Anggun Mustanir
#TelaahUtama — Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) resmi diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto pada Senin, 24 Februari 2025. Danantara diharapkan dapat mengoptimalkan pengelolaan kekayaan negara demi kesejahteraan rakyat. Dananya akan dikelola dan diinvestasikan dalam proyek nasional industrialisasi dan hilirisasi (kemenkeu.go.id, 24/2/2025).
Akan tetapi, Danantara yang digadang-gadang sebagai salah satu gebrakan dari Prabowo untuk Indonesia ternyata menuai banyak kritik. Menurut peneliti ICW, Wana Alamsyah, selain akan menjadi lahan korupsi karena tidak bisa diaudit, pembentukan Danantara berisiko membuat kewenangan penegak hukum seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin lemah.
Respon masyarakat juga justru merasa sangsi terhadap pengelolaan Danantara. Terlebih, mereka pesimis terhadap orang-orang yang akan mengelola Danantara. Dikutip dari laman kumparan.com (25/2/2025), Prabowo menunjuk Dr. (HC) Ir. Burhanuddin Abdullah Harahap, MA., sebagai salah satu Ketua Tim Pakar Danantara. Masyarakat khawatir mengingat dia pernah tersandung kasus korupsi aliran dana BI atau Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia ke sejumlah anggota DPR.
Sungguh memprihatinkan, di tengah karut-marut kehidupan rakyat akibat krisis multidimensi yang menimbulkan distrust, rakyat dibuat makin apatis kepada pemerintah. Sepak terjang para pemimpin yang gelap mata dan masuk dalam pusaran korupsi membuat masyarakat risau nantinya Danantara menjadi objek baru bancakan kalangan elite politik.
Selain itu, khalayak juga khawatir Danantara akan menyusul 1MDB Malaysia yang menjadi ladang korupsi. Apalagi sebelumnya, mantan Presiden Jokowi juga pernah membentuk Sovereign Wealth Fund (SWF) yakni Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Indonesia Investment Authority (INA) pada 2020 lalu yang tidak jelas peruntukannya.
Dalam pidatonya, Presiden Prabowo Subianto juga menegaskan bahwa pemerintah akan memulai sejumlah megaproyek tanpa meminta investasi dari luar negeri. Dia menegaskan bahwa negara akan mewujudkan cita-cita Presiden Pertama RI, Soekarno untuk berdiri di atas kaki sendiri. Oleh karena itu, dia memastikan bahwa Indonesia tidak akan mengemis investasi dari luar negeri (Ekonomi bisnis.com, 15/2/2025).
Malah anehnya, Prabowo menyertakan mantan Presiden SBY dan Jokowi ke dalam Danantara. Fakta membuktikan bahwa saat mereka menjabat justru utang membengkak dan banyak PSN yang danannya didapat dari investor asing. Yang lebih fatal, kerjasama tersebut membawa para pekerja asing datang menyerbu negeri. Senada dengan itu, Dilansir laman kbr.id (25/2/2025), Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Charles Simabura meragukan kinerja Danantara akan profesional karena ada dua mantan presiden yang bergabung. Menurutnya, hal tersebut menunjukan bahwa lembaga ini tidak akan bekerja profesional akibat intervensi politik praktis.
Alih-alih menjaga integritas negeri, Danantara dikhawatirkan membuka celah korupsi yang lebih fantastis. Lucunya, bertolak belakang dengan pernyataannya, Prabowo malah menjadikan orang asing yakni Tony Blair dan Ray Dalio masuk dalam struktur organisasi Danantara. Bagaimana mungkin bisa mandiri kalau justru menjadikan orang asing sebagai partner dalam mengelola dana umat.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kapitalisme yang selama ini diadopsi makin menyeret negeri ini ke dalam jurang kehancuran. Bagaimana tidak, akibat asuhan sistem rusak buatan manusia, lahirlah pemimpin yang tidak paham prioritas dan tidak amanah. Contohnya adalah aset yang ada di Danantara nantinya justru akan disalurkan untuk proyek infrastruktur dan investasi besar. Sebaliknya, sektor kesehatan dan pendidikan yang merupakan sektor vital malah diabaikan.
