#Reportase — Kekecewaan masyarakat terhadap
kebijakan pemerintah makin dalam ketika masalah-masalah mendasar yang dihadapi
rakyat tak kunjung selesai. Padahal sepanjang tahun 2024, umat ditawari sosok
pemimpin yang dianggap mampu membawa perubahan. Namun, umat masih ragu dan
bingung tentang karakter pemimpin sejati dalam pandangan Islam.
Hal ini disampaikan pada Risalah Akhir
Tahun (RATU) yang mengangkat tema "Kepemimpinan Sekuler Menyengsarakan,
Kepemimpinan Islam Harapan Masa Depan", pada (22/12/2024) di Bogor.
Acara ini mampu membangkitkan semangat di
kalangan peserta tokoh muslimah se-Bogor Raya yang menunjukkan ketertarikan
yang tinggi tentang sosok pemimpin yang membawa kemaslahatan umat.
Profil Pemimpin Islam
Narasumber pertama, Ustadzah Noor Afeefa,
S.Si., menyampaikan profil pemimpin dalam Islam. Ia menggambarkan kondisi
kepemimpinan saat ini dalam hadis, "Akan tiba pada manusia tahun-tahun
penuh kebohongan. Saat itu, orang bohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap
bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat. Ketika
itu, orang ruwaibidhah berbicara. Ada yang bertanya, ‘Siapa ruwaibidhah itu?’
Nabi menjawab, ‘Orang bodoh yang mengurusi urusan orang umum." (HR al-Hakim,
Al-Mustadrak ‘ala as-Shahihain, V/465).
Pemimpin seperti ini dalam pandangan Islam
membawa kehancuran dan berkontribusi pada runtuhnya kepemimpinan umat Islam, yakni
Khilafah Islam (3 Maret 1924). Akibatnya, terjadi pengabaian hukum Allah, umat
Islam tercerai-berai, dan pemimpin yang tidak kompeten.
Ia menjelaskan bahwa dalam Islam seorang
pemimpin harus memiliki kepribadian yang kuat, yaitu memiliki pola pikir dan
pola sikap islami. Pemimpin menjalankan tugas pemerintahan secara kompeten,
adil, bijaksana, dan tulus. Pemimpin harus memiliki sifat takwa, yang menjadi
kontrol agar tidak otoriter dalam memimpin rakyat dan terdorong menerapkan
syariah Islam, karena berusaha meraih rida Allah Swt.. Pemimpin harus sayang
pada rakyatnya, tidak boleh menakut-nakuti serta memudahkan urusan rakyat.
Kepemimpinan seperti itu hanya bisa diwujudkan
ketika Islam hadir dalam kehidupan, yaitu diterapkan syariah Islam secara
menyeluruh dalam Khilafah Islam, sebagaimana digambarkan pada masa Kekhilafahan
Umar bin Khattab r.a. yang tidak tenang sebelum rakyat terpenuhi kebutuhan
hidupnya.
Relasi
Ideal Pemimpin dan Rakyat
Narasumber kedua, Ustadzah dr. Arum
Harjanti menjelaskan gambaran hubungan penguasa dengan rakyatnya harus
mengikuti tuntunan Rasulullah saw., yaitu saling mencintai dan mendoakan.
Namun, saat ini hubungan penguasa dengan rakyatnya diwarnai dengan konflik
berkepanjangan dan merugikan rakyat, seperti kebijakan dalam UU Ciptaker, UU
Minerba, UU Kesehatan, dll.
"Dalam Islam, penguasa dan rakyat
terikat dengan hukum syara, bukan pada manfaat," ucapnya. Rakyat yang
bertakwa berkewajiban menyampaikan nasihat kepada penguasa, sebaliknya negara
juga memiliki instrumen mengingatkan umat untuk bertakwa. Kewajiban penguasa
adalah memerintah rakyat dengan syariat Islam, sebab aturan Allah tidak bisa
dimanipulasi dan mampu menyelesaikan seluruh persoalan sampai masa depan.
"Mekanisme ini hanya terbentuk pada
sistem pemerintahan Islam (Khilafah). Mari berjuang bersama untuk mewujudkannya,"
pungkasnya.
Antusiasme peserta terlihat dalam
partisipasi aktif dalam sesi diskusi. Para tokoh muslimah mengajukan pertanyaan
dan berbagi pandangan. Salah satu peserta dari Cigombong, seorang guru yang
merasa resah terhadap karakter generasi muda saat ini yang jauh dari karakter
pemimpin Islam yakni takwa, kuat kepribadian pola pikir dan sikapnya serta
takut kepada Allah Swt. dalam menghadapi masalah yang dihadapi sehingga dikenal
generasi strawberry. Sedangkan seorang tokoh kesehatan dari Ciampea, menyoroti
kesehatan mental kaum ibu, padahal ibu adalah pendidik generasi. Bahkan, salah
seorang tokoh aktivitas majelis taklim berharap kader-kader dakwah terus
membina diri dan mengopinikan pentingnya sosok pemimpin Islam ideal. Disambung
dengan tanggapan tokoh majelis taklim dari Cibinong sangat senang dengan materi
yang disampaikan dalam acara ini.
Narasumber menanggapi bahwa membentuk
kepemimpinan Islam, butuh kaum ibu memahami Islam tidak hanya secara ritual,
tetapi juga Islam politik. Ibu sebagai pendidik generasi punya peran strategis
mewujudkan generasi umat terbaik, mewujudkan calon penguasa yang takwa sesuai
Islam. Maka, para ibu harus mulai belajar Islam secara keseluruhan agar
memiliki pemahaman yang benar.
Pada akhir acara, kedua narasumber mengajak
ibu-ibu tokoh untuk mengoptimalkan semua peran yang dimiliki untuk mewujudkan
diterapkan syariat Islam. Menyatukan persepsi para tokoh muslimah tentang
kepemimpinan Islam dan mewujudkan perjuangan tegaknya Islam Kafah.[Mitri Chan]
0 Komentar