Program Tebus Ijazah: Tambal Sulam Masalah Pendidikan



#Bogor — Baru-baru ini pemerintah meluncurkan program tebus ijazah yang menarik perhatian publik. Program tebus ijazah dilakukan agar siswa miskin dapat memperoleh ijazahnya untuk mencari pekerjaan ataupun melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Program ini mendapat dukungan dari beberapa pihak, termasuk Gubernur terpilih Jawa Barat Dedi mulyadi, yang meminta sekolah-sekolah di Jawa Barat untuk menyerahkan ijazah siswa yang masih tertahan. Bahkan ada yang mengusulkan program tebus ijazah ini menggunakan dana zakat, sekaligus menjadi solusi untuk mengatasi pengangguran.



Ketua DPRD Kota Bogor, Adityawarman menjelaskan program tebus ijazah menjadi program kolaborasi antara Pemkot Bogor dan Dinas Pendidikan Jawa Barat serta memastikan program tebus ijazah siswa akan terus berlanjut hingga 2025. Dinas Pendidikan Kota Bogor telah mengeluarkan surat edaran tentang kewajiban sekolah untuk mengembalikan ijazah siswa baik negeri maupun swasta. Anggaran dana yang akan dikeluarkan untuk program tebus ijazah sebesar Rp7,5 milyar untuk 2000 siswa (radarbogor, 31/01/2025).



Penahanan ijazah ini membuat murid-murid terhambat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, juga terhambat dalam mencari pekerjaan. Namun, penahanan ijazah yang dilakukan sekolah bukanlah tanpa sebab. Hal ini dilakukan sekolah sebagai upaya agar orang tua murid tidak lari dari tanggung jawabnya melunasi sejumlah tunggakan. Karena tunggakan ini tentu akan berpengaruh pada operasional sekolah dan keberlangsungan proses belajar-mengajar.



Program tebus ijazah ini seakan menjadi solusi tuntas mengatasi masalah pendidikan, padahal program ini merupakan tambal sulam yang tidak menyentuh akar persoalan yang sesungguhnya. Bahkan program tebus ijazah ini disinyalir rawan tidak tepat sasaran seperti halnya Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan yang pasti tidak akan menyelesaikan masalah ekonomi yang menjadi penyebab ijazah tidak mampu ditebus oleh orang tua siswa.



Tidak dipungkiri, hidup dalam sistem yang berlandaskan kapitalisme sekuler seperti saat ini, menjadikan seluruh hajat hidup masyarakat seperti pendidikan makin sulit untuk dijangkau. Biaya hidup yang makin hari makin tinggi, biaya pendidikan, kesehatan, transportasi, dan lain sebagainya pun ikut melambung tinggi. Sehingga masyarakat ekonomi kelas bawah alias miskin sangat sulit untuk meraihnya. Padahal pendidikan sangat dibutuhkan oleh anak-anak mereka agar dapat meningkatkan taraf perekonomian keluarga di masa yang akan datang.



Apa jadinya, tatkala pendidikan hanya bisa dirasakan oleh segelintir masyarakat yang berkantong tebal. Sementara masyarakat miskin harus berjuang meraih pendidikan di tengah kondisi ekonomi yang sangat sulit, sehingga mereka terpaksa menunggak uang SPP, dll. karena ketidakberdayaan ekonomi. Di sisi lain, sekolah pun membutuhkan dana agar proses belajar-mengajar tetap berjalan. Sementara pemerintah mengalokasikan dana pendidikan dari APBN hanya 20%. Jumlah ini sangatlah kecil dan tak mampu meng-cover biaya pendidikan dan operasional sekolah. Padahal pemerintah telah mencanangkan target untuk mewujudkan generasi emas 2045. Lantas, bagaimana mungkin bisa terwujud jika pendidikan hanya diberi modal 20% saja?



Inilah wajah sistem kapitalisme yang senantiasa melahirkan berbagai macam persoalan termasuk persoalan pendidikan. Apa pun program yang lahir dari sistem yang menihilkan peran agama dari kehidupan ini, tidak mampu menyelesaikan persoalan yang ada. Sebab, yang menjadi akar persoalannya adalah keberadaan sistem kapitalisme itu sendiri. Sistem ini melihat segala sesuatu hanya dengan satu cara pandang yaitu materi, tidak ada yang lain.



Berbeda halnya dengan sistem Islam (Khilafah), yang menjadikan pendidikan bagian dari pengurusan negara. Sehingga negara wajib menjamin dan memfasilitasi pendidikan agar setiap individu rakyat dapat mengenyam pendidikan yang berkualitas secara adil dan merata, baik di desa maupun di kota. Selain itu, pendidikan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang harus ditunaikan. Rasulullah saw bersabda, ”Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.” (HR Muslim)



Pendidikan memiliki peranan penting untuk melahirkan generasi cemerlang pemimpin peradaban dunia. Pendidikan Islam berbasis akidah memadukan antara nilai keimanan dengan ilmu kehidupan yang akan berpengaruh besar dalam setiap amal perbuatan generasi. Output pendidikannya adalah generasi yang berkepribadian Islam dan mampu menyelesaikan setiap persoalan kehidupan berdasarkan syariat Islam. 



Di sinilah peran penting negara agar dapat mewujudkan generasi cemerlang, yaitu dengan menjamin hak pendidikan kepada seluruh rakyatnya dengan cara gratis. Rakyat tidak dibebankan untuk memikirkan biaya pendidikan karena hal ini menjadi tanggung jawab negara. Bukan hanya pendidikan, semua kebutuhan pokok lainnya seperti kesehatan, keamanan, transportasi, dan lain sebagainya merupakan tanggung jawab negara. Rakyat pun bisa merasakan kehidupan yang makmur dan sejahtera, karena negara senantiasa hadir mengurusi urusan mereka. 


Maka wajarlah di masa kejayaan Islam, banyak melahirkan generasi emas, ilmuwan dan polymath. Mereka bukan hanya faqih dibidang agama, melainkan juga terdepan dalam sains dan teknologi. Bahkan keilmuan mereka berkontribusi besar pada peradaban dunia hingga hari ini. Jelaslah sudah hanya sistem Islam yang mampu merubah keadaan negeri ini dan dunia menjadi mulia. Maka sistem batil kapitalisme harus dihilangkan dan dibuang, serta diganti dengan sistem yang menjadikan manusia sebagai umat terbaik dengan peradaban terbaik yang berasal dari Zat Yang Mahabaik. Wallahua’lam.



Siti Rima Sarinah







Posting Komentar

0 Komentar