Noor Hidayah
#Tangsel — Instruksi Presiden (Inpres)
Nomor 1 Tahun 2025 benar-benar mengguncang masyarakat. Instruksi Presiden
Prabowo tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun
Anggaran 2025 memberikan dampak luas di berbagai sektor. Berbagai isu seperti
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal bagi pekerja honorer di berbagai
kementerian dan lembaga, ancaman dihentikannya program beasiswa LPDP, Kemenkeu,
dan KIP bagi mahasiswa baru ramai beredar. Selain itu, banyak program
kementerian dan lembaga yang akhirnya dibatalkan—mengakibatkan penurunan kualitas
pelayanan publik. Kebijakan ini juga berdampak pada alokasi anggaran bagi
rakyat, baik melalui program sosial maupun subsidi atau bantuan langsung.
Efisiensi
ini turut menyasar sektor pendidikan tinggi dan dana riset. Direktur Jenderal
Riset dan Pengembangan Kemendiktisaintek, Fauzan Adziman, menegaskan bahwa
kebijakan pemangkasan anggaran juga berlaku untuk bidang riset. Meski demikian,
ia memastikan bahwa pemotongan dana riset tidak sepenuhnya menghentikan
kegiatan penelitian di Indonesia. Sementara itu, BRIN mengalami pemangkasan
anggaran sebesar Rp2,074 triliun dari total pagu sebelumnya sebesar Rp5,842
triliun. Kepala BRIN, Tri Handoko, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi X
DPR RI, mengungkapkan bahwa pemangkasan ini mengakibatkan penghapusan seluruh
anggaran riset di 12 organisasi riset di bawah BRIN (tirto.id, 13/02/2025).
Di
tingkat pemerintah daerah, kebijakan ini juga berdampak signifikan. Wali Kota
Tangerang Selatan, Benyamin Davnie, menegaskan pentingnya penghematan anggaran
dan efisiensi kegiatan pemerintahan demi menyesuaikan dengan instruksi
presiden. Kegiatan-kegiatan yang dianggap tidak mendesak dan berpotensi
memboroskan anggaran harus dikurangi. Hal ini mencakup pengurangan pengeluaran
untuk makan dan minum di setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD), pembatasan
perjalanan dinas, serta efisiensi dalam kegiatan seremonial. Dampak kebijakan
ini juga dirasakan sektor ekonomi lokal, seperti hotel dan restoran yang selama
ini mendapatkan kontrak dari kegiatan pemerintah (rmbanten.com, 18/02/2025).
Efisiensi
Anggaran: Salah Kaprah Penerapan Sistem Kapitalisme Sekuler
Instruksi
efisiensi anggaran ini tampak dilakukan tanpa perencanaan yang matang.
Mestinya, efisiensi diterapkan untuk pos-pos yang tidak menyangkut kemaslahatan
rakyat. Namun faktanya, efisiensi ini berdampak pada meningkatnya angka PHK,
seperti Lembaga Penyiaran Publik RRI dan TVRI yang memilih memangkas anggaran
dengan merumahkan pegawainya. Beberapa waktu lalu sempat viral juga jalanan di
pusat kota Jember menjadi kumuh lantaran sampah-sampah berserakan tanpa ada
yang mengangkutnya. Diketahui, tenaga honorer yang biasa membersihkan
sampah-sampah tersebut banyak dirumahkan dengan alasan yang sama, yaitu
efisiensi (MNews, 21/02/2025).
Dalam
sistem kapitalisme
sekuler, negara tidak berpegang pada aturan agama, termasuk dalam hal amanah
dan tanggung jawab yang dikaitkan dengan pertanggungjawaban di akhirat. Sistem
ini menjadikan negara hanya sebagai alat untuk memenuhi kepentingan segelintir
orang dari kalangan pemilik modal. Akibatnya, kebijakan yang lahir cenderung
berpihak pada oligarki, bukan rakyat. Penguasa dalam sistem ini tidak bertindak
sebagai pelayan rakyat, melainkan sebagai pelindung kepentingan pemodal.
