Keprihatinan Para Mutiara Umat Saat Pajak Menjerat Rakyat

 



#Reportase — Kenaikan PPN 12% pada awal tahun 2025 mengakibatkan gelombang protes di tengah masyarakat karena berpotensi menambah beban keuangan rakyat. Padahal, kondisi ekonomi rakyat belum pulih pasca-Covid 19.


Keprihatinan terhadap aturan kenaikan PPN disampaikan oleh para mutiara umat yaitu mubaligah, ustazah dan ketua serta pengurus majelis taklim se-Jakarta, pada forum Dirosah Syar’iyyah Syahriyyah (DSS). Bertempat di Jakarta, Ahad (11 Januari 2025), dengan mengangkat tema “Adakah Pajak Dalam Islam?”  Forum DSS memberi gambaran tentang pajak dalam sistem kapitalisme dan pajak dalam sistem Islam.


Ustazah Isnaini Isamsaro, seorang aktivis dakwah, menjelaskan definisi pajak menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU. KUP) Nomor 28 Tahun 2007, pasal1, ayat1), “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”


Ustazah yang akrab dipanggil Ustazah Nani juga menjelaskan berbagai macam pajak yang dikenakan pada masyarakat selain PPN seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), bea materai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).


Pajak dalam sistem ekonomi kapitalisme adalah sumber pemasukan bagi pendapatan negara. “Hingga 31 Oktober 2024 pendapatan negara tercatat Rp2.247,5 triliun atau 80,2% dari target APBN,” tegas Ustazah Nani.


Akibat jeratan pajak mengakibatkan turunnya daya beli dan konsumsi masyarakat, sehingga berimbas pada turunnya hasil produksi dan omset para pedagang atau produsen. Jika pedagang dan produsen mengalami hal itu, maka PHK akan terjadi dan rakyat juga yang mengalami kerugian bertubi-tubi. Walau rakyat diberikan bantuan sosial (bansos) atau diskon tarif listrik tetapi sifatnya hanya sementara. Setelah itu rakyat tetap mengalami kesulitan yang menjerat dengan berbagai pungutan pajak. Pajak terus menerus untuk semua kalangan membuat rakyat makin susah. 


Sedangkan pajak dalam pandangan Islam dijelaskan oleh narasumber kedua yaitu tokoh Mubaligah Jakarta, Ustazah Dra. Murtiah Mursalim. “Pajak dalam Islam adalah harta yang diwajibkan Allah kepada kaum muslim untuk membiayai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang diwajibkan kepada mereka dalam kondisi baitul mal kaum muslim tidak ada uang/harta." Penjelasan tersebut terdapat dalam kitab al-Amwal fi Daulah al-Khilafah yang ditulis oleh Syekh Abdul Qadim Zallum. 


Ustazah Murtiah menjelaskan lebih lanjut bahwa pajak sebagai sumber pemasukan bersifat sementara bukan pemasukan tetap. Sedangkan sumber pemasukan negara yang tetap berasal dari fa’i, ‘usyr, kharaj, jizyah, harta milik umum, zakat, dsb.


Dharibah atau pajak dalam Islam diambil hanya dari kelebihan harta orang-orang kaya saja setelah kebutuhan pokok dan pelengkap mereka terpenuhi. Setelah kebutuhan baitulmal terpenuhi maka pajak dihentikan kepada mereka. Ustazah Murtiah mengingatkan kepada peserta forum DSS sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad, “Sesungguhnya pelaku/pemungut pajak (diazab) di neraka.”


Dalam kitab Nidzam al-Iqtisody, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menyampaikan perbedaan utama antara sistem Islam dan kapitalisme demokrasi dalam hal pajak. Yang pertama, prinsip pajak dalam Islam bersifat darurat, sementara dalam kapitalisme demokrasi pajak bersifat permanen. Kedua, terkait tujuan pajak, dalam Islam ditujukan untuk kebutuhan mendesak sedangkan kapitalisme demokrasi lebih fokus pada pembangunan ekonomi. Sedangkan yang ketiga, berdasar jenisnya, pajak dalam sistem Islam dibatasi jenisnya sesuai syariat. Sedangkan kapitalisme demokrasi memiliki berbagai macam pajak yang bersifat fleksibel di semua jenis.


Seorang ustazah dari Pondok Bambu mengatakan bahwa penjelasan dari kedua narasumber membuat dirinya termotivasi untuk bertanggung jawab menyampaikan kepada umat bahwa pajak yang saat ini dibebankan adalah bentuk kemungkaran. Hal yang tidak berbeda jauh dikatakan ustazah dari Cibubur, bahwa dirinya setelah belajar mengenai Islam kafah terutama sistem pemerintahan Islam yaitu Khilafah, membuat ia semakin mencintai Islam. Menurutnya, para pemegang aturan saat ini  tidak menerapkan syariat Islam serta tidak menerapkan halal dan haram. Ia mengajak peserta yang hadir ketika sudah mengetahui sebuah ilmu harus berdakwah, menyampaikan, menyuarakan, dan tidak diam saja atas segala kemungkaran yang terjadi.


Sedangkan seorang ustazah dari Cibinong menyampaikan keprihatinan atas kondisi generasi muslim saat ini yang keimanan dan pemahamannya jauh dari Islam. Ditambah pemerintah malah memberi jalan bagi generasi muslim semakin melenceng dari Islam. Para mutiara umat yang hadir menyampaikan berbagai pernyataan dan penolakan terhadap berbagai pajak yang dibebankan kepada umat.[JPD]



Posting Komentar

0 Komentar