#Reportase — Di penghujung akhir tahun 2024 ini,
muslimah Kota Tangerang Selatan tetap bersemangat menghadiri acara Risalah
Akhir Tahun (RATU), sebagai kilas balik peristiwa-peristiwa setahun yang lalu.
Acara pada Ahad (29/12/2024), dihadiri oleh puluhan tokoh muslimah dari beragam
segmen di kota Tangerang Selatan.
Moderator menyampaikan bahwa acara RATU tahun ini mengambil isu sentral yang
dirasakan umat sepanjang tahun. Problem yang mengemuka di tahun 2024 didominasi
beragam pilihan sosok pemimpin dan model kepemimpinan. Sementara, pembahasan tentang bagaimana seharusnya sosok pemimpin
yang sangat dipengaruhi bahkan dicetak oleh sistem kepemimpinannya, nyaris
luput. “Umat seperti dininabobokan oleh pencitraan demi pencitraan,
janji-janji manis, dan juga tawaran-tawaran yang memikat hati. Hingga akhirnya
umat seolah terbius dengan kesan pertama yang begitu menggoda. Tanpa melihat
apa dan siapa yang mencetak para pemimpin itu, sekapabel apa ia bisa
menyelesaikan problematika umat dan yang terpenting dengan aturan apa ia
menjalankan perannya,” ungkapnya.
Untuk itulah agenda RATU ini diadakan. Saatnya umat
mengetahui bagaimana profiling pemimpin seharusnya menurut syariat serta
seperti apa semestinya relasi ideal yang terbangun antara pemimpin dengan
rakyatnya.
Video pembuka menampilkan berbagai kesengsaraan yang
dialami masyarakat seperti krisis air bersih, kenaikan harga llistrik, BBM,
sembako, pajak dll; bukti bahwa tidak ada satu wilayah pun di negeri ini yang
luput dari persoalan. Maka, perlu ada perubahan hakiki untuk lepas dari
problematika tersebut.
Seorang peneliti dan aktivis dakwah, sebagai
narasumber pertama menyampaikan profil pemimpin dalam Islam. Beliau menyebut penguasa ruwaibidhah dalam HR al-Hakim,
al-Mustadrak
‘ala as-Shahihain, “Akan tiba pada manusia tahun-tahun
penuh kebohongan. Saat itu, orang bohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap
bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat. Ketika
itu, orang ruwaibidhah berbicara. Ada yang bertanya, ‘Siapa ruwaibidhah itu?’
Nabi menjawab, ‘Orang bodoh yang mengurusi urusan orang umum.”
Rasulullah
saw. ribuan tahun lalu
sudah menggambarkan kondisi hari ini. Masyarakat yang sakit, mudah dibohongi
dan dibodohi, mengingkari orang-orang yang benar, sehingga memunculkan para
penguasa ruwaibidhah
yang hanya sibuk dengan kepentingannya sendiri dan tidak mengurus rakyat,
padahal kepemimpinan dan pemerintahan adalah perkara yang penting dan genting.
Musibah besar kehidupan dunia pun terjadi tatkala
Khilafah dilenyapkan. Ketiadaan sistem pemerintahan Islam ini menyebabkan
diabaikannya hukum-hukum Allah, tercerai-beraikannya umat Islam, hingga adanya
penguasa yang tidak kompeten. “Penguasa tidak sadar sebagai raa’in,
sementara rakyat tidak paham bahwa penguasa adalah khodim,” ujarnya.
Gambaran pemimpin dalam Islam antara lain memiliki
kepribadian Islam yang kuat, bertakwa, dan mencintai rakyat. “Sosok pemimpin
dengan tanggung jawab terhadap profil dirinya hanya dihasilkan dalam negara dan
masyarakat Islam,” pungkasnya.
Seorang ustazah, selaku
narasumber kedua menyampaikan tentang relasi ideal pemimpin dan rakyat.
Penguasa dan rakyat haruslah saling mencintai. “Cinta itu memikirkan,
mengkhawatirkan, apakah dia sudah kenyang, apakah dalam kondisi sehat dsb." Sebagaimana hadis riwayat Muslim, "Sebaik-baik
pemimpin kalian adalah yang kalian mencintai mereka dan mereka pun mencintai
kalian. Mereka mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka. Seburuk-buruk
pemimpin kalian adalah yang kalian membenci mereka dan mereka pun membenci
kalian, juga kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian,”
paparnya.
Faktanya di sistem sekuler saat ini, hubungan penguasa
dengan rakyat tidaklah harmonis. Ada banyak sengketa berkepanjangan yang
merugikan rakyat. Bagaimana solusi dalam Islam? Asy-Syâri’ telah
memerintahkannya agar memperhatikan rakyatnya, memberinya nasihat,
memperingatkannya agar tidak menyentuh sedikit pun harta kekayaan milik umum,
dan mewajibkannya agar memerintah rakyat dengan Islam saja tanpa yang lain
(Taqiyuddin an-Nabhani, Syakhshiyah al-Islamiyah juz 2, hal 161).
Pemimpin dalam Islam, seharusnya melingkupi kehidupan politik dengan nasihat
takwa, tidak menyentuh harta harta milik umum, dan menjadikan syariat sebagai
sumber lahirnya kebijakan.
Islam mewujudkan pemimpin umat dengan sistem
pendidikan Islam yang menyiapkan aqliyah-nafsiyah Islam (syakhshiyah
qiyadiyah), parpol dan jamaah dakwah membina kader terbaik untuk memiliki
pengalaman politik, dan Khilafah melahirkan banyak kader-kader negarawan.
Ustazah berpesan, “Sosok
pemimpin Islami hanya lahir dari rahim sistem kepemimpinan Islam (Khilafah), dan tidak mungkin hadir
dalam politik
sekuler-demokrasi.”
Acara
dilanjutkan dengan diskusi dan diakhiri dengan foto bersama. Peserta antusias
dan bersemangat dalam menyampaikan pertanyaan dan pernyataannya. Sebagai closing statement, narasumber pertama menyampaikan bahwa kita adalah penerima selendang
Rasulullah, yakni penerus risalah beliau yang akan melanjutkan dakwah Islam
kafah. Sementara itu, narasumber kedua mengajak para peserta untuk menjadi subyek perubahan
hakiki dengan dakwah pemikiran dan politik.[Ida]
0 Komentar