Ruruh Hapsari
#Wacana — Pada Maret 2016 lalu, Jokowi pernah mengunggah video dan menulis pada akun media sosialnya tentang terbengkalainya proyek Hambalang yang telah menelan anggaran besar. Namun, kini warganet balik menyindir video tersebut dan mengaitkan dengan kondisi IKN pascapemblokiran anggaran dan terancam mangkrak.
Pemblokiran Anggaran
Memang benar, belum lama ini Prabowo membuat kebijakan untuk memblokir anggaran Kementerian/Lembaga senilai Rp306,69 triliun. Hal itu tercantum dalam Instruksi Presiden Nomor 1/2025 tentang Efisiensi Belanja Negara dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025 (bisnis.com, 23/1/2025).
Atas nama efisiensi tersebut, maka nyaris semua Kementerian dan Lembaga terkena imbasnya termasuk Kementerian Pekerjaan Umum yang melakukan pengerjaan IKN. Anggaran dari Kementerian ini dibabat hingga 80% yaitu sebesar Rp81,38 triliun dan tersisa hanya Rp29,57 triliun.
Wakil Menteri PU, Diana Kusumastuti menyatakan bahwa persoalan anggaran masih menjadi isu dalam rencana proyek-proyek infrastruktur tahun ini. “Anggaran sekarang masih diblokir belum dibuka,” ujarnya.
Hal tersebut tentunya berimbas pada anggaran IKN. Pasalnya, pada 2024 lalu Kementerian PU menggelontorkan senilai Rp40,29 triliun unt proyek IKN. Soalan ini ditegaskan oleh Menteri PU, Dodi Hanggodo bahwa belum ada anggaran yang direalisasikan untuk ibu kota baru pada 2025.
Utusan Khusus Presiden bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo menyakatan alasan presiden melakukan pemangkasan disebabkan karena banyak anggaran negara yang tidak dibelanjakan untuk proyek strategis (bisnis.com, 31/1/2025). Ia mencontohkan salah satunya adalah program perjalanan dinas ke luar negeri.
Nasib IKN
Oleh karena itu, tentu isu bahwa IKN mangkrak dan ditutup untuk umum mengemuka. Namun, hal tersebut dibantah oleh juru bicara OIKN sekaligus Staf Khusus Kepala OIKN Komunikasi Publik, Troy Pantouw. Hal yang sama juga dikatakan oleh Muhammad Zainal Fatah, Sekjen Kementerian PU yang menyatakan pemblokiran anggaran IKN bukan disebabkan oleh kebijakan efisiensi (kompas.com, 12/2/2025).
“Kalau diblokir itu kan bukan berarti anggarannya enggak ada kan. Anggarannya belum dibuka,” ujar Hasbi Hasan, Kepala Komunikasi Kepresidenan menepis penutupan IKN. Diketahui bahwa anggaran Kawasan Inti Pusat Pemeritahan (KIPP) seluruhnya ditanggung oleh APBN, sedangkan proyek pendukung layaknya hotel hingga sekolah berasal dari investasi.
Lebih dari itu Kepala Otorita Ibu U Negara (OIKN), Basuki Hadimuljono juga telah meminta tambahan anggaran sebesar Rp8,1 triliun untuk tahun 2025 kepada Sri Mulyani dalam rangka meneruskan pembangunan IKN. Menurut Basuki, Presiden telah menargetkan pada tahun 2028 IKN akan menjadi ibu kota politik, sehingga pembangunannya harus segera diselesaikan.
Prestise Penguasa
Sejarah mencatat bahwa tata kota, ruang publik hingga budaya populer pernah digunakan untuk menunjukkan kekuatan, status juga otoritas penguasa. Sebut saja piramida yang memamerkan kekayaan para penguasa di zamannya. Begitu juga kota Paris dengan tata kota yang terencana dan menunjukkan pengaruh dari negara-negara Eropa.
Termasuk monumen, patung, dan tugu peringatan seperti Arc de Triomphe di Paris yang dibangun untuk memperingati kemenangan Napoleon (questionai.id). Tidak berbeda jauh dengan Hambalang ataupun IKN, sangat tercium aroma prestise tersebut.
Apapun itu sesungguhnya sah saja penguasa membuat bangunan monumental seperti apa yang Soekarno telah lakukan dengan Istiqlal dan Gelora Bung Karno-nya. Namun, itu semua harus dengan perhitungan yang matang.
Bagaimana dibangunnya, di mana lokasinya, insfrastruktur apa yang ada di kota tersebut sebagai pendukung, pendanaannya, dan lain sebagainya tentunya semua harus terpikir sebelumnya. Termasuk asas yang mendasari pembangunannya.
Sayangnya, bila semua pembangunan yang memakan biaya fantastis ini hanya untuk prestise penguasa saja tentunya ada hal yang dikorbankan. Kesejahteraan rakyat tentu menjadi tumbal dari ego penguasa yang ingin membusungkan dadanya atas pembangunan yang mereka rencanakan.
Kalimantan yang selama ini menjadi paru-paru dunia, mengalami banjir bandang yang merupakan hasil dari pembabatan hutan atas nama IKN. Keanekaragaman hayati Kalimantan pun punah sejalan dengan dibangunnya proyek prestisius ini.
Berbeda saat dahulu Khilafah masih berdiri tegak, digambarkan dalam kitab Muqaddimah, Ibnu Khaldun menulis bahwa dahulu para khalifah selalu mengedepankan rakyat. Saat membangun sebuah kota mereka memperhatikan kondisi kota dan menjauhkannya dari bahaya seperti ancaman dari musuh, kondisi kesehatan udara, ketersediaan air minum, padang gembalaan, areal persawahan ataupun letaknya yang dekat dari laut,
Hal itu semua direncanakan karena orientasi pembangunannya adalah untuk kesejahteraan rakyat. Perbedaan ini sangat kentara dikarenakan asas yang digunakan para penguasa saat ini manfaat sedangkan penguasa muslim dengan asas Islam.
Bahayanya bila asas manfaat selalu digunakan adalah bahwa Allah Swt. tidak meridai aktivitas manusia walaupun perbuatan tersebut di mata manusia terlihat baik. Sedangkan bila rida Allah Swt. telah diraih karena selalu melaksanakan segala yang diperintah dan menjauhi larangan-Nya, maka pahala terus mengalir. Ini semua memang sangat berhubungan dengan akhirat. Sehingga perbuatan apa pun harus selalu bersandarkan atas rida-Nya dan menghubungkan dengan Sang Pencipta.
Maka wajar bila pembangunan IKN hanya membuang anggaran dan efek langsung kepada rakyat bisa dibilang sedikit. Karena di tengah kondisi keuangan negara tidak sedang baik-baik saja pasca-Covid-19 melanda, tidak patut untuk justru memikirkan ego penguasa di tengah masyarakat yang kelaparan.
Selain itu agar negara selalu dalam kondisi baik dan diridai, maka asas negara pun harus sesuai dengan jalan-Nya, seperti dahulu telah dilakukan oleh para khalifah. Karena sesungguhnya hanya dengan penghematan anggaran tidaklah menyelesaikan masalah utama negara. Wallahualam bissawab.[]
0 Komentar