Pengemis, Residu yang Dihasilkan Sistem Kapitalisme

 


Titin Kartini


#Bogor — Viral aksi seorang pengemis di Kota Bogor yang meminta-minta dengan memaksa dan ketika tidak diberi ia melontarkan kata-kata kasar. Namun, tak berapa lama setelah aksinya memaki-maki orang yang tidak memberinya uang, sang pengemis tertangkap sedang top up dana di sebuah mini market. Hal tersebut diadukan oleh korban kepada Pemerintah Kota Bogor untuk ditindaklanjuti karena menurut informasi dari para pedagang di tempat kejadian, pengemis tersebut sering berbuat seperti itu, dan mendapatkan respon dari Pemkot Bogor untuk selanjutnya disampaikan pada Dinas terkait. (megapolitan.kompas.com, 1/1/2025)

Permasalahan pengemis makin merajalela, bahkan sering melakukan tindakan di luar nalar layaknya seorang penjahat, seperti memaksa, berkata kasar, bahkan ada yang sampai membunuh. Keberadaan para pengemis ini akan semakin menjamur ketika bulan suci Ramadan tiba. Mereka akan berbondong-bondong datang ke kota untuk mengemis. Alasan kemiskinan selalu menjadi hal legal untuk dimaklumi, susahnya mendapatkan pekerjaan jika pun ada sangatlah terbatas, dan hal ini diperparah dengan mahalnya harga-harga kebutuhan masyarakat. Tetapi di balik itu semua adanya mental-mental pemalas tanpa rasa malu, terkadang kita jumpai pengemis-pengemis muda tanpa kekurangan apa pun, sehat jasmani dan rohaninya, terapi mereka enggan kerja keras untuk memenuhi kebutuhannya. Bahkan mirisnya, ada anak-anak kecil usia sekolah sudah nyaman dengan mengemis. Tentunya hal ini tidak bisa terus dibiarkan. Akan jadi seperti apa negeri ini jika rakyatnya bermental pengemis. 

Masalah pengemis tentu erat kaitannya dengan sistem kapitalisme-sekuler yang diterapkan di negeri ini. Negeri yang bahkan pernah digambarkan dalam sebuah syair lagu: "Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman." Penggalan lagu tersebut menunjukkan betapa subur dan kaya negeri ini. Namun pada kenyataannya rakyat hidup miskin, salah satunya ditandai dengan banyaknya pengemis. Kapitalisme menganggap keberadaan para pengemis dan anak-anak jalanan sebagai residu pembangunan. Di sisi lain, kapitalisme- sekuler juga mengajarkan bagaimana cara meraih keuntungan materi tanpa harus bersusah payah, meski dengan jalan yang salah bahkan merendahkan harga diri. 

Sistem kapitalisme-sekuler memang memosisikan negara hanya sebagai regulator yang membuat berbagai aturan untuk rakyatnya, tetapi membiarkan rakyatnya memenuhi segala kebutuhannya sendiri. Negara berlepas tangan. Bahkan tak jarang, jaringan pengemis ini dikoordinasi oleh kelompok tertentu, dan negara tak mengambil tindakan tegas agar mereka jera dan tidak mengulangi hal serupa. 

Alhasil untuk mencegah residu-residu yang meresahkan masyarakat, dibutuhkan suatu sistem yang mampu menyejahterakan rakyat. Bukan hanya sejahtera, tetapi  juga membawa keberkahan dunia dan akhirat. Berharap pada sistem kapitalisme adalah hal yang mustahil. Masyarakat membutuhkan sistem yang mampu mengatur manusia sesuai fitrahnya. Adalah Islam satu-satunya agama yang tidak hanya mengatur masalah ibadah ritual semata, tetapi Islam juga merupakan ideologi yang mempunyai aturan kehidupan yang syamil (lengkap) dan kamil (sempurna). Islam mengatur hubungan antarindividu, masyarakat, hingga negara. Ada dua aspek dalam aturan Islam yang akan mencegah lahirnya residu pengemis, yaitu:  

(1) mekanisme ekonomi. Dalam pandangan Islam, negara wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan asasi rakyatnya dengan pemenuhan yang sempurna. Artinya, negara harus mampu memastikan setiap rakyatnya bisa memenuhi seluruh kebutuhan dasarnya satu per satu. Salah satu mekanismenya adalah negara mewajibkan setiap laki-laki balig, berakal, dan mampu untuk bekerja. Dalam hal ini tentunya negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan seperti menyediakan sebidang tanah untuk bertani bagi yang tidak mempunyai tanah, atau modal pertanian bagi yang mempunyai tanah, bisa juga negara memberikan modal usaha. Lalu bagaimana dengan anak-anak terlantar, orang cacat, orang tua renta, dan kaum perempuan yang tidak mempunyai keluarga? Terhadap mereka, negara akan mendorong orang-orang kaya yang berdekatan untuk membantu mereka dengan skema zakat, infak, dan sedekah. Namun, jika tidak ada maka negara yang akan memberikan jaminan hidup secara rutin per bulan untuk memenuhi seluruh kebutuhan dasarnya dengan baik. 

Negara juga akan memberikan sanksi berupa ta’zir bagi laki-laki balig, mampu, dan berakal jika ia bermalas-malasan, juga bagi setiap individu yang berkewajiban menanggung nafkah keluarganya tetapi tidak melakukannya. Begitu pun pada pada orang-orang kaya yang berkewajiban untuk membantu tetangganya tetapi tidak mau membantu atau abai, maka negara akan memberikan peringatan kepada mereka, termasuk jika pemangku jabatan lalai dalam kepengurusan rakyat mereka pun harus diingatkan.

(2) Islam membangun mental rakyat dengan memberikan edukasi dan sosialisasi. Syamsuddin az-Zahabiy (1416 H), menjelaskan bahwa sebagian orang sangat ringan untuk meminta kepada orang lain, tanpa adanya kebutuhan yang mendesak, dan sering mengatakan: "Diberi ya syukur, tidak diberi ya tidak mengapa." Padahal selain berdosa, meminta-minta juga menurunkan martabat dan muru’ah. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra., ia berkata Nabi saw. bersabda, “Sebagian orang selalu meminta-minta hingga ketika sampai di hari kiamat, tidak ada sedikit pun daging diwajahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini bermakna bahwa orang yang suka meminta-minta, di akhirat nanti daging di wajahnya akan rontok sehingga tinggal kulit dan tulang. Gambaran dalam hadis tersebut sangat menyeramkan dan tentunya ini dapat mencegah masyarakat untuk mengemis. 

Di sinilah peran penting negara membentuk karakter rakyat, agar mereka tidak melakukan hal-hal yang akan membawa kesengsaraan di akhirat nanti. Rasulullah saw. dalam kepemimpinannya pernah menyontohkan seorang Anshar ketika ia meminta-minta tetapi Rasulullah memintanya melelang dua barang yang dimilikinya untuk selanjutnya ia pergunakan sebagai modal dalam usahanya memenuhi tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga dan menghindari meminta-minta. Maka negara dan pemimpin bertanggung jawab memberikan edukasi dan contoh riil bagi rakyat dalam membentuk mental pejuang bukan pengemis.

Alhasil, kondisi ini akan terwujud ketika kita kembali pada aturan Ilahi dalam sistem Islam, yang sesuai fitrah manusia. Maka memperjuangkan dan menerapkan hukum-hukum Allah Swt. sangat urgen untuk segera dilaksanakan, karena hanya dengan sistem Islam 'residu' pengemis dapat dihilangkan. Wallahu a’lam. 



Posting Komentar

0 Komentar