#Tangsel — Kenakalan remaja kini makin meningkat, tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga menunjukkan tindakan kekerasan yang ekstrem. Contohnya, insiden tawuran di Cirendeu, Ciputat, pada pertengahan Januari lalu. Briptu Fadel Ramos dari Polsek Ciputat Timur disiram air keras saat mencoba membubarkan bentrokan pelajar (Detiknews.com, 17/01/2025).
Kasus lain terjadi pada Oktober 2024, seorang pelajar kelas X berinisial MEQ tewas dalam tawuran di Pondok Aren, Tangerang Selatan. Ia tidak segera mendapatkan pertolongan hingga akhirnya meninggal dunia (Tribunnews.com, 15/10/2024). Pada Agustus 2024, seorang siswa MTs di Ciputat, O (14), juga tewas akibat dibacok oleh dua pelajar lainnya, M (16) dan T (14), meskipun korban telah berusaha menghindar (news.detik.com, 31/08/2024).
Maraknya tawuran mendorong Polres Tangsel melakukan sosialisasi hukum kepada pelajar, termasuk yang dilakukan oleh Kapolsek Cisauk, AKP Dhady Arsya, di SMKN 3 Tangerang Selatan pada Februari 2025 (Zonabanten.com, 04/02/2025). Ia juga mengingatkan siswa agar menjauhi berbagai bentuk kenakalan remaja seperti tawuran, narkoba, dan perundungan. Sudah banyak sekali upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak agar tawuran tidak terjadi. Namun, berbagai upaya ini tampaknya masih belum cukup untuk menghentikan kekerasan di kalangan remaja.
Hal ini dapat kita lihat dari berita terkait tawuran yang seakan tidak ada habisnya. Tawuran semakin banyak baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Ini yang disampaikan oleh pakar parenting sekaligus Direktur Siyasah Institute, Iwan Januar. ”Angka tawuran ini, baik kualitatif maupun kuantitatif memang meningkat. Kita sangat prihatin!,” tuturnya di Kabar Petang, “Hop…Hop…Stop Tawuran!” melalui kanal Khilafah News, Selasa (1/10/2024).
Mengapa Tawuran Pelajar Kerap Terjadi?
Kekhawatiran dengan apa yang terjadi pada remaja saat ini makin menjadi-jadi. Tawuran yang terjadi terus-menerus menjadi suatu tanda ada yang tidak beres pada negeri ini. Patut kita kulik lebih dalam mengapa hal ini bisa terjadi? Setidaknya ada 5 hal penyebab terjadinya tawuran secara terus menerus. Pertama, Permasalahan keluarga. Anak yang ikut tawuran biasanya anak-anak yang memiliki permasalahan di keluarganya. Ini pula senada dengan yang dipaparkan oleh Iwan Januar, “Anak-anak itu kan produk dari keluarga. Coba telusuri! Dugaan kuat saya, banyak problem di tengah keluarga pelaku tawuran,” urainya (Muslimahnews.net, 5/10/2024). Anak yang bermasalah di dalam keluarganya cenderung mencari 'jati diri' di luar, yang tak jarang bersifat negatif.
Kedua, tidak sehatnya circle pertemanan. Pertemanan toxic yang marak di kalangan remaja membuat remaja salah langkah. Maksiat dibilang keren, provokasi kebencian, permusuhan hingga tindak pembunuhan. Semua dinormalisasi hanya demi pertemanan semata.
Ketiga, lingkungan masyarakat yang diam. Diamnya sebagian besar masyarakat (walaupun masih ada yang menghentikan dengan beramai-ramai) dalam tindak kemaksiatan tak terkecuali tawuran, membuat perilaku ini makin subur. Masyarakat seharusnya menjadi salah satu garda terdepan dalam menghalau tidak kekerasan.
Keempat, sanksi yang ringan. Sanksi yang diberikan aparat hukum cenderung ringan. Dengan alasan masih di bawah umur. Padahal hukuman merupakan salah satu instrumen yang memiliki efek jera. Kita sering temui pelaku tawuran adalah remaja yang sudah balig yang dalam Islam sudah terkena taklif (beban hukum).
Kelima, gagalnya sistem pendidikan. Semua yang terjadi tidak lepas dari sistem pendidikan yang ada di negeri ini. Banyaknya tindak kekerasan yang dilakukan remaja saat tawuran sudah diluar batas. Tak ada lagi rasa takut pada Sang Pencipta. Pendidikan moral kurang mendapat contoh riil bagi siswa, sementara pendidikan agama hanya sekedar formalitas. Sistem pendidikan sekuler membuat rasa takut dan segan para siswa hanya pada lingkaran pertemanan. Pengakuan dari teman menjadi hal yang dipuja. Tidak ada rasa takut pada Sang Pencipta, bahwa kelak semua perbuatan akan dihisab oleh-Nya.
Solusi Tawuran Pelajar
Upaya menghentikan tawuran takcukup hanya sekedar sosialisasi, penyuluhan, dsb. Perlu ada tindakan nyata untuk mengubah mindset para siswa yang tadinya takut dan segan pada teman menjadi kepada Pencipta manusia (Allah Swt.). Ini butuh peran semua pihak. Rumah (orang tua), sekolah, lingkungan masyarakat, dan pemerintah (negara). Karena perilaku dilakukan berdasarkan pemikiran, dan perubahan pemikiran butuh waktu serta kesabaran. Perlu ada perubahan menyeluruh dari segala aspek terkait kenakalan remaja khususnya tawuran.
Dalam Islam, solusi yang ditawarkan berakar pada akidah dan pendidikan yang berbasis keimanan. Negara memiliki peran penting dalam membentuk kepribadian generasi muda melalui sistem pendidikan yang tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga menanamkan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil dari pendidikan Islam akan melahirkan generasi muda yang tidak hanya memiliki wawasan akademik yang luas, tetapi juga memiliki visi hidup yang jelas dan tanggung jawab moral yang kuat. Mereka akan memahami bahwa segala perbuatannya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.
Selain itu, sistem Islam juga menawarkan sanksi yang efektif. Setiap individu yang telah balig bertanggung jawab penuh atas tindakannya dan akan dikenakan hukuman sesuai dengan tingkat pelanggarannya. Misalnya, bagi pelaku kekerasan berat seperti pembunuhan, terdapat hukuman kisas sebagai bentuk keadilan.
Dengan penerapan sistem Islam yang komprehensif, tawuran pelajar dapat diminimalisir secara signifikan. Para remaja pun akan tumbuh menjadi generasi yang berkontribusi positif bagi masyarakat, mencerminkan nilai-nilai kebaikan, serta menjadi rahmat bagi seluruh alam.[]
Yuliana
0 Komentar