#Reportase — Muslimah Tadabur Al-Qur'an Jakarta Utara kembali mengadakan kajian pada Senin, 17 Februari 2025. Acara yang dihadiri oleh para tokoh muslimah Jakarta Utara dipandu ustazah Nurliswianti. Acara diawali dengan kata sambutan oleh Ketua Muslimah Tadabur Al-Qur'an, Ustazah Hj. DR. Rosmeinita.
Pada kajian tadabur Al-Qur'an spesial Tarhib Ramadhan ini, Ustazah Fatikah, S.Ag., selaku pemateri menyampaikan tema "Ramadan dan Ketakwaan Hakiki". Tema ini merupakan tadabur dari surah al-Baqarah ayat 183.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Ustazah Fatikah menjelaskan bahwa Allah Swt. mewajibkan puasa dengan harapan agar kita menjadi takwa. Makna takwa dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib meliputi 4 hal penting, yakni:
1. Takut kepada Allah Swt..
2. Mengamalkan Al-Qur'an dan Sunah.
3. Rida dengan pemberian yang sedikit.
4. Selalu bersiap menghadapi pengadilan akhirat.
Beliau menguraikan bahwa orang yang bertakwa senantiasa was-was, takut kepada Allah, takut melanggar aturan Allah Swt..
Ustazah Fatikah, S.Ag., mengajak peserta untuk merenungi khutbah Rasul saw. saat menyambut Ramadan. Beliau mewasiatkan bahwa Ramadan itu pagi, siang, sore, dan malamnya penuh keberkahan dan kebaikan yang terus bertambah sepanjang waktu.
Di dalamnya ada satu malam yang lebih baik dari 83 tahun (Lailatul Qadar). Pahala memberi makan orang berpuasa berupa dihapuskan dosa, dibebaskan dari api neraka dan mendapat pahala orang berpuasa. Ramadan awalnya adalah rahmat, tengahnya ampunan dan akhirnya bebas dari api neraka.
Ustazah Fatikah, S.Ag., lalu mengungkap satu hal yang terabaikan dalam fikih puasa yakni terkait fikih mengawali dan mengakhiri Ramadan. Hal ini terdapat dalam hadis Rasul saw., "Janganlah kalian berpuasa sampai kalian melihat hilal dan janganlah kalian berbuka sampai melihat hilal." (HR Bukhari)
Dari hadis ini maka patokan memulai puasa adalah melihat hilal. Sedangkan ilmu astronomi hanyalah untuk memperkirakan bukan menjadi dasar penetapan awal dan akhir Ramadan. Sungguh miris dengan kondisi saat ini, kaum muslimin sering berbeda dalam mengawali dan mengakhiri Ramadan. Hal ini bisa berakibat pada pelanggaran syariah, seperti dosa karena berpuasa padahal sudah Idulfitri.
Beliau menguraikan bahwa perbedaan ini disebabkan tiga hal: aspek astronomi, aspek fikih, dan aspek politik. Dari ketiga hal tersebut, aspek politik menjadi faktor dominan yang menjadi penyebab perbedaan. Faktanya saat ini kaum muslimin di seluruh dunia terpecah-belah dalam banyak negara karena ketiadaan kepemimpinan Islam.
Beliau mengingatkan bahwa seharusnya Ramadan menjadi bulan penyatuan umat Islam. Mereka bersatu tidak berbeda pendapat dalam ketaatan kepada Rabb mereka merupakan hal penting yang akan mewujudkan ketakwaan hakiki dalam seluruh aspek kehidupan.
فَانْقَلَبُوْا بِنِعْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ وَفَضْلٍ لَّمْ يَمْسَسْهُمْ سُوْۤءٌۙ وَّاتَّبَعُوْا رِضْوَانَ اللّٰهِۗ وَاللّٰهُ ذُوْ فَضْلٍ عَظِيْمٍ ١٧٤
"Mereka kembali dengan nikmat dan karunia dari Allah. Mereka tidak ditimpa suatu bencana dan mereka mengikuti (jalan) ridha Allah. Allah mempunyai karunia yang besar." (QS Al- Imran: 174).[]
0 Komentar