#Bogor — Sudah menjadi tugas pemerintah melayani dan mengurusi apa yang dibutuhkan oleh rakyatnya, termasuk transportasi yang menjadi hajat hidup rakyat. Transportasi yang nyaman, aman, dan murah menjadi dambaan masyarakat, seperti angkutan umum (angkot) dan Biskita yang menjadi andalan masyarakat untuk mempermudah akitvitas sehari-hari. Angkot dan Biskita menjadi transportasi pilihan masyarakat dikarenakan ongkosnya murah dan terjangkau oleh masyarakat, khususnya masyarakat golongan menengah ke bawah.
Apa jadinya apabila transportasi yang menjadi tumpuan masyarakat tiba-tiba harus dihentikan karena masalah dana. Dilansir kompas.com, 02/01/2025, Kepala Dinas Perhubungan Kota Bogor, Marse Hendra Saputra mengimbau masyarakat menggunakan moda transportasi alternatif selama operasional Biskita Trans Pakuan dihentikan mulai 1 Januari 2025 hingga 30 hari ke depan. Untuk membantu mobilitas warga, Pemkot Bogor berencana menyiagakan kendaraan dinas di sejumlah shelter Biskita Trans Pakuan. Bagi pelajar yang biasa menggunakan Biskita, Dishub akan memanfaatkan tiga unit bus sekolah yang dimiliki. Namun, rute dan jadwal operasionalnya masih harus disesuaikan agar efektif.
Pemberhentian operasional sementara Biskita diduga karena operator tidak siap di masa transisi pengelolaan dari pusat berpindah ke daerah. Banyak masyarakat yang tidak mengetahui keputusan pemberhentian ini, termasuk anggota DPRD pun dibuat kaget. Wakil Ketua I DPRD Kota Bogor, Rusli Prihatevy mengaku geram atas kebijakan tersebut yang telah menyia-yiakan perjuangan DPRD Kota Bogor yang telah berupaya agar Biskita Trans Pakuan tetap beroperasi. Pasalnya dalam pembahasan RAPBN 2025, ada suntikan dana sebesar Rp 10 miliar dari APBD, bahkan sampai hari terakhir rapat pembahasan RAPBN Dishub tidak memberitahukan adanya rencana pemberhentian layanan tersebut. (radarbogor, 01/01/2025)
Pemberhentian operasional Biskita tentu berdampak besar bagi masyarakat. Walaupun Dishub telah menyediakan tiga unit bus termasuk Bus U mcncal secara gratis sebagai penggantian sementara, ternyata tidak mampu menampung kebutuhan transportasi masyarakat. Hal ini dikarenakan keterbatasan unit bus yang disediakan, ditambah rute dan jam operasionalnya yang berbeda dengan operasional Biskita yang senantiasa melintas di jalan tatkala masyarakat membutuhkan.
Selain itu, Biskita bukan hanya digunakan oleh pelajar melainkan juga mahasiswa, pekerja, dan masyarakat umum, sedangkan bis pengganti yang disediakan hanya ada di jam-jam tertentu saja. Memang benar, selain Biskita ada transportasi lain yang bisa digunakan seperti transportasi online. Tetapi ongkos yang harus dikeluarkan lebih mahal dibandingkan apabila menggunakan Biskita yang lebih murah dan nyaman.
Tidak dipungkiri, masalah transportasi masih terus menjadi PR bagi Kota Bogor. Rute Biskita yang masih terbatas, angkot yang jumlahnya terlalu banyak, ditambah transportasi online, senantiasa mewarnai kemacetan dan kesemrawutan di Kota Hujan ini. Setiap jenis transportasi saling bersaing untuk mendapatkan penghasilan, tanpa mempedulikan pada kondisi jalan dan kenyamanan penumpang. Karena bagi pihak pengusaha transportasi yang terpenting adalah bagaimana mendapatkan cuan. Kondisi ini jelas tidak sehat dan tidak sesuai dengan yang didambakan masyarakat, yakni mendapatkan transportasi yang murah, aman, dan nyaman.
Inilah akibatnya apabila transportasi yang sejatinya merupakan bentuk pelayanan dari pemerintah terhadap rakyatnya, justru diserahkan kepada pihak swasta. Layaknya memberikan 'karpet merah' bagi mereka untuk meraup keuntungan. Masalah kekurangan anggaran kerap kali dikeluhkan oleh pemerintah tatkala berkaitan dengan kepentingan rakyat. Seakan menjadi dalih bagi swasta untuk masuk memberikan tawaran solusi bak pahlawan, padahal di balik itu semua hanyalah untuk kepentingan bisnis dan cuan semata.
