Proyek Tanggul Laut Belum Rampung, Jakarta Kembali Tergenang

 



 

Ratna Dewi Putika Sari, S.Pd., M.Pd.

 

#Jakarta — Lagi, banjir rob genangi permukiman warga di pesisir utara Jakarta. Sejak Desember 2024 lalu, setidaknya ada 10 wilayah yang terdampak banjir rob ini, yakni Kamal Muara, Kapuk Muara, Penjaringan, Pluit, Ancol, Kamal, Marunda, Cilincing, Kalibaru, dan Muara Angke.

 

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB) Jakarta menyatakan bahwa banjir rob disebabkan fenomena pasang maksimum air laut bersamaan dengan fase bulan baru sehingga meningkatkan ketinggian pasang air laut. Fenomena berulang ini diharapkan bisa diatasi dengan tanggul laut sehingga pasang air laut tidak sampai menggenangi pemukiman warga. Namun, proyek pembangunannya hingga hari ini tak kunjung rampung.

 

Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta menyatakan pembangunan tanggul pantai bagian dari proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) atau tanggul laut Fase A ini molor dari target karena terkendala pengadaan barang jasa serta koordinasi dengan nelayan. Awalnya, target NCICD Fase A, baik yang dilakukan Pemprov DKI maupun Kementerian PU, direncanakan selesai pada 2028, lalu menjadi mundur ke tahun 2030. Lokasi yang belum terbangun ini mencakup area kritis seperti Muara Angke, Pantai Mutiara, Ancol Barat, dan kawasan Sunda Kelapa, yang kerap terdampak rob. (antaranews.com, /23/12/24)

 

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta dinilai kurang serius dalam membangun NCICD  di Pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara. Padahal, hadirnya tanggul laut sangat diharapkan oleh warga Muara Angke agar bisa terbebas dari banjir rob yang berulang kali terjadi di wilayah tersebut. Sayangnya, dari total empat kilometer tanggul laut yang akan dibangun, baru 100 meter yang tengah dikerjakan. Pengerjaannya baru sampai tahap pemasangan pondasi. (kompas.com, 24/12/2024)

 

Banjir rob di wilayah pesisir lazim dipengaruhi oleh faktor kombinasi antara naiknya permukaan laut akibat perubahan iklim dan penurunan muka tanah. Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyatakan bahwa penurunan permukaan air tanah di Jakarta mencapai 39 sentimeter (cm) per tahun. Berarti dalam 10 tahun permukaan tanah akan turun hingga 3 meter. Salah satu penyebab utama penurunan muka tanah adalah penggunaan air tanah yang berlebihan. (kompas.com, 31/12/2024)

 

Banjir rob di wilayah Jakarta Utara bukanlah hal baru. Fenomena berulang ini bisa diprediksi penyebabnya. Bahkan, teknologi sudah bisa memperkirakan waktu terjadinya. Sayangnya, mitigasi bencana banjir oleh pemerintah terkait masih lemah.

 

Mitigasi banjir merupakan upaya untuk mengurangi dampak yang akan muncul akibat bencana banjir. Mitigasi bencana banjir dilakukan sebelum, saat, dan sesudah terjadinya banjir. Mitigasi bencana banjir juga meliputi aspek pembangunan fisik (struktural) dan peningkatan kemampuan masyarakat untuk menghadapi bencana (non-struktural).

 

Mitigasi sebelum bencana berupa pembangunan yang bisa mencegah bertambah luasnya bencana banjir. Di antaranya adalah larangan pembangunan permukiman di wilayah yang rawan banjir, melakukan revitalisasi sungai dengan mengeruk sedimen sehingga daya tampung sungai bisa optimal, dan pembangunan tanggul laut di kawasan pesisir.

 

Dengan adanya mitigasi yang sungguh-sungguh dan profesional, berbagai risiko yang terkait bencana bisa diminimalisir. Bencana banjir bisa dicegah sehingga tidak meluas. Banjir yang terjadi pun bisa segera teratasi, sehingga warga  bisa kembali beraktivitas dan mempercepat pulihnya perekonomian.

 

Mitigasi bencana yang ideal sangat sulit terwujud dalam sistem saat ini. Sebab, pembangunan tidak berorientasi untuk melayani dan memudahkan berbagai urusan rakyat. Belum lagi kendala kurangnya pendanaan yang kerap menjadi persoalan.

 

Adapun dalam sistem Islam, pemimpin yakni khalifah digambarkan sebagai raa’in (pengurus) rakyat yang bertanggung jawab penuh terhadap rakyat yang dipimpinnya, termasuk saat terjadi bencana.

 

Khalifah dan seluruh pejabat dalam negara Khilafah akan bersungguh-sungguh melakukan mitigasi sehingga bisa meminimalisir resiko dan dampak bencana banjir. Khilafah akan mengerahkan segala sumber daya yang dimiliki untuk mencegah banjir rob di kawasan pesisir, meski harus mengeluarkan biaya yang besar. Kemampuan dalam mitigasi bencana ini terwujud sebab Khilafah memiliki sumber pemasukan yang beragam, bukan didominasi oleh utang dan pajak sebagaimana terjadi saat ini.

 

Dalam kitab al-Amwal fi Daulah al-Khilafah, Syekh Abdul Qadim Zallum memaparkan dengan rinci mengenai pos-pos pemasukan dan pengeluaran baitulmal dalam Khilafah. Baitulmal Khilafah memiliki pos khusus untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan untuk mencegah bencana semisal pembangunan tanggul laut di kawasan pesisir.

 

Khilafah juga memiliki pos khusus untuk keperluan bencana alam yang terjadi. Biaya yang dikeluarkan oleh seksi ini diperoleh dari pendapatan fai, kharaj, dan kepemilikan umum. Apabila tidak mencukupi, pembiayaannya bisa bersumber dari harta kaum muslim secara sukarela.

 

Dalam Khilafah, setiap kebutuhan dana untuk kepentingan rakyat, negara akan menyediakan secara langsung sesuai kebutuhan dari berbagai pos penerimaan yang ada.

 

Demikianlah keunggulan sistem Islam dalam menanggulangi bencana. Hal tersebut dilakukan dalam bingkai pelayanan urusan umat yang telah diwajibkan oleh syariat sebagai tanggung jawab negara. Khalifah akan menunaikan tugasnya dengan amanah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah Swt.. Wallahualam bissawab.[]

Posting Komentar

0 Komentar