#CatatanRedaksi — Seolah tidak berhenti, berita korupsi di negeri ini malah tambah menggila. Setelah klasemen korupsi dimenangkan oleh Pertamina dengan 1 kuadriliun, ternyata merebak isu korupsi emas Antam 5,9 kuadriliun. Dilansir dari Tempo.co (12/3/2025), dalam beberapa hari ini beredar kabar di media sosial bahwa kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi di PT Antam mencapai Rp5,9 kuadriliun atau Rp5.900 triliun dan beredarnya 109 ton emas palsu di masyarakat.
Kasus dugaan korupsi itu sedang ditangani Kejaksaan Agung sejak Mei 2024 dengan menetapkan enam tersangka. Saat ini, kasus tersebut disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Namun, Kejagung membantah bahwa kerugian kasus korupsi terkait PT Antam mencapai Rp5,9 kuadriliun. Dalam sejumlah kesempatan sebelumnya, Kejagung memperkirakan kerugian negara dalam kasus ini Rp1 triliun.
Padahal, berapa pun nominalnya tetap saja itu korupsi atau menyalahgunakan wewenang, merugikan rakyat, dan mengambil harta yang bulan haknya dan sungguh itu tidak dibenarkan sama sekali dalam kehidupan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara atau perusahaan untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Macam-macam tindakan korupsi di antaranya adalah suap-menyuap, penggelapan jabatan, pemerasan, perbuatan curang, pembentukan kepentingan dalam hal pengadaan, gratifikasi. Seolah fakta itu tumplek blek terjadi di negeri ini, makin beragam, dan makin subur.
Bahkan, sudah menjadi rahasia umum korupsi itu sudah merambah dari instansi/lembaga tingkat daerah dan pusat. Seolah menjadi sel kanker yang sudah merata dan menyebar siap menggerogoti kondisi sistem hidup yang sebenarnya terseok-seok ini. Akhirnya, mencari pejabat yang jujur dan amanah sangat langka, kalau bisa dianggap tidak ada. Model korupsi juga makin beraneka ragam, makin ke sini makin komplek bentuknya, rezim berganti bukan reda tindakan korupsi, melainkan makin menjadi. Sangat tepat kiranya kelakar menarik dari Kiai Hasyim Muzadi. Dia bercerita, "Pada masa Orde Lama, korupsi dilakukan di bawah meja. Tapi, pada masa Orde Baru, korupsi mulai terang-terangan dilakukan di atas meja. Justru pada masa Reformasi sekarang ini, bukan hanya uangnya yang dikorupsi, mejanya pun ikut dibawa lari." (Antikorupsi.org, 6/5/2015)
Keberadaan lembaga antikorupsi seolah tidak punya taji untuk memberantasnya, terlebih dengan adanya revisi UU KPK tahun 2019 makin melemahkan kinerja KPK. Kian lemah lembaga antikorupsi, tindakan korupsi makin menjadi-jadi. Ketika sistem demokrasi-kapitalisme yang mengagungkan materi sebagai standar kebahagiaan, ketika privilege diberikan hanya kepada yang memiliki materi melimpah maka wajar itu pula yang dikejar oleh siapa pun di dalam sistem ini, apalagi tidak ada keimanan dan ketakwaan sebagai satu motivasi rasa takut tanggung jawab dihadapan Allah akan membuat mereka loss melakukan tindak pidana korupsi tanpa filter, setiap ada peluang dan wewenang yang dipunya akan dimanfaatkan untuk bisa berlaku korup.
Maka, sudah saatnya sebagai agama mayoritas di negeri ini, umat Islam di negeri ini tidak cukup hanya mengambil agama Islam sebagai aturan ritual saja, tetapi juga aturan hidup. Mengambil Islam sebagai sistem hidup secara menyeluruh sebagai aqidah ruhiyah dan siyasiyah yakni menjadikan Islam sebagai agama dan sistem hidup yang mengatur sistem ekonomi, politik, sosial kemasyarakatan agar tidak hanya terbentuk individu-individu yang bertakwa saja, tetapi juga sistem yang bertakwa. Karena kinerja individu akan dijaga oleh sistemnya, kalau individu korupsi makin subur karena sistem politik dan hukumnya menyuburkan aktivitas korupsi ini, bisa dengan pelemahan lembaga antikorupsi atau pemberlakuan hukuman bagi pelakunya yang tidak memberi efek jera. Sementara Islam, selain menjaga agar individu tidak korupsi dengan iman dan takwa karena ada rasa takut akan tanggung jawabnya di hadapan Allah kelak, dalam Islam juga mengatur bagaimana hukuman yang tegas kepada pelaku korupsi.
Hukuman bagi pelakunya adalah dengan takzir, jadi ditetapkan oleh seorang khalifah tergantung ringan/beratnya tindakan korupsinya. Ada yang hanya ditegur/diingatkan ada juga yang dihukum mati tergantung seberapa besar korupsinya. Sangat masyhur hadis Rasulullah saw., ketika ada pejabat saat itu yang ingin menyalahgunakan wewenangnya untuk tidak menghukum seorang perempuan yang mencuri, Rasulullah keras menolak kemauan pejabat itu.
Rasulullah saw. bersabda ketika ada seorang perempuan di zaman Rasulullah saw. sesudah Fathu Makkah telah mencuri. Rasulullah lalu memerintahkan agar tangan wanita itu dipotong. Usamah bin Zaid menemui Rasulullah untuk meminta keringanan hukuman bagi perempuan tersebut. Mendengar penuturan Usamah, wajah Rasulullah langsung berubah. Beliau bersabda, ''Apakah kamu akan meminta pertolongan (mensyafa'ati) untuk melanggar hukum-hukum Allah Azza Wajalla?'' Usamah lalu menjawab, ''Mohonkan ampunan Allah untukku ya Rasulullah.''
Pada sore harinya Nabi saw. berkhutbah setelah terlebih dahulu memuji dan bersyukur kepada Allah. Rasulullah bersabda: ''Amma ba'du. Orang-orang sebelum kamu telah binasa disebabkan jika seorang bangsawan mencuri, dibiarkan, tetapi jika yang mencuri seorang miskin (lemah), maka dia dihukum. Demi Zat yang jiwaku dalam genggaman-Nya. Jika Fatimah binti Muhammad mencuri maka aku pun akan memotong tangannya.'' Setelah bersabda itu, tangan wanita itu dipotong. Begitulah bagaimana ketika Islam diterapkan secara kafah dalam sebuah sistem hidup maka aktivitas korupsi pasti bisa dibasmi.
Wallahu a'lam bi asshawwab.[]
Hanin Syahidah
0 Komentar