Oleh
Ruruh Hapsari
Pada
Sabtu malam (1/2/2025) menjadi malam yang menggegerkan. Pasalnya, Polda Metro
Jaya telah menggerebek kawasan yang disinyalir sekitar 56 orang pria dewasa
tengah mengadakan pesta yang tidak senonoh di sebuah kamar hotel di bilangan
Jakarta Selatan.
Mayoritas
dari mereka adalah pria yang berbadan kekar, berotot, dan berpotongan rambut
cepak. Saat penggerebekan itu, polisi menyita barang bukti berupa bukti
pemesanan hotel, alat kontrasepsi, sabun mandi, dan obat anti Human
Immunodeficiency Virus (HIV) (kompas.com, 5/2/2025).
Hukuman
Tidak Tegas
Sesungguhnya
adanya pesta s3x sesama jenis tersebut menambah daftar panjang dari aktivitas
serupa di banyak tempat di negeri ini. Peristiwa ini bak gunung es, banyak
kegiatan dengan modus yang sama baik yang terendus oleh media maupun tidak.
Sudah
banyak kejadian dan banyak pula penggerebekan yang dicatat oleh media, salah
satunya adalah yang terjadi pada tahun lalu saat Covid-19 melanda. Puluhan pria
dewasa digelandang ke kantor polisi untuk dimintai keterangan setelah
mengadakan pesta dengan sesama jenis. Tidak hanya itu, pada 2017 di salah satu
ruko di bilangan Jakarta Utara, polisi menggerebek ratusan pria yang beberapa
dari mereka merupakan WNA.
Walaupun
demikian, hukuman bagi pelaku tidaklah jelas. Buktinya, polisi hanya
memulangkan sebagian besar pria dewasa yang berpesta tersebut dan hanya
menyisakan tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka (kompas.tv, 6/2/2025).
Sedangkan yang lainnya, polisi meminta kepada pihak keluarga baik ibu dan istri
mereka untuk menjemputnya.
Mereka
yang menjadi tersangka pun hanya dihukum beberapa tahun. Padahal, mereka sangat
bisa melakukan hal yang serupa saat di tahanan. Pun mereka yang dipulangkan
dengan jumlah yang lebih besar sangat dimungkinkan untuk dapat mengadakan pesta-pesta
asusila lainnya di waktu berikutnya.
Sehingga,
tidak mengherankan bila perkembangan dari golongan mereka meningkat karena
tidak ada pembinaan yang berarti oleh negara yang ada hanya penggerebekan demi
penggerebekan dengan angka puluhan bahkan ratusan pria dewasa.
Berkembang
Puluhan
tahun lalu, penamaan waria lebih umum digunakan, tetapi mereka tidak menjadi
perhatian masyarakat justru notabene menjadi bahan cacian tersebab aktivitas
mereka yang melampaui batas di tengah masyarakat Indonesia yang agamis.
Tahun
pun berlalu, bukannya berkurang, tetapi kelompok ini justru berkembang baik
dari skala nasional maupun internasional. Selain itu, dari periode 2000-2023
kelompok ini mengalami berbagai perubahan yang signifikan. Dalam sebuah artikel
dikatakan bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan perkembangannya.
Pertama,
peningkatan penerimaan sosial, hal ini ditandai dengan semakin banyaknya tokoh
publik dunia yang terang-terangan menjadi bagian dari komunitas pecinta jenis
yang sama. Selain itu, regulasi dan kebijakan untuk mengadakan pernikahan antar
mereka pun semakin didukung dan dilindungi dari deskriminasi seperti yang
dilegalkan oleh Thailand baru-baru ini.
Kedua,
pertumbuhan gerakan hak asasi bagi kelompok pecinta sesama jenis. Gerakan ini
bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak golongan pencinta sesama jenis agar
diakui oleh masyarakat dan negara. Ketiga, perkambangan budaya dan media, hal
ini melingkupi tayangan televisi, film, juga musik. Semuanya menampilkan
karakter pelaku L8B7 secara positif juga kocak.
Poin-poin
tersebut di atas sesungguhnya dilandasi satu hal, yaitu menggaungkan kebebasan
beraktivitas yang digawangi oleh negeri-negeri kapitalis. Pelaku kaum Luth ini
sengaja diberi ruang oleh kapitalis, agar merusak generasi muda dunia termasuk
Indonesia
Tobat
Pelaku
pecinta sesama jenis secara nyata melanggar aturan Allah Swt., hukuman bagi
mereka pun jelas neraka yang menyala-nyala. Allah Swt. berfirman dalam
Al-Qur’an yang artinya, "Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu
tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu
adalah orang-orang yang melampaui batas”. (QS as-Syuara: 165-166)
"Dan Kami hujani
mereka (dengan hujan batu), maka betapa buruk hujan yang menimpa orang-orang
yang telah diberi peringatan itu. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat
tanda (kekuasaan Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman."
(Asyuara, 173-174).
Dari dua surah di atas dengan jelas menunjukkan bagaimana
larangan dan azab dunia yang menimpa mereka, sehingga sungguh mereka harus
diluruskan agar tidak lagi mengulangi hal yang sama. Juga harus sadar bahwa
perbuatan mereka akan merusak diri juga manusia sekelilingnya. Bila tidak, maka
wajar perkembangan dari tahun ke tahun selalu signifikan jumlahnya.
Sehingga, butuh adanya tobat masal baik skala individu maupun
negara. Pentingnya tobat skala individu karena memang mereka bersalah dengan
melanggar perintah Allah swt dan harus segera bertobat.
Sedangkan pentingnya tobat skala negara karena dengan
kebijakannya yang longgar, maka perkembangan golongan pencinta sesama jenis ini
menjadi lebih besar dari waktu ke waktu. Oleh karenanya, negara sebagai
pelaksana aturan harus menggunakan aturan yang tidak membiarkan segala dosa
berkembang di masyarakat.
Karena sesungguhnya dalam Islam melindungi akal, jiwa, negara,
keturunan, kehormatan, harta, agama juga keamanan. Kedelapan aspek ini disebut
sebagai maqashid syariah yang dijunjung tinggi dari segi penerapan dan
pemeliharaannya oleh negara.
Sedangkan negara yang bisa menerapkan kesemuanya ini adalah
negara yang mempunyai dasar dan asas sesuai dengan aturan Allah swt dan
Rasul-Nya, yaitu daulah Khilafah Islamiyah. Dengan penerapan aturan Islam di
tengah umat seperti dahulu selama ratusan tahun para Khalifah menerapkannya,
maka aturan Islam dijunjung tinggi.
Oleh karenanya, agar masyakat tidak lagi was-was akan penyebaran
golongan pncinta sesame jenis ini, maka aturan Allah Swt. harus segera
diterapkan. Wallahualam bishawab.
0 Komentar