Sungguh miris karena kenyataannya, di awal tahun anggaran ini sektor pendidikan dan kesehatan justru ikut terkena imbas efisiensi anggaran. Padahal, sektor-sektor tersebut memiliki andil besar dalam meningkatkan kualitas hidup rakyat. Selama ini penguasa selalu bersemangat meningkatkan pembangunan infrastruktur, tetapi lalai pada pembangunan sumber daya manusia.
Tentu hal tersebut tidak akan terjadi jika rakyat Indonesia yang notabene meyakini Islam sebagai agama menjadikan aturan Islam sebagai pedoman hidup dan rujukan hukum. Jika kembali pada konsekuensi syahadat, jelas dalam Islam diatur dan dicontohkan bagaimana Nabi saw. mengelola sumber daya alam sebagai harta kekayaan milik rakyat. Nabi saw. menggunakan sistem ekonomi Islam sebagai acuan aturan untuk mengelola harta rakyat dan kebutuhan dasar rakyat menjadi prioritas untuk dipenuhi, bukan untuk investasi.
Dalam kitab Struktur Negara Khilafah dari Hizbut Tahrir tertulis bahwa untuk memastikan seluruh kebutuhan rakyat individu per individu terpenuhi dan dapat dilayani secara merata, adil, dan baik, dibentuk Departemen Kemaslahatan Rakyat. Sumber dananya sepenuhnya dibiayai oleh negara yang diambil dari baitulmal.
Baitulmal akan men-support jalannya perekonomian rakyat. Negara akan memberi pinjaman/modal tanpa bunga atau fasilitas secara cuma-cuma. Dalam sejarah, tidak dijumpai lembaga apa pun dibentuk Khilafah yang bertugas untuk mengembangkan harta umat dengan jalan investasi. Islam melarang penguasa sembarangan bekerjasama dengan asing yang memerangi kaum muslim, apalagi menjadikan mereka tempat bertanya.
Dalam aturan Islam, terdapat pasar syariah yang bertujuan agar masyarakat dapat melakukan transaksi dalam berbagai bidang ekonomi, seperti perdagangan, ketenagakerjaan, pertanahan, industri, pertanian, dan jasa-jasa. Rakyat dapat menjadi investor (shahibul mal), dalam bidang sumber daya ekonomi, tetapi tidak diperbolehkan terlibat ke SDE umum (milik publik). Ini dikarenakan SDE umum merupakan milik masyarakat sepenuhnya yang akan dikelola negara agar mendapatkan keuntungannya bagi kesejahteraan rakyat.
Oleh karenanya, Pihak swasta tidak bisa mengambil manfaat pada sektor SDE yakni migas, logam dan batu bara, laut, hutan, dll, yang merupakan SDE milik umum dengan deposit besar dan tidak boleh dikuasai individu. Rasulullah saw. dahulu mengatur urusan kemaslahatan umat muslim. Beliau saw. juga memberi mandat kepada para sahabat menjalankan peran pengelolaan keuangan negara dalam memenuhi kebutuhan rakyat, baik di bidang kesehatan, pendidikan, infrastruktur, maupun kesejahteraan umum.
Dari Abu Hurairah, “Rasulullah saw. telah memutuskan bahwa jika mereka berselisih mengenai jalan, maka lebarnya tujuh hasta.” Juga mengatur mengenai perairan, “Wahai Zubair, airi tanahmu, lalu alirkan kepada tetanggamu.” (HR Bukhari-Muslim)
Di bidang pendidikan, Rasulullah saw. membuat aturan bahwa orang kafir yang menjadi tawanan Perang Badar yang ingin bebas, mengajari sepuluh orang anak-anak kaum muslim belajar menulis dan membaca. Di sektor kesehatan, ketika beliau saw. pernah dihadiahkan seorang dokter, beliau tidak memanfaatkannya dan justru diberikan untuk kemaslahatan muslim.
Dari uraian di atas, jelas bahwa politik ekonomi Islam menyerahkan kepada individu dan swasta untuk mengembangkan harta di pasar syariah sesuai ketentuan syariat Islam, bukan dengan jalan pemotongan anggaran dan efisiensi terhadap pelayanan wajib bagi rakyat. Selain itu, negara juga mengelola harta milik umum bagi pemenuhan kebutuhan rakyat, tanpa dikembangkan untuk investasi secara mandiri dan tanpa campur tangan pihak asing. Wallahualam bissawab.[]
0 Komentar