Krisis
multidimensional-ekonomi,
politik, hukum, dan moral—makin hari makin meningkat. Kasus korupsi, mafia
peradilan, judi online, pinjaman online, dan berbagai bentuk kriminalitas
lainnya terus bertambah tanpa penyelesaian yang tuntas. Bencana pun ditangani
seadanya dengan alasan keterbatasan dana. Sementara itu, rakyat harus berjibaku
dengan kehidupan yang makin sulit akibat lapangan pekerjaan yang kian sempit dan biaya hidup yang terus
meningkat.
Sistem
Islam: Tata Pemerintahan Ideal
Dalam
Islam, penguasa adalah raa'in (pengurus rakyat) yang bertanggung jawab
untuk memastikan kesejahteraan rakyatnya. Prinsip kedaulatan di tangan syarak memastikan bahwa penguasa tunduk pada
hukum Islam dan tidak berpihak pada kepentingan tertentu di luar kepentingan
umat.
Islam
memiliki sistem keuangan negara yang tidak bergantung pada utang dan pajak semata.
Pengelolaan anggaran dilakukan oleh baitulmal, dengan sumber pemasukan tetap
yang meliputi fai’, ganimah, anfal, kharaj, jizyah, serta pendapatan dari hak
milik umum dan negara, seperti tambang, usyur, khumus, rikaz, dan zakat (Syekh
Taqiyuddin an-Nabhani dalam Nizham al-Iqtishadiy fi al-Islam, hlm. 530).
Anggaran dalam Islam dialokasikan dengan penuh tanggung jawab dan perencanaan
matang, memastikan kesejahteraan masyarakat.
Adapun
terkait efisiensi, ada pos-pos yang tidak akan dipotong, dan harus didanai,
baik di baitulmal tersedia kas maupun tidak. Contohnya gaji tentara, alutsista,
dan diwan-diwan pelayanan publik; jika kas negara kosong, maka akan
dipenuhi dengan berbagai cara. Dalam hal ini mekanisme pajak (dharibah)
bisa diberlakukan, tapi dengan ketentuan yang tidak memberatkan masyarakat.
Pajak dikenakan kepada laki-laki muslim yang kaya dengan besaran yang telah
ditargetkan. Ketika jumlah yang dibutuhkan telah terpenuhi, maka penarikan
pajak dihentikan.
Dalam
sistem Islam, hubungan antara penguasa dan rakyat dilandasi dengan prinsip amar
makruf nahi mungkar. Prinsip ini mencegah tindakan zalim dan korupsi, yang
kerap terjadi dalam sistem kapitalisme sekuler. Penguasa tidak memiliki peluang untuk
menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Akan tetapi, penerapan sistem Islam
secara menyeluruh tidak mungkin terjadi dalam sistem sekuler saat ini.
Kepemimpinan ideal hanya bisa terwujud dalam Khilafah, sistem pemerintahan yang
menerapkan syariat Islam secara kafah (menyeluruh). Syariat Islam tidak hanya
mengatur kehidupan individu, tetapi juga mengatur urusan negara dengan hukum
yang berasal dari wahyu Allah.
Ketika
umat hidup di bawah naungan Khilafah, kesejahteraan dan keberkahan melimpah.
Peradaban Islam berkembang menjadi peradaban cemerlang, diakui sebagai negara
adidaya. Hubungan antara pemimpin dan rakyatnya harmonis, didasari oleh
ketaatan kepada Allah dan prinsip keadilan bagi seluruh rakyatnya.
Kesimpulan
Efisiensi
anggaran yang diterapkan saat ini mencerminkan ketidakseimbangan dalam
pengambilan kebijakan. Pemangkasan anggaran justru lebih banyak menyasar sektor
yang berhubungan langsung dengan kesejahteraan rakyat, sementara anggaran untuk
kepentingan tertentu tetap terjaga. Ini adalah konsekuensi dari sistem
kapitalisme
sekuler yang lebih mengutamakan kepentingan pemodal dibanding rakyat.
Islam
menawarkan solusi yang lebih adil dan berpihak kepada kemaslahatan umat. Dengan
sistem pemerintahan Khilafah, pengelolaan anggaran negara dilakukan berdasarkan
syariat Islam yang memastikan kesejahteraan seluruh rakyat tanpa ketimpangan
yang merugikan. Oleh karena itu, saatnya umat kembali pada penerapan sistem
Islam kafah sebagai solusi hakiki bagi berbagai problematika kehidupan.[]
0 Komentar