Politik Pertanahan Islam, Perkuat Ekosistem Pertanian

 


#Bogor — Pj. Bupati Bogor, Bachril Bakri mengajak untuk bersama-sama mengoptimalkan potensi pertanian. Hal ini disampaikan dalam Rembug Paripurna Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Bogor 2024. Menurutnya, permasalahan utama adalah lahan pertanian yang ada semakin menyempit. Padahal sektor pertanian merupakan sektor padat karya yang dapat menyerap tenaga kerja dan lapangan pekerjaan sebesar 7,6 persen dari jumlah penduduk di satu daerah. (rri.co.id, 20/12/2024)


Ancaman alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Bogor cukup mengkhawatirkan. Ketersediaan lahan subur di Kabupaten Bogor semakin berkurang. Dilansir dari rri.co id, yang menjadi akar permasalahan adalah sengketa lahan dan tingginya unsur kepentingan atas penguasaan lahan. Kepala Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, mengungkapkan hanya sedikit desa yang masih mempertahankan fungsi hutan dan daerah resapan air, kini berdiri vila, bangunan, dan rumah. (rri.co.id, 16/10/2024)


Alih fungsi lahan menjadi bangunan wisata memang memberikan keuntungan ekonomi, tetapi tidak mempertimbangkan kerusakan lingkungan. Bahkan, tak jarang hanya mengejar keuntungan segelintir orang pemilik modal (kapitalis).


Meskipun sudah dirancang regulasi dalam perpres Nomor 54/2008, yaitu Kawasan Aglomerasi Jabodetabek dan daerah resapan air serta konservasi pencegah banjir Jakarta, tetapi implementasi di lapangan masih ada kendala. Hal ini terjadi karena kuatnya tawaran harga dari pengembang dan pemilik modal sehingga petani tergoda menjual lahannya. Di samping itu, insentif ekonomi untuk petani dari pemerintah jarang terjadi, kalaupun pernah ada itu pun dinilai tidak cukup menutupi modal yang dikeluarkan oleh petani. Sehingga, opsi meninggalkan lahan lebih dipilih daripada mempertahankan lahan pertaniannya karena membeli pangan jauh lebih murah dan aman daripada mengurus lahan pertanian sendiri dan memproduksi produk pertanian yang tak sebanding dengan jerih payah seorang petani. Tidak hanya impas, tetapi malah seringnya merugi.


Dalam Islam sudah seharusnya profesi sebagai petani memiliki peran penting dalam sistem ekonomi Islam, karena petani dapat menghasilkan produk pertanian dan perkebunan di lahan pertanian yang ada, kebutuhan pangan untuk masyarakat bisa dijamin ketersediaannya.  Negara akan mempertahankan lahan pertanian ini tidak akan mudah berpindah tangan pada investor maupun kepentingan bisnis karena prioritas negara dapat memenuhi kebutuhan umat disertai dengan jaminan pemenuhan kehidupan setiap individu. Lahan pertanian dan lahan yang dijadikan sarana umum dan lainnya dalam sistem ekonomi Islam diatur sedemikian rupa agar semua berjalan sesuai aturan syariat Allah Swt.. 


Sistem Islam (Khilafah) memiliki politik pertanahan melalui proses ekstensifikasi dan intensifikasi lahan pertanian. Ekstensifikasi lahan pertanian dilakukan melalui mekanisme kepemilikan lahan. Negara mengakui kepemilikan individu melalui warisan, hadiah, atau penjualan. Pengelolaan lahan tetap dilakukan hati-hati agar mendukung produksi. Selain itu, Islam memerintahkan menghidupkan tanah mati, apabila berhasil dihidupkan maka tanah tersebut menjadi milik yang bersangkutan. Tanah mati adalah tanah yang tidak tampak dimiliki oleh seseorang dan tidak tampak ada bekas-bekas apa pun, seperti pagar, tanaman, pengelolaan, ataupun yang lain.


Sedangkan intensifikasi lahan pertanian dilakukan dengan pengelolaan lahan pertanian. Negara akan memberikan modal bagi siapa pun yang membutuhkan biaya pengelolaan tanah. Hal ini dilakukan agar pemilik lahan dapat mengelola lahannya secara optimal. Jika individu mengabaikan lahannya tiga tahun berturut-turut, maka negara akan mengambil hak kepemilikan tanah tersebut dan memberikannya kepada individu lain yang mampu mengelola.


Islam melarang pemilik lahan menyewakan tanahnya untuk pertanian. Hal ini dimaksudkan agar seseorang yang tidak mampu mengelola lahan, tidak diperbolehkan untuk menguasai pertanian. Untuk itu, pemilik tanah dapat mempekerjakan orang lain untuk mengelola tanah mereka. Jika tidak mampu sama sekali, tanah tersebut harus diberikan kepada orang lain agar dapat dimanfaatkan secara optimal. Rasulullah saw. pernah bersabda, “Siapa saja yang mempunyai sebidang tanah, hendaknya menanaminya atau memberikannya kepada saudaranya. Apabila ia menelantarkannya, hendaknya tanahnya diambil darinya.” (HR Bukhari)


Adapun pengelolaan lahan oleh negara harus sesuai dengan hukum syariat. Di antaranya, jika terkait harta milik umum, negara hanya mengelola dan hasilnya untuk kepentingan masyarakat seperti sandang, pangan, papan, dsb. Sedangkan jika terkait harta milik negara, pembelanjaannya untuk masyarakat dan negara, seperti pemberian lahan pertanian kepada petani, penetapan hutan lindung atau area resapan air sebagai milik negara yang tidak boleh dijamah oleh siapa pun. Untuk lahan tambang dan semisalnya merujuk pada pendapat ahli dengan mengutamakan keselamatan dan kepentingan masyarakat.


Mekanisme pengelolaan lahan akan didukung dengan penegakan sanksi tegas bagi mereka yang melanggar aturan. Semua itu hanya bisa terwujud dalam sebuah negara yang menerapkan sistem Islam secara kafah, yakni Khilafah Islamiah.[]




Mitri Chan

Posting Komentar

0 Komentar