#IndonesiaGelap Trending, Pesimistis Terhadap Pemerintahan Baru?



Gelap…


Gelap terasa dunia ini,


Seakan mendung sepanjang masa. 



Itulah kutipan sedikit lagu sang maestro musik alm. Hari Mukti. Itu pula penggambaran yang terjadi dan viral beberapa hari ini dengan trending #IndonesiaGelap yang menggema. Bahkan tidak hanya di Indonesia, tetapi di seluruh dunia. Dilansir oleh kompas.com (20/2/2025), terdapat sembilan tuntutan aksi dalam puncak aksi "Indonesia Gelap" di depan Istana Negara, Jakarta Pusat. Pertama, mengkaji ulang Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang berfokus pada efisiensi belanja dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk Tahun Anggaran 2025. Kedua, transparansi status pembangunan dan pajak rakyat. Ketiga, evaluasi program Makan Bergizi Gratis yang digagas oleh Presiden RI.



Keempat, menolak revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) yang menurut BEM SI bermasalah. Kelima, menolak dwifungsi TNI. Keenam, sahkan Undang-Undang perampasan aset. Ketujuh, tingkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan secara nasional. Kedelapan, menolak impunitas dan tuntaskan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Kesembilan, tolak cawe-cawe Jokowi dalam pemerintahan sekarang.



Tuntutan yang diberikan memberi kritik terkait kebijakan pemerintahan baru yang cenderung tidak ada perubahan signifikan dari pemerintahan sebelumnya. Senada dengan SOS pendahulunya, Peringatan Darurat Indonesia Garuda Biru menunjukkan distrust mulai menggejala dan mungkin pesimistis ada perubahan ke arah lebih baik. Sembilan tuntutan itu sudah cukup menggambarkan kondisi negeri yang memang sedang tidak baik-baik saja, ketidakadilan melanda termasuk kehidupan masyarakat juga sedang dalam keadaan sulit. Kondisi kehidupan makin berat dialami rakyat terutama kelas menengah ke bawah. Di samping PHK yang marak akibat deflasi beberapa waktu yang lalu, disusul dengan adanya efisiensi yang sampai saat ini belum ada solusi signifikan. Belum lagi potret ketidakadilan terjadi di mana-mana, bagaimana hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah.



Apalagi generasi muda mulai melihat negeri ini tidak mengakomodasi mereka dalam bonus demografi. Sehingga, trending tagar #KaburAjaDulu yang mencerminkan ketidaknyamanan warga negara usia produktif yang tidak diakomodasi di negeri ini. Bahkan mereka ingin apply untuk bisa tinggal dan bekerja di negara lain sangat ramai dibicarakan baik di dunia maya dan dunia nyata. Harapan besar mendapat hidup layak terus dikejar oleh generasi penerus negeri ini. Hal tersebut merupakan satu potret yang harusnya menjadi koreksi dan perbaikan kinerja pemerintah yang baru.



Akan tetapi, alih-alih respon positif terkait beberapa trending tagar dengan harapan kegundahan rakyat didengar, justru respon para pejabat negeri ini cukup menyakitkan rakyat. Salah satunya respon Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, "Kalau ada yang bilang Indonesia gelap, yang gelap kau, bukan Indonesia," ujarnya (tempo.co, 22/2/2025).



Atau respon #KaburAjaDulu dari Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan, "Mau kabur, kabur aja lah. Kalau perlu jangan balik lagi," ucapnya (Tempo.co, 17/2/2025). Bukannya mengayomi atau setidaknya memberi respon yang lebih baik terkait keresahan rakyat usia produktif ini karena minimnya lapangan pekerjaan terutama Gen Z malah dinyinyiri.



Dari kejadian ini, ternyata berharap kehidupan yang lebih baik dalam kehidupan yang ada sekarang seolah sulit terealisasi. Kalau lirik lagu mantan musisi Hari Mukti di atas di-remake ulang setelah beliau hijrah bahwa "gelap terasa dalam sistem kapitalisme-demokrasi". Jika direnungkan secara jujur, sejatinya itulah kenyataan saat ini. Pemerintahan terus berulang, tetapi sejalan dengan itu nestapa juga terus berulang. Rakyat terus menjadi korban kezaliman penguasa yang bersatu dengan oligarki untuk menguasai kebijakan pemerintahan, sedangkan rakyat hanya dianggap angin lalu yang tidak perlu didengar keluh kesahnya.



Berharap dari lanjutan lantunan lagu alm. Hari Mukti yang menyatakan kegelapan tak mungkin selamanya, pasti akan berakhir, yakni dengan kepemimpinan Islam yang mensejahterakan, kepemimpinan yang selalu hadir untuk mengurusi rakyatnya, karena dalam Islam, kepemimpinan Islam laksana perisai.



Dari Abu Hurairah r.a., bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda,



إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ



”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafaqun’Alayh, dll.)



Mengurusi, melindungi, dan menjaga rakyatnya, memastikan kesejahteraan rakyatnya individu per individu, bahkan mengantarkannya sampai di depan pintu rakyatnya. Sebagaimana teladan mulia Khalifah Umar bin Khattab yang memanggul gandum dan daging kepada seorang wanita dan anak-anaknya yang kelaparan. Kemudian, bagaimana beliau memerintahkan agar unta Abdullah anaknya diberikan ke baitulmal untuk kaum muslimin karena paling gemuk, khawatir privilege diberikan kepada anak seorang khalifah Umar. Begitulah beliau sebagai amirul mukminin sangat takut akan beratnya tanggung jawab yang Allah Swt. minta nanti di akhirat terhadap kepemimpinannya. Maka wajar jika umat merindukan pemimpin yang adil dan menyejahterakan dengan kepemimpinan Islam oleh seorang khalifah yang menerapkan syariat Islam secara kafah dalam bingkai Khilafah Islamiah. Semoga akan segera hadir kembali. 


Wallahu a'lam bi asshawwab.[]




Hanin syahidah

Posting Komentar

0 Komentar