#CatatanRedaksi — Heboh wacana makan bergizi gratis memakai dana zakat, penggagas pertamanya adalah Sultan Najamudin, Ketua senator Indonesia, DPD RI. Sontak prokontra pun muncul karena selama ini dana zakat sudah jelas peruntukannya, yakni untuk delapan ashnaf sesuai yang disebutkan dalam Al-Qur'an. Mereka adalah fakir, miskin, amil, mualaf, riqab, gharimin, fisabilillah, dan ibnu sabil.
Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an:
۞ اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ ٦٠
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana."
Jadi dari firman Allah di atas, golongan yang lebih layak menerima zakat dari delapan ashnaf tersebut, jika dinisbahkan saat ini salah satunya adalah dalam program pengentasan kemiskinan, yang makin hari seolah makin hilang dari peredaran karena jumlah rakyat miskin bukannya berkurang malah terus meningkat. Seharusnya, itu yang dijalankan, bukan untuk makan bergizi gratis, tetapi diperuntukkan untuk semua kalangan yang bisa jadi tidak masuk golongan yang berhak menerima zakat.
Sehingga tidak mengagetkan kiranya protes publik cukup besar, terlebih fakta yang ada di lapangan berbicara. Dilansir oleh kompas.com, 19 Januari 2025 bahwa di tahap awal ini menyasar 600.000-an siswa sekolah. Banyak ditemukan persoalan di lapangan, misalnya, siswa ogah makan karena menunya tidak menarik, kalah dengan menu bekal dari ibunya.
Bagaimana mau menarik, jika lauknya cuma tahu tempe saja, tidak ada ikan, daging ayam, daging sapi, atau protein hewani lainnya. Yang lebih mengkhawatirkan, Badan POM menemukan adanya sayur basi yang disajikan. Bahkan, di Sukoharjo, Jawa Tengah, puluhan siswa perutnya mual-mual setelah makan ayam goreng krispi. Persoalan lain, yang (mungkin) terlupakan adalah program MBG, mendulang sampah makanan (food waste) yang signifikan. Plus menghasilkan sampah kemasan, apalagi jika kemasan itu berupa plastik, kertas, dan bahan lainnya yang sulit didaur ulang secara alami oleh lingkungan.
Belum lagi tentang dananya, diperkirakan dana tersedia hanya untuk enam bulan ke depan dengan besaran dananya yakni Rp75 triliun. Kemudian untuk enam bulan ke depannya lagi menggunakan dana dari mana? Lalu sampai lima tahun ke depan yang mungkin tembus ratusan triliun. Jelas program ini makin memusingkan kepala terkait anggaran untuk pendanaannya.
Tidak heran sejak awal program ini muncul terus menuai kontroversi. Karena pada faktanya, banyak hal lain yang jauh lebih membutuhkan perhatian dan keseriusan pemerintah, yaitu misalnya, pendidikan di mana masih banyak bangunan sekolah-sekolah yang cukup memprihatinkan dan fasilitas kesehatan yang masih susah dijangkau oleh mayoritas rakyat. Terlebih angka PHK besar-besaran yang terjadi menjadikan jumlah kelas menengah yang jatuh miskin semakin meningkat.
Jadi seharusnya, ada prioritas penyelesaian masalah bangsa yang terjadi, bukan hanya memunculkan kebijakan yang populis demi pencitraan politik yang justru berakhir babak belur karena tidak ada suntikan dana yang memadai. Walhasil, akhirnya utang pun semakin membengkak. Inilah perlunya sosok negarawan mumpuni dan berkualitas yang jujur melihat problem bangsa dan bagaimana menyelesaikannya. Sejatinya, hakekat pemimpin adalah mengurusi urusan rakyatnya, bukan sekadar membuat program yang hanya menuai nilai bombastis tetapi tidak bermakna, malah cenderung memunculkan masalah baru yang lebih besar.
Kualitas pemimpin juga didukung oleh sistem hidup yang sesuai fitrah manusia sebagai hamba Allah Swt. yang diciptakan untuk beribadah hanya kepada-Nya, yang takut dan paham betul terkait konsekuensi penciptaannya sebagai manusia. Tentu saja sistem hidup yang berdasar agama Islam yang dianut oleh mayoritas penduduk negeri ini.
Hanya saja, faktanya sistem hidup sekularisme-kapitalisme yang diterapkan di dunia termasuk di negeri ini menjadikan pemimpin hanya memunculkan kebijakan asal-asalan, asal viral, asal beda, dan populis yang diaminkan oleh pemilihnya. Kebijakan itu bukannya menjadi problem solver, tetapi malah memunculkan masalah baru. Akhirnya, masalah bukan selesai tetapi malah tambah kusut. Jadi, akankah negeri ini akan terus dirundung masalah? Seharusnya tidak, maka solusinya tidak lain dan tidak bukan jangan lagi menyalahi aturan Allah Swt. bahkan membuang jalan hidup yang memang Allah beri dengan panduannya yang jelas yakni dengan Islam secara totalitas yang seharusnya diterapkan untuk manusia semuanya. Wallahu a'lam bi asshawwab.[]
Hanin Syahidah
0 Komentar