Ahok-Anies Harmonis, Tanda Umat Perlu Keluar dari Kungkungan Politik Pragmatis

 


Rini Sarah


#Wacana — Momen mesra Ahok-Anies di perhelatan bertajuk “Bentang Harapan Jak-ASA” terekam kamera wartawan. Keduanya terlihat harmonis dan kompak berbincang diselingi tawa dalam acara perayaan tahun baru yang diselenggarakan Pemprov Jakarta pada akhir Desember 2024 itu. Bahkan, Anies mengungkapkan akan ada kejutan pada 2025 ini (kompas.tv, 1/1/2025).


Kemesraan keduanya tentu saja mengundang tanya. Ada apa di baliknya? Sedangkan keduanya pernah “berseteru” hebat di Pilgub Jakarta tahun 2017 lalu. Di lain pihak, “perbedaan” mereka pun begitu kontras. Ahok sempat tersandung kasus penistaan agama (Islam) yang mengakibatkan dia harus mendekam di hotel prodeo. Sementara, Anies adalah sosok yang didukung oleh kalangan yang agamanya dinistakan, hingga Anies dituduh telah memainkan politik identitas. Lalu, kok bisa sekarang terlihat mesra?


Kepentingan


Kemesraan Ahok-Anies tentu saja menuai berbagai respon di media sosial. Ada yang mendukung, tentu saja tidak sedikit juga yang menghujat. Berbagai spekulasi liar pun beredar. Salah satunya adalah wacana  duet Anies-Ahok pada pilpres berikutnya.


Para pengamat mengatakan bahwa semua kemungkinan bisa saja terjadi dalam dunia politik. Direktur Eksekutif Citra Institute, Yusak Farchan menilai rukunnya Anies-Ahok kian menunjukkan kedekatan Anies dengan PDI-P. Terlebih, Anies telah membantu pemenangan calon gubernur/wagub dari PDI-P, Pramono Anung dan Rano Karno. Pada saat menjelang pencoblosan, Anies menyatakan mendukung duet dua kader PDI-P itu (alinea.id, 7/1/2025).


Yusak juga membeberkan analisisnya, kenapa Anies merapat kepada parpol berlogo banteng moncong putih itu. Menurutnya, Anies membutuhkan PDI-P sebagai panggung politik, sedangkan PDI-P membutuhkan Anies sebagai simbol perlawanan kepada Jokowi. PDI-P sendiri saat ini memang belum mempunyai kader yang cukup mumpuni untuk diterjunkan di Pilpres 2029 nanti. PDI-P bisa melirik Anies sebagai figur alternatif yang bisa membawa suara dari kalangan moderat dan Islam konservatif. 


Tentu saja, resistensi akan muncul dalam wacana duet Anies-Ahok ini. Baik dari kader PDI-P sendiri maupun pendukung masing-masing yang pernah berseteru secara brutal di Pilgub 2017. Hanya saja, bukan berarti duet Anies-Ahok tidak mungkin dalam sistem politik Indonesia saat ini. Alasannya bisa kita simpulkan dari perkataan Direktur Kajian Politik Nasional (KPN), Adib Miftahul, “Tetap saja, dalam politik, yang abadi adalah kepentingan. Kalau ada peluang menang besar, perbedaan lama bisa dikesampingkan.” (alinea.id, 7/1/2025)


Hal yang diucapkan Adib memang selalu terjadi. Yang mungkin masih kita ingat adalah damainya Jokowi dan Prabowo pascamenjadi seteru politik di dua pilpres berturut-turut.


Pragmatisme Politik


Kepentingan memang telah menjadi tolak ukur bagi berjalannya politik negeri ini. Hal ini menunjukkan bahwa pragmatisme masih menjadi acuan bagi politik di negeri ini. Pragmatisme itu sendiri dimaknai sebagai filsafat yang didasarkan pada manfaat dari setiap gagasan. Pragmatisme telah mengubah tujuan politik dari bersifat ideologis menjadi “praktis” (manfaat dalam memenuhi kepentingan pribadi atau kelompok, tidak peduli akan halal atau haram).


