Nurseha Sapri
#Wacana — Gas LPG tiga kilogram atau yang biasa disebut dengan gas melon, mulai meresahkan masyarakat. Pasalnya gas melon tersebut sulit ditemukan di warung-warung ecer sekitar rumah masyarakat, bahkan di beberapa daerah terjadi antrean panjang pembelian gas melon tersebut. Hari Nugroho, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi) Jakarta membenarkan soal keluhan warga terkait kelangkaan gas LPG tiga kilogram yang terjadi belakangan ini. Dalam keterangan tertulisnya beliau mengatakan bahwa, "Dikarenakan antara usulan kuota LPG subsidi untuk Jakarta di 2025 lebih kecil dari realisasi penyaluran LPG di 2024, ada pengurangan sekitar 1,6 persen, sehingga terjadi kelangkaan gas LPG tiga kilogram." (CNNIndonesia.com, 29/1/2025)
Kelangkaan gas tiga kilogram dipicu beberapa faktor, selain adanya hari libur panjang yang menghambat terdistribusinya gas ke pangkalan-pangkalan juga disebabkan karena adanya pembatasan stok pembelian di agen. Pembatasan ini mulai diberlakukan secara resmi pada Sabtu, 1 Februari 2025 melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Kebijakan Pembatasan LPG
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan per Sabtu, 1 Februari 2025 penjualan gas LPG tiga kilogram tidak lagi dijual ke pengecer. Pemerintah membatasi siapa saja yang dapat menjual LPG tiga kilogrambdengan tujuan agar harga distribusi LPG gas melon dapat dipangkas sehingga masyarakat dapat membelinya dengan harga murah sesuai dengan ketetapan pemerintah daerah. Kebijakan ini juga sebagai bagian dari upaya mendorong pengecer untuk naik kelas menjadi agen atau pangkalan, dengan tengat waktu yang diberikan selama 1 bulan. Alasan lain dari kebijakan ini adalah untuk menekan biaya subsidi yang dikeluarkan pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp30.000 per tabung.
Kebijakan ini tidak lepas dari kapitalisme yang mendominasi sistem ekonomi negeri ini, dengan hegemoni kepentingan para pemilik modal (kapital). Akibatnya, berbagai kebijakan negara dan undang-undang dijadikan instrumen untuk melayani kepentingan kapital tersebut ketimbang melayani rakyat. Sistem ini membuka jalan lebar bagi para oligarki menguasai sumber daya alam (energi, mineral) dengan meraup keuntungan bagi dirinya dan golongannya, yang sejatinya semua itu adalah milik rakyat. Negara hadir hanya sebagai fasilitator pertumbuhan ekonomi untuk keuntungan pribadi dan segelintir orang bukan sebagai pelayan rakyat. Hal itu merupakan sebuah keniscayaan dalam sistem kapitalisme.
Dampak Bagi Rakyat
LPG tiga kilogram merupakan kebutuhan pokok seluruh rakyat, layaknya kebutuhan pokok lainnya seperti beras, BBM, dan lain sebagainya. Karena itu, ketersediaan kebutuhan pokok menjadi tanggung jawab negara, baik ketersediaan barang maupun kemudahan untuk mengakses dan memperolehnya. Ketika kebutuhan taktersedia tentu menjadi persoalan. Kelangkaan LPG baik bagi masyarakat yang mengkonsumsi untuk kebutuhan rumah tangga maupun bagi masyarakat untuk dijual kembali, merasa terbebani. Beban masyarakat makin berat, kelangkaan LPG otomatis mempengaruhi harga beli di masyarakat. Belum lagi, ketika kebutuhan gas mendesak karena tiba-tiba gas habis tetapi tidak segera bisa terpenuhi dikarenakan jarak tempuh ke agen yang jauh semakin mempersulit keadaan.
Alih-alih ingin melakukan penataan distribusi LPG bersubsidi agar tepat sasaran pada masyarakat yang tidak mampu dan mencegah adanya kenaikan harga melebihi harga HET yang telah ditetapkan, justru kesannya sebagai alasan bahwa subsidi telah membebani APBN. Sesungguhnya, sistem kapitalisme-liberal inilah yang menjadi sebab utama kebijakan-kebijakan pemerintah dalam memberikan pelayanannya kepada rakyat sebagai beban. Mulai dari pengurangan subsidi dan kenaikan pajak makin menambah beban hidup rakyat.
Kebijakan Negara dalam Memenuhi Kebutuhan Rakyat
Islam memiliki kebijakan yang berbeda dengan kapitalisme dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya. Sistem Islam menjamin kebutuhan setiap individu rakyatnya. Kebutuhan LPG menjadi tanggung jawab negara. Oleh karena itu, negara Islam membuat kebijakan yang menjamin terpenuhinya kebutuhan tersebut. Salah satu sistem yang menjamin kesejahteraan rakyat adalah sistem kepemilikan. Negara menerapkan kepemilikan berdasarkan tiga aspek yaitu kepemilikan individu, kepemilikan negara, dan kepemilikan umum. Gas LPG (termasuk di dalamnya minyak bumi, dan barang-barang tambang lainnya) masuk pada kepemilikan umum. Gas merupakan kebutuhan sehari-hari seluruh rakyat. Rakyat berhak untuk memanfaatkannya. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah saw., “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Berdasarkan hal itu, negara membuat suatu mekanisme untuk pemenuhannya. Yakni negara mengambil alih penguasaan, eksploitasinya, serta distribusinya sebagai wakil dari rakyat. Hasil yang diperoleh dapat digunakan untuk kemaslahatan rakyat, menyediakan gas LPG yang mencukupi kebutuhan rakyat, mendistribusikannya ke seluruh wilayah negeri, serta memudahkan rakyat untuk mengaksesnya. Dari sisi pengelolaannya, negara melarang pihak swasta maupun asing untuk mengeksploitasi, mengelola atau memiliki sumber daya alam yang berkaitan dengan migas karena merupakan kebutuhan bersama. Hasil yang diperoleh akan negara manfaatkan sebesar-besarnya untuk kemaslahatan rakyat.
Negara dalam Islam hadir memainkan peran dan fungsinya secara benar, yaitu sebagai pengurus seluruh urusan rakyat. Siapa pun yang mengambil amanah kepemimpinan ini akan diminta pertanggungjawaban, baik di dunia maupun di akhirat sebagaimana sabda Nabi saw., “Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. ……. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal-hal yang dipimpinnya." (HR Bukhari dan Muslim)
Demikianlah Islam mengatur perihal pengelolaan sumber daya alam untuk pemenuhan kebutuhan rakyat. Diatur sedemikian rupa berdasarkan aturan dari Sang Pencipta yang Mahasempurna dalam bingkai Khilafah, sehingga kesejahteraan nyata dirasakan oleh seluruh manusia. Wallahu a’lam bish shawab.[]
0 Komentar