#CatatanRedaksi — Kasus pagar laut kian memanas. Bagaimana tidak, selain temuan awal di Tangerang, kemudian muncul di Bekasi, di sekitar pulau C, bahkan di Sidoarjo. Dilansir media Kompas.com (17/1/2025), kemunculan tiga pagar laut ditemukan di seberang Pulau C, Pantai Indah Kapuk (PIK) 1, Jakarta Utara, dengan panjang sekitar 1,5 kilometer dan 600 meter. Namun, menurut warga setempat keberadaan pagar laut di seberang Pulau C sudah ada sejak tiga bulan lalu.
Sebelumnya, pagar laut yang pertama kali ramai diperbincangkan berada di Tangerang, Banten yang membentang dari Desa Muncung hingga Pakuhaji. Tidak lama berselang, pagar laut kedua ditemukan berada di Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Sementara di Sidoarjo, ditemukan juga pengaplingan wilayah laut. Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Deni Wicaksono, menyoroti keberadaan HGB (Hak Guna Bangunan) seluas total 656 hektare di laut Sidoarjo. Menurutnya, hal ini melanggar aturan tata ruang dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 85/PUU-XI/2013 yang melarang pemanfaatan ruang perairan untuk HGB (Tempo.co, 25/1/2025).
Seperti fenomena gunung es, satu fakta terungkap bisa jadi masih ada fakta lain ditutupi. Terlebih sejak awal isu ini mencuat, terkesan saling lempar bantahan dan tidak jelas pagar laut yang ada punya siapa. Bahkan negara juga sepertinya kebingungan menghadapi fenomena ini. Ujung-ujungnya, masyarakat yang membuka siapa pemilik pagar laut itu.
Simak saja, akhirnya untuk lokasi pagar laut yang ada di Tangerang, ternyata dimiliki salah satu anak perusahan milik bos PIK yaitu Aguan. Meskipun akhirnya Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Menteri ATR/Kepala BPN), Nusron Wahid resmi membatalkan sebagian sertifikat hak guna bangunan (SHGB) milik anak usaha Agung Sedayu Group (ASG) yang berlokasi di sekitar wilayah pagar laut Tangerang, Banten. Nusron menjelaskan bahwa dirinya membatalkan setidaknya 50 bidang SHGB milik PT Intan Agung Makmur (IAM). Perusahaan yang terafiliasi Agung Sedayu Group tersebut diketahui memiliki SHGB untuk total 243 bidang di area pagar laut (Bisnis.com, 24/1/2025).
Kabarnya, izin HGB itu terjadi di masa Presiden sebelumnya. Kejadian ini sangat mungkin akan terjadi secara berulang. Kalau toh terjadinya pagar laut ini berhasil dianulir saat ini, tetapi banyak sumber daya alam lain yang dimiliki dan digerakkan swasta, bahkan individu karena itu memang sejatinya tabiat kapitalisme. Karakter hidup kapitalisme sebagai sistem ekonomi adalah ketika alat produksi, distribusi, serta pemanfaatannya dimiliki secara privat, yakni individu atau swasta. Adam Smith punya peran besar dalam menciptakan kapitalisme. Lewat bukunya, The Welth of Nation, Smith menjelaskan konsep ini. Termasuk posisi kebebasan dan ciri kapitalisme (Kompas.com, 23/10/2021).
Jadi tidak mengherankan pula, kemelut pagar laut ini adalah buah dari penerapan sistem kapitalisme sekuler di negeri ini, memberi ruang kebebasan kepemilikan laut darat dan sumber daya alam lain yang seharusnya menjadi milik umum masyarakat, menjadi individu dan swasta bebas mengkavling-kavling bahkan memilikinya. Hal ini sangat membahayakan keseimbangan lingkungan dan memunculkan monopoli yang luar biasa terhadap hak rakyat.
Pengusaha hanya punya ukuran untung-rugi dalam kamusnya. Ketika hajat rakyat mereka miliki, maka mereka hanya ingin mendapatkan keuntungan. Mereka tidak peduli apakah ekosistem rusak, lingkungan hancur karenanya. Seperti banjir bandang dan longsor yang saat ini terjadi di mana-mana karena banyak alih fungsi lahan, penggundulan hutan, pengurukan sungai, dan danau, dsb. Tidak hanya itu, dampak sosial si kaya dan si miskin yang semakin menganga itu juga bagian yang tidak terpisahkan ketika orang kaya yg berkapital besar bisa membeli dan menguasai apa saja. Sementara orang miskin sangat terbatas akses kepemilikannya, meskipun hanya sekadar kebutuhan pokok pun tidak sanggup dia punya. Begitulah sistem hidup kapitalisme yang rusak dan merusak.
Jikalau kondisi ini tetap dipertahankan, maka kehancuran dunia tinggal tunggu waktu. Sejatinya, saat ini rakyat berharap ada sistem hidup alternatif yang lebih mensejahterakan rakyat dan mampu menjaga melestarikan lingkungan. Jawabannya, sistem itu adalah sistem hidup yang memang datang dari Pencipta hidup, manusia, dan alam semesta ini. Yang Maha lebih tahu akan peruntukan ciptaan-Nya. Dia adalah sistem yang berasal dari Allah Swt., yaitu Islam. Islamlah sistem hidup itu, yang tentu saja harus diterapkan secara totalitas dalam kehidupan, semoga tidak lama lagi itu terjadi.
Wallahu a'lam bi asshawwab.[]
Hanin Syahidah
0 Komentar