Siti Rima Sarinah
#Wacana — Kasus
korupsi di negeri ini makin merajalela. Tidak tanggung-tanggung, kerugian kasus
Pertamax oplosan merugikan negara
hingga Rp968,5 triliun. Kasus korupsi ini dilakukan selama 5 tahun dari tahun
2018—2023 dan menjadi rekor kasus korupsi
terbesar sepanjang sejarah di Indonesia. Dalam kasus dugaan korupsi ini Kejaksaan Agung telah menetapkan 9 tersangka dan juga memeriksa Basuki
Tjahaja Punama alias Ahok, selaku mantan komisaris utama PT Pertamina periode
2019—2024 (kompas.com, 27/02/2025).
Kasus
dugaan korupsi Pertamax oplosan terus menjadi
perhatian publik. Direktur Ekonomi Center of Economic and Law studies (Celios), Nailul Huda menilai pemerintah hanya
fokus menghitung kerugian negara dalam kasus korupsi tata kelola minyak
Pertamina dan Pertamax oplosan. Ia juga menyoroti kerugian masyarakat akibat Pertamax oplosan mencapai Rp47 miliar
per hari atau Rp17,4 triliun selama satu tahun praktik pengoplosan (tempo.com,
28/02/2025).
Masyarakat
sebagai konsumen yang rela merogoh kantong untuk membayar lebih demi
mendapatkan Pertamax yang ternyata oplosan merasa kecewa. Pihak PT Pertamina menegaskan bahwa Pertamax yang beredar di tengah
masyarakat bukanlah oplosan karena sudah memenuhi standar pemerintah (blending).
Pertamina melakukan blending bukan oplos sebagai alibi bahwa yang
dilakukan Pertamina sesuai aturan yang tetapkan. Akibat menggunakan Pertamax blending alias
oplosan mengakibatkan kerusakan mesin kendaraan, memperpendek umur pakai mesin, dan meningkatkan biaya perawatan
kendaraan.
Sungguh
mengerikan gurita korupsi yang terjadi di negeri ini. Negara dirugikan dan
rakyat ditipu habis-habisan serta lagi-lagi harus menjadi korban dari
keserakahan oknum pejabat yang tidak bertanggung jawab. Walaupun berbagai
lembaga telah dibentuk oleh negara untuk memutus rantai korupsi, justru yang
terjadi kasus korupsi makin menjadi-jadi. Fakta ini wajar terjadi, sebab kita
hidup dalam sistem pemerintahan yang berasaskan sistem demokrasi sekuler kapitalisme yang mendewakan uang
dan kekuasaan di atas segalanya. Sehingga, korupsi tumbuh subur bak jamur di
musim hujan.
Sistem
ekonomi kapitalis telah menjadikan pengelolaan kekayaan umum milik rakyat bisa
dikelola oleh individu dan swasta (oligarki). Pengelolaan kekayaan alam inilah
yang menjadi ajang bisnis yang sangat menguntungkan bagi individu dan swasta,
sehingga dengan leluasa merampok kekayaan alam milik rakyat tanpa menghiraukan
nasib rakyat sedikit pun. Ditambah lagi dengan para pejabat yang haus akan
kekuasaan dan uang, yang akan menghalalkan segala cara agar tujuan mereka bisa
tercapai.
Alhasil,
dalam sistem buatan manusia ini sangat sulit memberantas korupsi. Undang-Undang dan hukum bisa diubah dan
dilanggar, karena yang membuat hukum dan Undang-Undang adalah mereka juga. Dalam
sistem demokrasi kapitalisme, hukum dibuat untuk dilanggar bukan untuk
diterapkan. Berharap negara ini bebas dari korupsi selama sistem demokrasi
masih bercokol, hanyalah kemustahilan.
Maraknya
hastag ”IndonesiaGelap”, ”KaburAjaDulu”
di media sosial, menunjukkan kekecewaan masyarakat atas sistem demokrasi
kapitalisme yang menumbuhsuburkan korupsi. Rakyat sudah
banyak dirugikan dan dimiskinkan serta ditambah berbagai penderitaan terus
membayangi kehidupan rakyat. Lalu apa yang bisa diharapkan dengan sistem ini?
Kehancuran yang pasti akan terjadi apabila sistem ini terus dipertahankan.
Fakta
di atas tentu tidak akan kita temui dalam sistem Islam/Khilafah. Sebab dalam
sistem Islam—rakyat, pejabat, dan penguasa—wajib tunduk terhadap aturan syariat
Islam. Sistem Islam diterapkan secara menyeluruh di setiap lini kehidupan,
tidak satu pun celah kemaksiatan dibiarkan untuk dilakukan oleh siapa pun,
apalagi pejabat seperti kasus korupsi. Proses pemilihan pemimpin dan para
pejabatnya yang dipilih oleh rakyat adalah orang-orang yang amanah, jujur, dan
memiliki kualitas dan kapabilitas menjalankan roda pemerintahan sesuai syariat
Islam.
Pengelolaan
kekayaan alam milik rakyat dikelola langsung oleh negara sesuai aturan Islam.
Negara tidak akan membuka celah sedikit pun bagi individu atau swasta untuk
mengambil alih pengelolaan tersebut dengan alasan apa pun. Sehingga harta milik
rakyat aman, karena dikelola di tangan orang-orang yang amanah. Sehingga
mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat adalah sebuah hal yang mudah.
Sebab, penguasa dan para pejabatnya menjalankan tugasnya menjadi pelayan rakyat
semata-mata untuk mendapatkan pahala dan rida dari Allah Swt.. Kekuasaan yang mereka emban
merupakan amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.
Oleh
karena itu, dibutuhkan dua hal untuk mengubah kondisi Indonesia menjadi negara
yang maju dan rakyatnya sejahtera, yaitu dibutuhkan sistem Islam dan individu
pejabat yang bertakwa. Dua hal inilah yang akan mengeluarkan negeri yang kita
cintai ini dari keterpurukan, kemiskinan, dan berbagai persoalan yang melanda
negeri ini. Tanpa adanya penerapan sistem Islam, maka Indonesia akan binasa dan
hancur ditangan sistem pembuat masalah (demokrasi kapitalisme). Wallahualam.[]
0 Komentar