Alin Aldini
#Depok — Pupus sudah harapan ratusan siswa SMKN 1 Depok untuk masuk ke perguruan tinggi tahun ini. Sebagaimana yang diberitakan laman radardepok.com (5/2/2025), ratusan siswa SMKN 1 Depok kabarnya tidak dapat mengikuti Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) pada tahun ini, diduga karena pihak sekolah terlambat 1 menit dalam mengunggah data ke Pangkalan Data Sekolah dan Siswa (PDSS). Padahal, data PDSS itulah yang digunakan sebagai acuan dalam proses seleksi masuk perguruan tinggi.
Masih dilaman yang sama, banyak pihak yang menyayangkan hal tersebut. Sebagaimana yang dikatakan pengamat pendidikan dari Universitas Multimedia Nusantara, Doni Koesoema, masalah sekolah telat mengunggah PDSS hingga merugikan siswa ini sangat memprihatinkan. Keterlambatan ini perlu dilihat apa alasannya. Apakah karena abai, lalai, ada kelemahan dalam sistem informasi sekolah, atau karena siswa tidak dilibatkan dalam pendaftaran.
Hal senada diungkapkan oleh Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, akar persoalan ini terletak pada kelalaian banyak pihak. Mulai dari pihak sekolah yang tidak melakukan update, dinas pendidikan yang tidak cakap mengawasi, pengawas sekolah tidak perhatian, dan pemerintah di level kementerian seolah tidak berkoordinasi dengan baik.
Abai dan lalai memang saudara kandung, terkadang susah dibedakan jika duduk perkara sebuah masalah tidak terlihat. Lalai menurut KBBI adalah kurang hati-hati; tidak mengindahkan (kewajiban, pekerjaan, dan sebagainya); lengah, terlupa, sedangkan abai adalah tidak dipedulikan (tidak dikerjakan baik-baik, tidak dipentingkan, dan sebagainya).
Selain itu, Pengamat Pendidikan, Darmaningtyas menyoroti penerimaan mahasiswa melalui jalur SNBP atau yang juga dikenal dengan jalur undangan—terlepas dari jalur undangan yang menurutnya diskriminatif terhadap sekolah-sekolah baru maupun sekolah-sekolah pinggiran serta nilai rapor bagus belum tentu mencerminkan realitasnya. Darmaningtyas tidak menampik adanya persoalan dalam pendaftaran siswa melalui jalur SNBP, mengingat ini sudah dijalankan rutin selama bertahun-tahun (voi.id, 12/02/2025).
Membentuk satgas khusus untuk mengurus SNBP mulai dari sekolah hingga kementerian memanglah solusi. Tapi itu solusi yang sementara dan bahkan malah menimbulkan masalah baru, seperti kurang efisiensi perannya dalam membantu siswa terutama dalam hal menyiapkan berkas atau hanya sekadar memfinalisasi PDSS, padahal panitia SNBP sendiri memperpanjang waktu untuk mengunggah dan menyelesaikannya. Lalu, apa memang ini sebuah kelalaian semata? Atau abainya oknum sekolah karena sekolah jurusan tidak diprioritaskan untuk kuliah, tujuan dibentuknya adalah untuk bekerja. SMK bisa! Bisa kerja! Apakah tujuan pendidikan hanya mengarah pada mata pencaharian?
Masalah ini juga tidak bisa dilempar pada satu pihak saja, misal satgas atau guru yang menginput data siswa atau kepala sekolah. Sistem informasi yang juga terkadang sering down terlebih milik pemerintah yang memang digunakan oleh ribuan orang. Sadarkah bahwa pendidikan itu seharusnya dijamin cuma-cuma tanpa harus mengantre untuk berebut kursi? Tujuan pendidikan untuk membangun Indonesia emas pun seakan menjadi bias kalau orientasinya hanya pada lulusan yang bisa langsung mendapat pekerjaan.
Itulah yang terjadi dalam sistem kapitalisme. Karut-marutnya sistem informasi dan sistem pendidikan tidak pernah menemukan benang merahnya jika masih berkutat pada sistem ekonomi dan politik kapitalisme yang mengusung orientasi dan gaya hidup hedonisme-sekuler, memisahkan agama dari kehidupan. Alhasil, sistem kapitalisme tidak mampu menyelesaikan masalah ini sampai tuntas.
Sistem yang mampu menyelesaikan sampai akar masalah hanyalah sistem Islam. Strategi administrasi dalam sistem Islam (Daulah Islam) berlandaskan pada kesederhanaan, kemudahan, dan ketidakruwetan serta kecepatan dalam beraktivitas (pelayanan).
Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Ya Allah, barangsiapa yang diberi tanggung jawab untuk menangani urusan umatku, lalu ia mempersulit mereka, maka persulitlah hidupnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Rasulullah juga bersabda, “Tidaklah seseorang diminta oleh Allah untuk menjaga rakyatnya, kemudian ia mati pada saatnya dia harus mati, sedangkan dia dalam keadaan menipu rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan surga baginya." (HR Bukhari dan Muslim)
Maka, Daulah Islam dituntut untuk mengumpulkan berbagai departemen yang berkaitan dengan kemaslahatan manusia dalam satu tempat atau tempat-tempat yang berdekatan di setiap negeri dan membatasi berbagai prosedur yang bisa mempersulit hal-hal yang berkaitan dengan kemaslahatan rakyat semaksimal mungkin, dan memberikan hukuman seberat mungkin bagi pegawai yang mengabaikan kemaslahatan rakyat (muslimahnews.net, 08/01/2024).
Walhasil, kalau bukan sistem Islam yang mampu menyelesaikan ini, lalu sistem hidup mana lagi yang mampu?[]
0 Komentar