#Wacana — Kaum pelangi terus eksis dan hadir di tengah masyarakat negeri. Keberadaan mereka menuai pro dan kontra, apalagi Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Pasalnya, dalam aturan Islam jelas melarang aktivitas penyimpangan yang dilakukan oleh kaum pelangi. Namun, walaupun banyak rintangan yang menghadang keberadaan mereka, tidak lantas membuat mereka menyerah. Justru mereka semakin masif memperjuangkan haknya untuk bisa menjadi bagian dan diterima oleh masyarakat.
Miris, di kawasan Grogol, Jakarta Selatan, ditemukan tempat hiburan malam yang telah beroperasi selama setahun. Disinyalir tempat ini sebagai markas aktivitas kaum pelangi. Humas Polres Metro Jakarta Selatan, Kompol Nurma Dewi mengatakan bahwa pihaknya menerima laporan dari warga di salah satu mal kawasan Grogol ada keributan. Terlihat dalam video warga tengah berkerumun untuk membubarkan aktivitas yang dianggap meresahkan. Keributan tersebut terjadi karena ada pesta L98T saat perayaan pergantian tahun. Peristiwa ini viral sehingga berujung pada pembubaran dan penutupan tempat hiburan tersebut secara permanen oleh aparat kepolisian (Media Indonesia, 06/01/2025).
Tidak dipungkiri keberadaan kaum pelangi dengan beragam aktivitasnya tentu bukan hanya membuat masyarakat resah. Malah keberadaan mereka merupakan bahaya besar yang sedang mengancam generasi dan masa depan bangsa ini. Berbagai upaya untuk memberantas kaum pelangi sudah diupayakan di semua tempat dan daerah, salah satunya yang dilakukan oleh DPRD Sumatera Barat yang tengah merancang peraturan daerah (Perda) untuk memberantas perilaku yang terkategori penyakit masyarakat termasuk LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender). Perda ini sebagai upaya menjaga adat dan nilai agama (beritasatu, 04/01/2025). Apa yang dilakukan oleh DPRD Sumatera Barat harus mendapatkan apresiasi, atas upayanya untuk mengatasi keberadaan kaum pelangi dan penyakit yang ditularkan dari aktivitas penyimpangan yang mereka lakukan.
Dinas Kesehatan Provisi Jawa Barat mencatat ada 9.625 baru penyakit HIV akhir tahun ini. Jumlah temuan tersebut terhitung dari Januari hingga akhir tahun 2024. Kenaikan jumlah kasus HIV tercatat banyak ditemukan dari kaum pelangi alias LGBT (tvonenews, 29/12/2024).
Kaum pelangi dengan aktivitas LGBT merupakan buah dari sistem liberal sekuler yang diterapkan hari ini. Dengan dalih hak asasi manusia (HAM) telah memberikan kebebasan kepada manusia dengan sebebas-bebasnya berbuat sesukanya termasuk menentukan orientasi seksualnya. Maka wajarlah kaum pelangi semakin eksis karena ditopang oleh sistem yang berkuasa hari ini. Walaupun sudah terbukti jelas bahwa kehadiran LGBT telah menimbulkan penyakit HIV yang sangat mematikan, tetapi tak lantas pemangku kebijakan yang berkuasa bergegas untuk memberantas kaum pelangi hingga ke akar-akarnya.
Perda yang diterapkan oleh salah satu daerah tentu tidak efektif untuk memberantas kaum pelangi. Sebab, apabila Perda yang dibuat oleh daerah tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat, tentu tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal. Bahkan tidak jarang, perda-perda tersebut harus dibatalkan karena bertentangan dengan pemerintah pusat.
Hal ini sudah biasa terjadi dalam sistem demokrasi sekuler, yang menjunjung HAM. Sehingga negara memfasilitasi semua orang untuk bebas berekspresi termasuk kaum pelangi. Karena mereka mendapatkan “payung hukum” dengan dalih HAM inilah, kaum pelangi semakin leluasa menumbuh suburkan kemaksiatan di negeri ini.
Negara yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat dari ancaman penyakit yang ditularkan kaum pelangi, justru memfasilitasi mereka. Walhasil, mereka semakin mengeksiskan diri dengan menyasar anak-anak, remaja, dan orang dewasa untuk masuk dalam komunitas mereka. Negara seakan menutup mata terhadap nasib generasi yang saat ini berada dalam jeratan kaum pelangi. Sedih, kehancuran generasi dan bangsa semakin nyata.
Sudah terbukti nyata sistem demokrasi yang melahirkan beragam persoalan kehidupan. Karena sistem ini lahir dari keterbatasan dan kelemahan akal manusia, sehingga tidak mampu memberi solusi bagi permasalahan manusia. Berbeda hal dengan Islam yang kehadirannya sebagai obat. Sistem ini akan menyembuhkan manusia dari berbagai penyakit yang timbulkan oleh sistem buatan manusia. Termasuk untuk memberantas kaum pelangi dengan tuntas yakni melalui penerapan syariat Islam di seluruh lini kehidupan masyarakat.
Islam mengharamkan aktivitas kaum pelangi dan mengharamkan berpegang teguh pada konsep HAM yang membiarkan dan menumbuhsuburkan kemaksiatan serta merusak kelestarian jenis manusia. Aktivitas penyimpangan seksual yang dilakukan oleh kaum pelangi merupakan dosa besar dan melanggar fitrah manusia. Allah pun melaknat perbuatan kaum pelangi seperti yang dilakukan kaumnya Nabi Luth serta kelompok yang membela mereka.
Untuk memberantas kaum pelangi hingga tuntas, Islam memiliki mekanisme sebagai upaya preventif dengan memberi ancaman dan sanksi hukum yang berat kepada kaum LGBT, baik yang sudah menikah maupun yang belum dengan hukuman mati. Rasulullah saw. bersabda, "Siapa saja yang menjumpai kaum yang melakukan perbuatan kaum Luth, bunuhlah pelaku maupun pasangannya.” (HR Abu Dawud)
Islam memerintahkan negara untuk menutup celah masuknya pemahaman atau kampanye propaganda yang berisi seruan terhadap perilaku penyimpang tersebut. Maka siapa pun yang melanggar atau mendukung gerakan tersebut juga akan mendapatkan sanksi yang setimpal. Selain itu, negara Islam (Khilafah) memiliki sistem sosial yang mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan dan orientasi seksualnya sesuai panduan syariat. Interaksi laki-laki dan perempuan yang sesuai syariat yaitu dengan pernikahan yang bertujuan untuk melestarikan jenis manusia.
Hanya dengan penerapan sistem Islam kafah dalam naungan Khilafah, persoalan kaum pelangi bisa terselesaikan. Berantas kaum pelangi berarti telah menyelamatkan generasi dan masa depan bangsa ini dari kerusakan dan kehancuran, sebab manusia adalah makhluk yang mulia dan akan tetap mulia apabila diatur dengan sistem dari Sang Pencipta manusia. Wallahua’lam.[]
Siti Rima Sarinah
0 Komentar