Kebijakan Efisiensi Anggaran Pendidikan, Tidak Berdampak Pada Rakyat?

 



Siti Rima Sarinah

 

#Bogor — Presiden Prabowo mengeluarkan kebijakan Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025, tentang Efisiensi Belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD. Pemerintah menargetkan efisiensi pemangkasan belanja kementerian dan lembaga sebesar Rp256,1 triliun serta pemotongan transfer ke daerah senilai Rp50,59 triliun. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi pemborosan anggaran dan meningkatkan efektivitas belanja negara agar dapat menopang pertumbuhan ekonomi.

Kebijakan efisiensi ini tentu sangat berpengaruh besar pada berbagai program di daerah, termasuk Kota Bogor. Kepala Disdik Kota Bogor, Irwan Riyanto menyatakan bahwa kebijakan efisiensi anggaran sudah dilakukan oleh pihaknya sejak inpres tersebut dilayangkan. Dinas Pendidikan Kota Bogor harus memangkas anggaran senilai Rp2,6 milyar di lingkungan kerjanya pada tahun ini. Anggaran yang diefisiensi khusus anggaran perjalanan dinas dan paket meeting. Ia menegaskan adanya efisiensi anggaran 50 persen tidak akan berdampak pada pengembangan dan kualitas pendidikan di Kota Bogor. (radarbogor, 17/02/2025)

Munculnya kebijakan efisiensi anggaran ini menuai polemik di berbagai kalangan termasuk masyarakat. Pasalnya, kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran yang akan berdampak pada dunia pendidikan. Sejak kebijakan ini diberlakukan para mahasiswa masif melakukan aksi protes kepada pemerintah, agar kebijakan tersebut tidak merampas hak mereka untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Sebab apabila hal tersebut terjadi, tentu akan banyak mahasiswa yang harus berhenti kuliah dan pupuslah harapan untuk meraih cita-cita.

Walaupun pemerintah telah mengimbau masyarakat agar tidak khawatir terkait imbas efisiensi anggaran tersebut dan menjamin tetap akan mengedepankan kualitas serta mutu pendidikan, kekhawatiran tetap melanda masyarakat. Pasalnya, sebelum adanya pemberlakuan kebijakan efisiensi anggaran, anggaran untuk pendidikan sangatlah kecil hanya 20 persen yang dialokasikan dari APBN. Sehingga hal ini berdampak pada minimnya fasilitas, kualitas, dan sarana prasarana pendidikan baik tingkat SD, SMP, dan SMA, serta makin mahalnya biaya pendidikan di tingkat perguruan tinggi.

Kebijakan efisiensi anggaran bisa dilakukan oleh pemerintah asalkan sesuai sasaran dan tidak mengorbankan layanan publik masyarakat, terutama pendidikan. Sebab pendidikan merupakan hajat hidup masyarakat. Kualitas pendidikan akan mempengaruhi maju mundurnya sebuah bangsa. Apalagi pemerintah telah mencanangkan target besar untuk mewujudkan generasi emas tahun 2045 yang tentunya harus dibarengi dengan peningkatan kualitas pendidikan.

Ada dua hal yang mempengaruhi kualitas pendidikan yaitu anggaran dan kurikulum. Kedua hal tersebut sangat erat kaitannya dengan sistem yang dianut oleh sebuah negara. Namun sayangnya, sistem kapitalisme yang menjadi asas lahirnya berbagai kebijakan di negeri ini memandang pendidikan bukan menjadi tanggung jawab negara. Bahkan pendidikan, kesehatan, keamanan dan hajat hidup rakyat lainnya justru dipandang sebagai ajang bisnis yang sangat menggiurkan. Rakyat harus bersusah payah untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas, sedangkan negara hanya memosisikan diri sebagai regulator, bahkan layaknya tujjar (pedagang) yang melayani rakyat apabila mampu membayarnya.

Padahal rakyat ini hidup di negeri yang memiliki kekayaan alam berlimpah ruah. Namun nyatanya rakyat harus ‘mengemis’ untuk mendapatkan pendidikan berkualitas pada negara. Di sisi lain, kasus korupsi semakin merajalela, merampok harta rakyat hingga trilyunan rupiah. Jikalau harta korupsi tersebut dikembalikan kepada rakyat, maka tidak perlu ada pemangkasan anggaran untuk bidang strategis, dan tidak ada lagi generasi di negeri ini yang harus putus sekolah karena faktor ekonomi.

Yang terjadi saat ini adalah kita hidup dalam sistem yang salah, sehingga melahirkan berbagai persoalan kehidupan. Maka solusinya tidak lain adalah dengan mengganti sistem yang salah ini dengan sistem yang shahih (benar). Sistem shahih yang menjadikan kepentingan rakyat sebagai prioritas utamanya. Dipimpin  oleh penguasa yang menjadikan kekuasaannya sebagai sebuah amanah yang harus ditunaikan dengan sepenuh hati. Sebab, amanah ini kelak akan dipertanggungjawabkan apabila lalai dalam menunaikannya.

Adalah sistem Khilafah yang menjadikan pendidikan sebagai tanggung jawab negara sehingga anggaran tidak dibatasi dan dikeluarkan sesuai kebutuhan dan urgensitasnya. Negara Khilafah tidak akan mengeluarkan kebijakan efisiensi anggaran yang justru akan berdampak pada turunnya kualitas pendidikan. Bahkan pendidikan yang berkualitas dengan sarana dan prasarana yang terbaik, semua difasilitasi oleh negara. Sehingga kualitas pendidikan terbaik bisa dirasakan oleh rakyat baik di kota maupun di desa secara adil dan merata.

Khilafah mampu memberikan fasilitas pendidikan berkualitas di seluruh penjuru negeri, sebab Khilafah memiliki pos-pos pemasukan untuk APBN, di antaranya berasal dari harta  kepemilikan umum yang tak terbatas nilainya. Harta kepemilikan umum antara lain: barang tambang seperti emas, perak, tembaga, nikel, timah, batubara, minyak bumi, gas alam, dan lain sebagainya. Juga termasuk kekayaan alam berupa hutan dan kekayaan yang terkandung di lautan. Semua harta kepemilikan umum tersebut dikelola langsung oleh negara, dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat secara gratis dalam bentuk layanan pendidikan, kesehatan, keamanan, dan hajat hidup rakyat lainnya.

Negara Khilafah tidak memberikan hak pengelolaan kekayaan milik umum kepada individu atau swasta pribumi maupun swasta asing dan aseng. Sehingga bisa dipastikan pemasukan negara benar-benar digunakan untuk kemaslahatan rakyat. Dan tidak ada peluang sedikit pun untuk melakukan korupsi yang merugikan negara dan mengorbankan hak rakyat seperti yang terjadi saat ini. Selain itu, sistem sanksi yang tegas diberlakukan tanpa pandang bulu. Harta milik rakyat pun aman dari tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Walhasil, pendidikan yang berkualitas dan merata di seluruh penjuru negeri hanya bisa diwujudkan dalam penerapan sistem shahih yakni sistem Islam dalam bingkai Khilafah. Sistem Khilafah dipimpin oleh para pemimpin bervisi akhirat yang sangat memahami bahwa semua kebijakan dan langkah-langkah yang diambil akan dipertanggungjawabkan di dunia dan di akhirat. Wallahua’lam.

Posting Komentar

0 Komentar