Titin Kartini
#Bogor — Bulan
Ramadan telah tiba, seluruh umat muslim menyambutnya dengan suka cita. Rasa
keimanan dan ketakwaan tentunya lebih meningkat di bulan penuh rahmat dan
ampunan ini. Setiap muslim berlomba-lomba melakukan kebaikan dan meninggalkan
keburukan. Hal ini pun dilakukan oleh aparatur negara dalam
kebijakan-kebijakannya demi menciptakan rasa aman dan suasana religius selama
bulan Ramadan. Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor menerbitkan Surat Edaran (SE)
yang mengatur aktivitas restoran hingga tempat hiburan malam selama Ramadan
tahun ini. Selain itu SE pun mengatur larangan sahur on the road (SOTR),
hingga larangan penggunaan petasan agar tercipta kondisi aman dan nyaman selama
Ramadan di Kota Bogor (news.detik.com, 28/2/2025).
Aturan yang
tercantum dalam Surat Edaran (SE) Nomor 300/Kep.73-BAKESBANGPOL/2025 yang
ditandatangani oleh Wali Kota Bogor Dedie A Rachim, pada tanggal 28 Februari
2025 juga disertai pemberlakuan sanksi
denda sampai penjara bagi pelanggar. Selain tempat hiburan Pemkot Bogor juga
melarang produksi, penjualan, serta penggunaan petasan selama bulan suci
Ramadan. Namun, untuk bazar tetap diizinkan dengan catatan tetap menjaga
ketertiban dan berkoordinasi dengan aparat kelurahan dan kecamatan. Bagi yang melanggar,
akan ada sanksi yang tercatum dalam Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun
2021 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat serta
Perlindungan Masyarakat. Sanksi berupa denda administratif maksimal Rp10 juta
atau pidana kurungan paling lama 3 bulan, hingga denda Rp50 juta bagi pelanggar
berat (Radarbogor.jawapos.com, 1/3/2025).
Sebagai masyarakat
Kota Bogor tentu kita menyambut baik pemberlakuan SE ini, serta mendukung
sepenuhnya agar tercipta kekhusyukan saat menjalankan ibadah puasa di bulan
Ramadan. Namun sayangnya, SE hanya berlaku di bulan Ramadan saja, sehingga
menimbulkan kesan bahwa kemaksiatan sah-sah saja di bulan lainnya. Tentu hal
ini teramat disayangkan mengingat negeri ini merupakan negeri muslim terbesar
di dunia.
Hal ini makin
menunjukkan betapa sekulernya negeri ini. Meski tercatat sebagai negeri muslim
terbesar di dunia, tetapi mirisnya aturan Islam dibatasi ruang lingkupnya hanya
seputar ibadah ritual saja. Sedangkan dalam hal muamalah, yakni yang mengatur
hubungan manusia dengan manusia dalam bermasyarakat dan bernegara, manusialah
yang mengatur. Standar baik dan buruknya diserahkan pada akal dan hawa nafsu manusia.
Padahal sejatinya manusia adalah makhluk yang lemah dan serba terbatas.
Kadangkala sesuatu yang dianggap buruk (dicela) saat ini—kemudian bisa berubah
menjadi kebaikan (dipuji), demikian pula sebaliknya. Kadangkala sesuatu dicela
(dianggap buruk) di masyarakat tertentu, tetapi di tempat yang lain justru
dipuji. Ini adalah bukti bahwa tidak layak bagi manusia untuk membuat aturan
hidup. Sejatinya, manusia membutuhkan aturan dari Sang Pencipta yakni Allah
Swt. Al Khaliq Al Mudabbir (Maha Pencipta dan Maha Pengatur) yang
telah menjadikan Islam bukan hanya sekadar agama ritual. Islam adalah ad-diin
(way of life) yang syamil (sempurna) dan kamil (menyeluruh) untuk
mengurusi seluruh problematika hidup manusia.
Allah Swt. berfirman
dalam surah al-Baqarah ayat 208 yang artinya: ‘’Hai orang-orang yang
beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti
langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.’’ Ayat tersebut
menjelaskan bahwa kita diperintahkan untuk taat dan patuh pada aturan Islam
dari A sampai Z tanpa terkecuali. Perintah untuk taat secara keseluruhan ini
berlaku setiap saat hingga akhir zaman. Namun nyatanya saat ini, negara hanya
menjamin ketertiban di saat bulan suci Ramadan saja. Karena sistem yang diterapkan
saat ini adalah sistem kapitalisme yang sekuler dan liberal, aturan Islam layaknya hidangan prasmanan yang
dapat dipilih sesuai keinginan mereka.
0 Komentar