Siti Rima Sarinah
(Aktivis Dakwah)
#Bogor — Lagi-lagi, pemerintah Kota Bogor membuat terobosan baru dengan membuat program Sekolah Lansia Ceria. Dilansir Antaranews (18/11/2024), sebanyak 35 orang lansia di Kelurahan Tanah Sareal, Kota Bogor menjadi lebih ceria setelah lulus dari Sekolah Lansia Ceria program Bina Keluarga Lansia dari Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) setempat. Sekolah Lansia Ceria ini berlangsung selama 10 bulan, dengan tujun agar peserta lebih produktif di masa tuanya.
Lansia di Kota Bogor berjumlah 12 persen dari total penduduk sebanyak 1.137.018 jiwa. Jumlah 12 persen lansia ini menjadi masyarakat yang tidak berperan, tidak bisa membangun. Di sekolah ini, para lansia mendapatkan pengajaran antara lain terkait kesehatan, lingkungan, sosial kemasyarakatan, baik internal maupun eksternal. Dengan adanya pengajaran yang didapat para lansia dari Sekolah Lansia Ceria ini, diharapkan lansia berdaya di masa tuanya, seperti menjadi pegawai restoran dan sebagainya, serta menjadi motor penggerak dalam perlombaan lingkungan “BogorKu Bersih”.
Nasib lansia di negeri ini sungguh menyedihkan. Kita banyak melihat kasus lansia yang ditelantarkan. Seorang nenek ditemukan tinggal di gorong-gorong dalam keadaan sakit. Bahkan, ada beberapa lansia meninggal dalam kesendiriannya. Jika kita cermati, banyaknya penelantaran lansia dikarenakan perlakuan anak terhadap orang tuanya. Bahkan anak-anak mereka pun tidak merasa bersalah telah menelantarkan orang tuanya, menganggapnya sebagai beban.
Tidak dipungkiri, lansia memang dianggap menjadi beban. Bukan hanya oleh anak-anak mereka, bahkan negara pun menganggapnya demikian. Hal ini karena lansia tidak lagi berproduktif secara ekonomi. Program Sekolah Lansia Ceria membawa kesan demikian pedulinya pemerintah pada kesejahteraan lansia. Padahal sesungguhnya, pemerintah menginginkan lansia juga bisa menjadi bagian dari perekonomian negara. Sungguh miris nasib lansia, seharusnya mereka menjalani masa tuanya dengan bahagia tanpa harus dibebani dengan persoalan ekonomi. Karena di masa mudanya, para lansia sudah bekerja keras menjadi tulang punggung keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Perhatian yang diberikan negara kepada lansia bukanlah tanpa kompensasi. Sebab, lansia disamakan seperti masyarakat kebanyakan yang bisa menghaslkan nilai ekonomis bagi negara. Inilah potret sistem kapitalisme dalam memperlakukan lansia. Lansia hanya dilirik sebagai subyek perekonomian sebagaimana masyarakat pada umumnya. Para lansia diberi pelatihan untuk menjaga kesehatan dengan harapan mereka tetap sehat dan panjang usianya meskipun sudah berusia senja. Sehingga mereka tetap mampu bekerja, mencari nafkah dan tidak menjadi beban negara.
Betapa tidak berperikemanusiaan sistem kapitalisme ini dalam memosisikan para lansia. Mereka tidak dibiarkan untuk menikmati masa tuanya yang biasanya lebih fokus dengan banyak beribadah, menemani cucu, dan banyak beristirahat. Namun, lansia justru didorong untuk terus produktif secara ekonomi. Fakta ini membuktikan bahwa sistem kapitalisme sebagai sistem yang tidak layak untuk diterapkan dan mengatur kehidupan manusia. Sebab, begitu banyak kerusakan dan kezaliman yang ditimbulkan oleh keberadaan sistem buatan akal manusia ini.
Berbeda dengan sistem kapitalisme yang memandang perawatan para lansia hanya dari kacamata materi. Islam justru memosisikan lansia sebagai orang tua yang wajib dihormati dan dimuliakan, baik oleh anak-anak mereka, masyarakat, bahkan negara. Anak-anak wajib mengurus dan memelihara orang tua mereka yang sudah berusia senja sebagai bagian dari birrul walidain (berbakti kepada orang tua). Ini menjadi bagian dari syariat Islam yang hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap muslim.
Oleh karena itu, setiap muslim diwajibkan berbakti kepada orang tuanya, dan memperlakukan mereka dengan lemah lembut, dilarang berkata kasar, apalagi menelantarkan mereka di usia senjanya. Dalam Islam, berbakti kepada orang tua memiliki kedudukan yang mulia dan dianggap sebagai amalan yang paling dicintai oleh Allah Swt.. Begitu pentingnya berbakti pada kedua orang tua hingga Rasulullah saw. bersabda, "Celaka, sekali lagi celaka, dan sekali lagi celaka, orang yang mendapatkan kedua orang tuanya berusia lanjut, salah satunya atau keduanya, tetapi dengan itu dia tidak masuk surga.” (HR Muslim)
Hadis di atas menunjukkan bahwa tidak akan masuk surga jika seseorang tidak berbakti kepada kedua orang tuanya. Bahkan semua pihak bertanggung jawab untuk melindungi, mengurusi dan menyejahterakan lansia, karena dalam Islam semua individu masyarakat memiliki hak yang sama untuk mendapatkan rasa aman, termasuk para lansia. Maka negara akan memaksa anak-anaknya untuk menunaikan kewajibannya berbakti kepada orang tuanya, menyayangi dan mengurusnya dengan penuh kasih sayang dan kesabaran, serta berlandaskan dorongan ketakwaan tatkala melaksanakan kewajiban dari Allah Swt..
Masyarakat pun memiliki peran penting sebagai kontrol dan saling mengingatkan di antara individu satu dengan individu yang lain, keluarga satu dengan keluarga yang lain. Suasana amar makruf senantiasa menaungi interaksi di tengah-tengah masyarakat hingga membentuk rasa kepedulian yang tinggi terhadap persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Upaya ini merupakan bentuk pencegahan terjadinya pengabaian terhadap hak-hak lansia.
Dan yang terpenting negara hadir di tengah masyarakat, memberikan jaminan perlindungan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya, termasuk lansia. Karena persoalan lansia bukan hanya menyangkut persoalan anak dan orang tua, tetapi juga melibatkan peran negara sebagai pelayan bagi urusan rakyatnya. Pengabaian terhadap lansia tidak akan pernah terjadi apabila negara menerapkan Islam dalam setiap lini kehidupan. Karena pada hakikatnya, Islam adalah obat penawar untuk menyelesaikan persoalan hidup manusia akibat penerapan sistem batil buatan manusia. Wallahua’lam.
0 Komentar