Bukan hanya sarana transportasi yang diberikan kepada swasta, bahkan hampir seluruh hajat publik dikelola oleh swasta. Akibatnya, masyarakat harus membayar mahal hajat hidup yang mereka butuhkan. Sementara pemerintah hanya menjadi 'penonton', melihat swasta mengambil alih tanggung jawabnya dan membuat kehidupan masyarakat semakin jauh dari kata sejahtera. Inilah wajah asli pemerintah dalam sistem kapitalisme sekuler yang senantiasa mengagungkan materi di atas segalanya. Bahkan pada saat mengurus rakyat, keuntungan materilah yang menjadi tujuannya. Rakyat dianggap sebagai pembeli, sedangkan pemerintah dan swasta sebagai penjual yang menawarkan hajat hidup publik dengan harga yang mahal.
Berbeda halnya dengan sistem Islam yang memosisikan penguasa sebagai ra'in (pengurus) dan pelayan rakyat. Khalifah sebagai pemegang tampuk kekuasaan, mendedikasikan kehadirannya untuk berkhidmat kepada rakyat. Sebab rakyat adalah pihak yang harus diurusi, dilayani, dan difasilitasi semua kebutuhannya. Sedangkan negara adalah pihak yang memberikan pelayanan tersebut. Sehingga kebutuhan rakyat menjadi prioritas utama negara untuk dipenuhi, termasuk sarana transportasi. Semua kebutuhan rakyat diberikan secara murah bahkan gratis dan bisa dinikmati oleh seluruh individu rakyat secara adil dan merata.
Tidak ada hitung-hitungan anggaran apabila untuk kepentingan rakyat. Tidak akan pernah terjadi, negara menghentikan fasilitas publik dikarenakan masalah kekurangan anggaran. Karena negara memiliki pos-pos pemasukan yang dikelola di dalam baitulmal, dan peruntukannya pun jelas untuk kepentingan dan kemaslahatan rakyat. Sehingga tidak ada celah sedikit pun bagi pihak swasta untuk mengambil kesempatan dengan mengambil alih peran pemerintah demi mendapatkan keuntungan materi.
Salah satu contoh proyek infrastruktur yang berkaitan dengan transportasi adalah Hejaz Railway atau jalur kereta api Hijaz. Hejaz Railway adalah jalur kereta api yang dibangun pada masa pemerintahan Utsmaniyah di Turki pada masa pemerintahan Sultan Abdul Hamid II. Jalur ini terbentang antara Damaskus (Suriah)-Amman (Yordania) sampai ke Madinah (Arab Saudi). Jalur kereta api ini merupakan bagian dari jalur kereta api yang menghubungkan antara Istanbul-Haifa (Palestina) yang merupakan salah satu proyek infrastruktur pemerintahan Utsmaniyyah selain program telekomunikasi dengan memasang kabel telegraf di seluruh wilayah Utsmaniyyah yang saat itu meliputi wilayah sebagian Afrika utara, Timur Tengah sampai Balkan.
Untuk merealisasikan mega proyek ini dibutuhkan anggaran yang sangat besar. Sultan Abdul Hamid II memulai pendaftaran para penyumbang dengan dimulai dari dirinya sendiri, yang memberikan sumbangan sebanyak 50.000 keping uang emas Utsmani yang berasal dari koceknya sendiri, kemudian dibayar juga uang sebanyak 100.000 keping uang emas Utsmani dari kas negara (baitulmal). Beberapa lembaga sosial didirikan. Kaum muslimin dari berbagai penjuru berlomba-lomba untuk membantu pembangunannya, baik dengan harta atau jiwa.
Terlihat sangat jelas potret negara sebagai pengurus urusan rakyat, yang tidak akan pernah membiarkan rakyatnya hidup dalam kesulitan. Justru Khilafah hadir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang lahir akibat penerapan sistem batil kapitalisme sekuler. Kehadiran Khilafah menjadi sesuatu yang urgen bagi rakyat, agar kehidupan umat manusia terbebas dari kegelapan, menuju cahaya kehidupan yang diberkahi oleh Allah Swt. Pemilik jiwa manusia dan alam semesta. Wallahua’lam.
Siti Rima Sarinah
0 Komentar