Cukupkah dengan Penempatan Pos Damkar dan Hidran untuk Antisipasi Kebakaran?



Ruruh Hapsari

#Wacana — Jakarta dan segala gemerlapnya tidak menjadikan kota metropolitan ini bebas dari masalah. Seperti beberapa waktu lalu, dikabarkan terjadi kebakaran yang melanda Kemayoran Gempol, Kebon Kosong, Jakarta Pusat. Api yang melahap rumah-rumah tersebut mulai mengamuk sekitar tengah malam dan dalam beberapa jam telah melahap ratusan rumah hingga hangus terbakar, ribuan jiwa kehilangan tempat tinggal, dan harus tinggal di pengungsian. 

Musala al-Hasanah dan Masjid Baiturrahman menjadi titik pengungsian saat ini. Dilansir dari liputan6.com, total bangunan yang hangus sejumlah 543 bangunan dan pengungsi tercatat sekitar 607 Kepala Keluarga atau 1797 jiwa (27/1/2025). 

Api yang meluluhlantakkan 11 RT itu pada awalnya berusaha untuk dipadamkan secara gotong royong sebelum kemudian sebanyak 34 unit mobil damkar dengan 170 personilnya dikerahkan. Bersyukur tidak memakan korban jiwa dalam peristiwa kebakaran yang baru padam sekitar pukul 05.30 tersebut. Namun, ditaksir kerugiannya sekitar Rp6.327.000.000. 

Penyebab Kebakaran

Kebakaran yang dengan cepat menghanguskan dan merusak apa pun di depannya tersebut diduga akibat korsleting listrik. Pada tengah malam terlihat api pertama kali muncul di rumah salah satu warga. Namun saat hendak dipadamkan, api dengan cepat menyambar rumah lain yang pada umumnya terbuat dari kayu dan triplek pada kawasan penduduk ini.  

Sementara itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan tawaran kepada warga yang terdampak untuk tinggal di Wisma Atlet selama masa darurat. Walaupun demikian, tawaran tersebut masih bersifat tentatif karena saat ini wisma atlet masih dalam kondisi perbaikan selain itu masih ada yang kontra terhadap ide ini. 

Gibran Rakabuming dalam suatu kesempatan menyatakan bahwa pemerintah daerah dan instansi terkait diharapkan berkoordinasi aktif dan memastikan penanganan bencana, sanitasi yang memadai, pasokan logistik serta kelayakan fasilitas (katadata.co.id, 22/1/2025).

Diakui oleh Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB) DKI Jakarta, Mohamad Yohan bahwa mereka menghadapi keterbatasan infrastruktur dalam menanggulagi kebakaran yang akhir-akhir ini terjadi di wilayah DKI. Hal itu dikarenakan posisi kebakaran yang terjadi pada lokasi-lokasi yang sulit dijangkau. “Selain itu kurangnya kesadaran masyarakat tentang resiko kebakaran,” ujarnya (bisnis.com 30/1/2025).

Yohan menjelaskan bahwa Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) selama tahun 2024 terdapat lebih dari 1.200 kasus kebakaran di wilayah DKI Jakarta yang diakibatkan oleh arus pendek listrik (korsleting). Wilayah padat penduduk menurutnya sangat rentan karena banyaknya penggunaan listrik dan gas tanpa pengawasan. Termasuk juga penggunaan listrik yang menumpuk dalam satu terminal, instalasi yang tidak sesuai dengan standar, dan penggunaan kabel yang tidak sesuai dengan kapasitas. Hal inilah yang menjadi penyebab utama terjadinya arus pendek listrik.

Antisipasi 

Hingga hari ini, sebenarnya Dinas Gulkarmat DKI Jakarta telah dan terus melakukan berbagai langkah pencegahan dan mitigasi dalam rangka meminimalisir resiko kebakaran. Seperti dilansir oleh mediaindonesia.com, bahwa meraka telah memiliki 172 pos pemadam kebakaran dari 267 kelurahan. Selain itu mereka juga telah memasang 42 hidran mandiri di daerah rawan kebakaran (22/1/2025).

Walaupun begitu, Satriadi Gunawan, Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Dinas Gulkarmat DKI Jakarta menyatakan bahwa secara ideal setiap kelurahan memiliki pos pemadam kebakaran. Ia juga mengaku bahwa personil damkar juga masih sangat kurang hingga mereka membentuk relawan pemadam kebakaran di tingkat kelurahan. 

Selayaknya, antisipasi yang dilakukan pemerintah bukan hanya dari sisi teknis saja, tetapi harus labih serius lagi. Antara lain yaitu pertama, dengan perencanaan tata kota yang dikelola dan diperhatikan. Saat ini tata kelola sebuah kota bukan hanya berorientasi pada materi tanpa memperhatikan pada kemaslahatan rakyat. Wilayah padat penduduk yang kumuh sungguh jauh dari kata sejahtera dan sangat mungkin banyak permasalahan yang lahir di sana termasuk bahaya kebakaran. Sayangnya, wilayah tersebut tidak banyak perhatian dari penguasa.

Kedua, pemerataan masyarakat. Saat ini Jakarta menjadi konsentrasi penumpukan manusia yang berusaha untuk mencari pendapatan yang lebih besar. Permukiman padat penduduk tentu melahirkan berbagai tindak kekerasan dan berbagai masalah yang sudah tentu jauh dari kata sejahtera. Oleh karenanya, penguasa harus memperhatikan juga nasib mereka yang seakan tidak tersentuh. Ketiga, pendidikan masyarakat perlu ditingkatkan, hal ini dilakukan agar mereka peduli terhadap lingkungan tempat tinggal mereka. 

Keempat, pembangunan sebuah kota bukan hanya dipikirkan sebatas perputaran uang ataupun materi, melainkan seharusnya yang menjadi peletak dasar dalam pembangunan kota berkelanjutan adalah skala spiritualnya. Bisa dilihat bagaimana Madinah menjadi kota yang mensejahterakan bukan hanya penduduk muslim tetapi juga para kafir dzimmy pun demikian. Hal itu dikarenakan dalam pembangunan, manusialah yang menjadi hal yang substansial.

Tidak sejahteranya masyarakat saat ini dikarenakan asas yang digunakan penguasa adalah sistem kapitalisme yang hanya berorientasikan pada materi. Hingga saat menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat pun juga menggunakan sistem yang sama. Kapitalisme merupakan sistem yang berdiri tegak dengan asas manfaat. Oleh karenanya kesejahteraan rakyat bukanlah orientasi mereka. Hal ini sangat kentara dari berbagai kebijakan yang digelontorkan. Tak jauh berbeda dengan nasib warga yang terdampak kebakaran tersebut.

Sehingga, bila menilik bagaimana Islam memperlakukan manusia dalam Dirasat fil Fikri al-Islam karya Muhammad Husein Abdullah dinyatakan bahwa paling tidak terdapat delapan aspek keluhuran yang dipelihara dalam Islam. Hal itu antara lain, memelihara keturunan, akal, kehormatan, jiwa manusia, harta, agama, keamanan, dan negara. 

Kedelapan aspek tersebut akan lahir bila syariat Islam diterapkan yang merupakan hikmah bila syariat ditegakkan dalam sebuah negara. Tentu saja kesejahteraan akan lahir bila ketentuan Sang Maha Pencipta dilaksanakan. Dengan demikian, ketentuan mana lagi yang harus manusia tegakkan selain aturan Sang Pengatur kehidupan. Wallahualam bissawab.[]

Posting Komentar

0 Komentar