Anggun Mustanir
#TelaahUtama — Terjadi lagi! Belum lama ini, Polda Metro Jaya mengungkap pesta seks sesama jenis di salah satu hotel di kawasan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Mirisnya, peristiwa tersebut bukan yang pertama terjadi di Jakarta. Sebelumnya, polisi telah beberapa kali membongkar praktik laknat yang dilakukan homoseksual. Dalam penggerebekan kali ini, polisi berhasil menangkap 56 pria. Parahnya, beberapa peserta pesta terkutuk tersebut ada yang sudah mempunyai istri (detiknews.com, 5/2/2025).
Sayangnya, seperti yang sudah-sudah, hukuman yang diberikan terhadap pelaku tidak memberikan efek jera. Dilansir dari laman detik.com (5/2/2025), para tersangka ditahan di Rutan Polda Metro Jaya. Mereka dijerat dengan Pasal 33 jo Pasal 7 dan/atau Pasal 36 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Para tersangka juga dijerat dengan Pasal 296 KUHP.
Marah, khawatir, dan takut pasti dirasakan masyarakat ketika kasus-kasus seperti ini menjamur. Apalagi, Indonesia merupakan negeri mayoritas muslim. Namun apa mau dikata, sistem hukum demokrasi sekuler yang diadopsi saat ini tidak menjadikan perbuatan melanggar syariat itu sebagai tindakan kriminal. Sehingga pegiat l987 atau dalam hal ini kaum sodom, merasa leluasa melakukan tindakan asusila tanpa takut dengan azab Allah Swt. Yang Mahakuasa.
Penerapan sistem kapitalisme sekuler menjadikan manfaat dan kebebasan di atas segalanya sebagai asas dalam kehidupan. Selain itu, sistem HAM semakin mengukuhkan kebebasan. Mereka bebas berbuat semaunya selama tidak mengganggu orang lain. Hal tersebut akhirnya menjadi racun mematikan yang merusak akal dan naluri manusia. Mereka bahkan tidak takut melanggar aturan agama.
Kebebasan ini juga yang akhirnya menghilangkan sikap amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat, bahkan di dalam keluarga. Apalagi makin ke sini, umat mengalami kemunduran dalam memahami ajaran Islam kafah. Aturan Islam hanya dipakai di pojok-pojok masjid dan tidak dijadikan standar dalam perbuatan kehidupan sehari-hari.
Sesungguhnya, dalam aturan Islam terdapat rambu-rambu yang tegas dalam mengatur perlindungan umat manusia, termasuk melindungi kelahiran, kehormatan, dan garis nasab. Dalam pandangan Islam, perilaku l987 jelas haram. Selain merusak tatanan sosial, perbuatan biadab tersebut merendahkan kemuliaan manusia.
Perilaku mereka membawa kemudaratan di bumi. Kaum homoseksual jelas menyalahi fitrah karena menafikan pelestarian keturunan. Karena para pelaku homoseksual melakukan hubungan secara anal seks yang kotor dan menjijikkan, tentu hal tersebut membuat mereka rawan terkena berbagai penyakit menular seksual.
Sejatinya jelas bahwa perilaku homoseksual menjadi salah satu pembawa bencana penularan HIV/AIDS. Dalam situs Reuters pada tahun 2018 tertulis bahwa laki-laki dengan pasangan sejenis berisiko 28 kali lebih besar tertular penyakit mematikan HIV dibandingkan pria heteroseksual. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) yang bermarkas di Amerika Serikat melaporkan lebih dari separuh lelaki gay dan biseksual, atau sekitar 648.500 orang, pada tahun 2016 terinfeksi HIV/AIDS, nauzubillah.
Allah Swt. menciptakan manusia hanya dalam dua gender, yakni pria dan wanita. Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an di surah an-Nisa ayat 1 yang artinya, “Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.”
Selain itu, Allah Swt. juga berfirman dalam surah al-Araf ayat 80 yang artinya, ‘Dan (Kami juga telah mengutus) Lut, ketika dia berkata kepada kaumnya, “Mengapa kamu melakukan perbuatan keji, yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu (di dunia ini).”
Aturan Islam melarang laki-laki berpenampilan perempuan seperti waria atau transgender. Nabi saw. bersabda, “Rasulullah saw. telah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR al-Bukhari)
Secara pasti, aturan Allah Swt. hanya bisa diterapkan secara sempurna oleh institusi, yakni negara. Dalam sistem Islam (Khilafah) negara akan menjatuhkan sanksi pengasingan bagi lelaki yang menjadi waria. Tidak seperti saat ini, para “bencong” diberi panggung, bahkan ada yang menjadi bagian struktur pemerintahan. Dahulu, menurut riwayat Imam Abu Dawud bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. pernah memerintahkan para sahabat agar mengasingkan seorang lelaki yang berpenampilan seperti wanita ke daerah Naqi’ di pinggiran Madinah.
Selain itu, Rasulullah saw. juga pernah memerintahkan pengasingan waria ke wilayah padang pasir. Beliau saw. lalu mengizinkan dia dua kali ke Madinah di hari Jumat untuk mencari makan agar tidak kelaparan. Rasulullah saw. juga pernah memerintahkan perempuan untuk menutup aurat dengan sempurna di depan kaum waria. Sebab, mereka hakikatnya adalah laki-laki. Karena itu mereka tidak boleh bekerja di salon yang melayani pelanggan kaum wanita yang membuka kerudung atau pakaian luar mereka (jilbab) di depan para waria tersebut.
Dalam aturan Islam, tindakan yang dilakukan l987 terutama kaum homoseksual ataupun kaum gay, jika terbukti melakukan hubungan persetubuhan sesama jenis, maka harus dijatuhkan sanksi hukuman mati. Nabi saw. bersabda, “Siapa saja yang menjumpai kaum yang melakukan perbuatan kaum Luth (homoseksual), bunuhlah pelaku maupun pasangannya.” (HR Abu Dawud)
Sungguh ironi, negeri dengan penduduk yang menganut Islam terbesar, tetapi sampai saat ini, eksistensi kaum pelangi semakin eksis. Bahkan mereka makin berani akibat banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Pembiaran oleh negara termasuk kelalaian dalam menjaga kemulian dan kelestarian manusia. Bukankah tindakan tersebut seakan menantang aturan Allah Swt. dan Rasul-Nya yang telah mengharamkan kaum pelangi?
Kisah kelam kaum Nabi Luth a.s. atas kemurkaan dan azab Allah Swt. bukan saja ditimpakan pada kaum Sodom yang mempraktikkan perilaku homoseksual, tetapi juga kepada istri Nabi Luth yang telah bersekongkol membantu kaumnya dan mengkhianati Nabi Luth a.s. sebagai utusan Allah Swt.. Oleh karena itu, istrinya tidak selamat dari azab Allah Swt.. Allah Swt. berfirman, “Lalu Kami menyelamatkan dia (Luth) beserta keluarganya, kecuali istrinya. Kami telah menakdirkan dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan).” (QS an-Naml [27]: 57)
Seharusnya, umat Islam khususnya yang hidup di Indonesia belajar dari kisah tersebut dan mengupayakan agar eksistensi l987 lenyap dari muka bumi. Tentu saja, jika kaum muslim mengharapkan negeri ini terhindar dari bencana dan kerusakan yang dilakukan kaum pemanggil azab, satu-satunya jalan yaitu dengan kembali pada konsekuensi syahadat kita yang harus tunduk pada syariat Islam, bukan yang lain. Wallahualam bissawab.[]
0 Komentar