uang yang melimpah dan dekatnya mereka dengan
penguasa seakan tidak ada batasan lagi bahwa seluruh kekayaan bumi, laut, dan
seisinya bebas mereka miliki seluruhnya. Sedangkan, masyarakat kebanyakan
merupakan warga nomor sekian yang layak kapan saja untuk didepak demi
segelintir orang ini.
Ide tersebut saat ini menjangkiti
manusia di
mana pun mereka berada. Jelas hal ini merupakan pemikiran berbahaya yang harus
diberantas karena mengakibatkan kesengsaran.
Begitulah, sistem kapitalisme yang asasnya adalah manfaat dan terlahir dari
akal manusia yang serba terbatas, maka aturan yang datang darinya pun juga
demikian.
Oleh karenanya, harus ada aturan alternatif yang dapat
mengatur seluruh permasalahan manusia dengan adil dan tidak berat sebelah.
Mengatur hingga menyelesaikan dari akarnya tanpa membuat permasalahan cabang, itulah aturan yang diberikan dari Sang Pencipta,
Allah Swt.. Islam mengatur bagaimana
kepemilikan itu seharusnya. Bahwa hak kepemilikan itu dibagi menjadi tiga:
kepemilikan umum, negara, dan individu.
Seperti yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ahmad, ”Kaum
muslimin berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.” Hadis
ini menyatakan bahwa ketiga hal tersebut tidak boleh dimiliki oleh individu
ataupun swasta. Keuntungan dari kepemilikan umum ini tentu akan dikembalikan
kepada masyarakat sebagai siempunya hak milik.
Begitu pula yang terjadi pada PIK 2, kawasan hutan lindung
yang akan dibangun di sana jelas merupakan hak milik umum sehingga tidak boleh
sembarangan dianggap menjadi hak milik individu/swasta.
Bukan hanya itu, yang membuat dada makin sesak adalah
penguasa bukan hanya mengamini aktivitas pihak swasta, tetapi juga diberikan
berbagai kemudahan agar proyek ini terlaksana. Sehingga, ke mana lagi
masyarakat harus mengadu dari kesewenang-wenangan.
Oleh karena itu, sudah saatnya manusia menyadari bahwa
aturan Allah Swt. saja yang mampu menyelamatkan manusia dari keserakahan. Hanya
aturan Islam yang memberikan tempat yang layak bagi seluruh rakyat tanpa
pandang bulu. Karena Islam tidak melihat manusia dari kaya atau miskin, tetapi
ketaataan mereka kepada Allah. Wallahualam bissawab.[]
0 Komentar