Banjir, Mengapa Kembali Terjadi?

 



Noor Hidayah

 

#Tangsel — Banjir kembali melanda Jabodetabek di awal bulan Maret ini. Sejumlah titik di kawasan tersebut terendam air. Bahkan ibu kota Jakarta darurat hingga 1.229 warganya diungsikan (msn.com, 05/03/2025).

Kota satelit Tangerang Selatan (Tangsel) pun tak luput dilanda banjir. Setidaknya tercatat ada 1.000 kepala keluarga (KK) yang terdampak. Komandan Pleton (Danton) Satgas BPBD Tangsel, Dian Wiryawan mengatakan, dari ribuan KK yang terdampak berasal dari 11 lokasi banjir di Tangsel. Banyak perumahan terendam, seperti di Perumahan Maharta; terdapat ratusan kepala keluarga (KK) yang terdampak banjir sehingga sebagian warga mengungsi di wilayah yang lebih tinggi.

Sementara itu, wilayah Pasar Ceger di Tangsel tutup akibat banjir yang melanda wilayah tersebut. Ketinggian air mencapai 3040 cm termasuk di area pasar. Lalu lintas terputus, pedagang pasar pun terganggu. Akibat banjir tersebut, para pedagang tentu mengalami banyak kerugian (detiknews, 04/03/2025).

Banjir Jabodetabek yang terjadi tiap tahun ini menimbulkan pertanyaan, adakah solusi yang tuntas untuk bencana ini agar warga bisa hidup nyaman dan tenteram?

Akar Masalah Banjir

Beberapa pihak menganalisis penyebab banjir besar Jabodetabek adalah intensitas hujan yang tinggi dan luapan air sungai. Namun, perubahan tata guna lahan di hulu sungai pun memberi pengaruh yang sangat signifikan. Jabodetabek adalah wilayah penyangga ibu kota Jakarta, ada beragam pembangunan infrastruktur mewarnai wajah kawasan ini. Apalagi dengan terbitnya Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) Pasal 51 ayat (2) yang menetapkan bahwa DKI Jakarta, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi secara resmi masuk dalam kawasan aglomerasi (daerah.sindonews.com, 29/04/2024). Walhasil, pembangunan properti, pusat wisata, pusat perbelanjaan, dll. tumbuh dengan subur.

Demikian juga dengan area 3T yang mencakup Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan. Salah satu platform properti end-to-end terkemuka di Indonesia, Pinhome melaporkan tren kunci pasar properti, termasuk pertumbuhan inventori, pencarian rumah, dampak kebijakan pemerintah, dan prediksi 2025 yang membuka peluang kepemilikan rumah bagi generasi muda. Pinhome memprediksi adanya Program 3 Juta Rumah yang dicanangkan pemerintah, sejalan dengan peningkatan permintaan rumah sederhana (di bawah Rp200 juta). Kabupaten Tangerang, khususnya di kecamatan seperti Sepatan, Pasar Kemis, dan Rajeg, mencatat lonjakan permintaan sebesar 120% pada 2024 (tangsel.jawapos.com, 06/03/2025).

Setali tiga uang, lonjakan permintaan tersebut disambut para developer properti. Sebagai contoh, PT Lippo Karawaci Tbk. (LPKR), menetapkan target pra penjualan sebesar Rp6,25 triliun untuk tahun 2025. Angka ini mencatatkan kenaikan 16% dibandingkan dengan target pra penjualan tahun 2024. Pertumbuhan ini terutama akan didorong oleh pembangunan proyek residensial dan komersial baru di kawasan Lippo Karawaci (Tangerang), Lippo Cikarang (Bekasi), serta wilayah lainnya yang termasuk dalam landbank Perseroan (viva.co.id, 05/03/2025). 