Pragmatisme dalam sistem politik demokrasi merupakan sesuatu yang melekat dari dalam. Karena demokrasi memang tegak atas asas sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan). Jika agama dipisahkan dari kehidupan, maka kehidupan tidak akan memperdulikan halal dan haram. Selama ada manfaat, segala sesuatu akan sah dilakukan. Termasuk bermesraan dengan seteru politik. 


Hal ini tentu saja berbahaya bagi Islam dan umat. Jika elite politik dan rakyat hanya berkutat dengan sikap pragmatis masing-masing, maka semuanya hanya akan merealisasikan kepentingan sesaat. Elite politik akan ugal-ugalan meraih kekuasaan agar bisa mewujudkan tujuan bersifat materialistiknya. Sehingga, urusan umat tidak akan terurus. Di lain pihak, umat akan senantiasa jadi tumbal politik dengan imbalan receh semata. Sementara Islam politik tidak akan pernah sampai pada kekuasaan. Padahal, hanya dengan Islam kafah yang diterapkan oleh kekuasaanlah perubahan hakiki menuju kondisi lebih baik akan terealisasi. 


Rekonstruksi Politik


Sudah saatnya, umat dari berbagai lapisan untuk melakukan rekonstruksi politik Islam yang sahih. Ada dua hal yang harus dilakukan. Pertama, umat Islam harus memiliki kesadaran politik yang benar. Muhammad Muhammad Ismail dalam Al-Fikr al-Islam menyatakan bahwa kesadaran politik dibangun oleh, pertama, memiliki pandangan universal tidak terbatas pada negeri kaum muslim tempat ia tinggal, harus secara global. Kedua, memiliki pandangan yang khas dalam menilai persoalan dan peristiwa politik serta memiliki kesadaran global.


Jika umat tidak memiliki pandangan global, tentu saja ia akan terperangkap dalam isu lokal. Padahal, isu lokal itu terjadi akibat dari kebijakan-kebijakan yang dipengaruhi dikte asing atas berbagai kawasan di dunia. Umat pun tidak akan mampu mengantisipasi dan melawan berbagai manuver politik negara-negara besar.


Selanjutnya, kesadaran politik tadi harus dibangun atas pandangan yang khas yaitu ideologi Islam. Konsekuensinya, umat baik itu elite politik, parpol, dan rakyat harus melepaskan pragmatisme dan sikap oportunis, hanya memburu kepentingan individual atau komunal, seperti kepentingan ekonomi dan kemenangan pilpres, pileg, atau pilkada.


Kedua, bagi umat ketika berjuang untuk mewujudkan perubahan dalam politik harus distandarkan kepada Islam. Tujuan perubahan adalah hidupnya Islam kembali di tengah-tengah umat dengan metode perjuangan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Umat harus benar-benar disadarkan bahwa persoalan yang menimpa mereka disebabkan karena tidak diterapkannya syariat Islam di tengah kehidupan. Lalu, ketika umat ingin melakukan perubahan, umat masih terkecoh dengan meniti jalan yang salah. 


Oleh karena itu, diperlukan hadirnya parta politik Islam dengan seruan yang satu yaitu mengajak umat kepada perubahan dengan Islam dan menuju Islam. Dalam hal ini, parpol Islam menjadi punya tugas untuk membangun kesadaran dan pemahaman yang benar di benak umat. Hal ini akan terealisasi jika anggota-anggota parpol mempunyai determinasi tinggi dalam mengemban amanah ini. Agar parpol tidak terbelokan dari tujuan dan metode perjuangan Islam. Tidak lupa, kesabaran dalam melakukan proses harus senantiasa menyertai. Rasulullah saw. bersabda:


وَاعْلَمْ أَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ، وَأَن الْفَرَجَ مَعَ الْكَرْبِ، وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا


Artinya: “Ketahuilah bahwa kemenangan itu bersama kesabaran, jalan keluar itu bersama kesulitan, dan kesulitan itu bersama kemudahan." (HR at-Tirmidzi)

Insya Allah, jika hal ini sudah dilakukan dengan konsisten, kemenangan Islam itu hanya tinggal soal waktu saja. Semoga Allah segera memberikan pertolongan-Nya. Wallahualam bissawab.[]

Posting Komentar

0 Komentar