Sementara PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) mengumumkan target prapenjualan 2025 sebesar Rp10 triliun. Anggota kelompok properti Sinar Mas Land ini mengungkapkan segmen residensial menjadi pilar utama dalam strategi pertumbuhan BSDE.  Mereka optimis bahwa peluncuran produk baru di BSD City, Kota Tangsel serta proyek perusahaan patungan seperti Nava Park dan Hiera akan terus menarik minat pasar. BSDE optimis keberadaan sejumlah infrastruktur dan properti di lingkungan sekitar turut membantu pertumbuhan. Menurut Hermawan
, keberadaan Grand Wisata dan Kota Wisata di sekitar porperti BSDE turut memperkuat daya tarik hunian yang ditawarkan. (katadata.co.id, 10/03/2025)

Tampak para pengusaha berlomba-lomba mencapai target bisnis mereka. Pembangunan terus dilakukan, tanpa mengindahkan topografi dan fungsi lahan. Pemerintah seakan tak berkutik dan terus memberikan izin, meski dalam beberapa kasus rakyat menolak pembangunan tersebut.

Hal ini mungkin terjadi di sistem kapitalisme, peran negara hanya sebagai regulator dan fasilitator bagi kepentingan pemilik modal, sementara kepentingan rakyat seringkali terabaikan.

Dalam sistem kapitalisme, keputusan dan kebijakan sering kali dibuat berdasarkan pertimbangan materi dan keuntungan, bukan berdasarkan kondisi lingkungan atau keberlanjutan. Oleh karena itu, program penanggulangan banjir apa pun tidak akan mampu menyelesaikan masalah ini secara tuntas, karena akar persoalannya tidak hanya terletak pada tata ruang wilayah, tetapi juga pada ideologi yang dianut oleh penguasa.

Permasalahan banjir akan terus terjadi jika para penguasa tidak memiliki kemauan politik untuk mengutamakan kepentingan publik dan tetap berpegang pada sistem kapitalisme yang eksploitatif.

Islam Solusi Tuntas Banjir

Dalam Islam, negara memiliki kewajiban untuk melindungi rakyatnya dari kemudaratan, termasuk bencana alam seperti banjir. Penguasa sebagai raa’in, maka penguasa akan terus mengurus rakyat dengan baik sehingga rakyat hidup sejahtera, aman, dan nyaman. Negara harus melakukan perencanaan pembangunan yang matang, dengan mengutamakan kemaslahatan seluruh rakyat. Pembangunan harus berbasis mitigasi bencana, dengan mempertimbangkan potensi bencana berdasarkan letak geografis daerah tersebut.

Islam juga mengatur tentang konservasi alam, dengan melarang perburuan binatang atau perusakan tanaman demi menjaga ekosistem. Selain itu, pemetaan wilayah yang rentan bencana harus dilakukan, serta tata ruang yang berbasis mitigasi bencana harus diwujudkan untuk memastikan keamanan bagi manusia dan alam.

Di masa kejayaan peradaban Islam, para khalifah membangun bendungan untuk mencegah banjir dan mengatur irigasi. Di Provinsi Khuzestan, Iran, bendungan yang dibangun pada masa Islam masih kokoh berdiri dan berfungsi untuk keperluan irigasi dan pencegahan banjir. Di samping itu, Khilafah Islam secara berkala melakukan pengerukan lumpur dari sungai dan saluran air untuk mencegah pendangkalan yang dapat menyebabkan banjir. Penjagaan ketat juga diterapkan terhadap kebersihan sungai dan danau, dengan sanksi bagi siapa saja yang merusaknya.

Islam mengatur kepemilikan lahan yang berkaitan dengan kemaslahatan rakyat. Lahan yang memiliki fungsi penting untuk kepentingan umum, seperti kawasan resapan air, tidak boleh dikuasai oleh swasta, melainkan harus dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat banyak, bukan hanya pemilik modal. Kawasan konservasi dan resapan air harus dilindungi agar tidak dialihfungsikan menjadi pemukiman atau lahan bisnis yang dapat merusak fungsinya.

Jika prinsip-prinsip ini diterapkan, masalah banjir dapat diatasi dengan solusi yang sistemik dan berkelanjutan. Sistem Islam memperhatikan kepentingan umat secara menyeluruh dan terperinci, menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian alam.

Solusi terhadap bencana banjir harus didasarkan pada perubahan sistem yang mendasarinya. Islam menawarkan solusi tuntas dengan mengatur tata ruang, konservasi, dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Untuk itu, penerapan Islam secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan adalah kunci untuk mengatasi permasalahan banjir dan bencana lainnya. Wallahualam bissawab.[]

 

Posting Komentar

0 Komentar