Mitri Chan
#Bogor — Direktur Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Barat, Wahyudi mengatakan bahwa sekitar 10 hektar lahan hijau yang berfungsi sebagai daerah resapan air di kawasan Puncak, Bogor, telah beralih fungsi menjadi perumahan, villa, resort, dan kondominium. Perubahan ini dapat mempengaruhi keseimbangan alam dan meningkatkan potensi bencana alam di wilayah tersebut (Radar Bogor, 12/01/2025).
Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Bogor akan meninjau dan mengevaluasi jumlah bangunan yang berdiri di lahan resapan, baik yang berizin atau tidak. Namun, langkah Pemkab Bogor selanjutnya baru akan tahu setelah proses peninjauan selesai (Bogor-Kita, 21/01/2025).
Sudah puluhan tahun kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, berada dalam bayang-bayang kerusakan lingkungan hingga naiknya potensi bencana alam. Peraturan presiden maupun peraturan daerah telah dikeluarkan, tetapi belum ada solusi komprehensif. Berbagai cara untuk mengembalikan fungsi lindung kawasan Puncak, Bogor, sudah dilakukan tetapi Puncak tetap rusak. Hal ini terjadi karena adanya ego sektoral atau kepentingan setiap wilayah atau pihak tertentu. Penanganan masalah masih terkendala tata kelola dan kewenangan, keterbatasan anggaran, serta ketidakselarasan kebijakan pusat dan daerah.
Direktur Walhi Jawa Barat mengatakan bahwa dokumen Rencana Tata Ruang dan Kawasan mengejar percepatan pertumbuhan ekonomi di kawasan Puncak dengan mengesampingkan daya dukung dan daya tampung lingkungan (Bogor.JawaPos, 12/01/2025). Hal tersebut bukanlah hal baru dalam sistem politik dan ekonomi kapitalisme yang berorientasi pada keuntungan semata. Laju eksploitasi sumber daya alam dipercepat dan mendorong degradasi lingkungan yang serius demi mencapai pertumbuhan ekonomi.
Dalam pandangan Islam, bumi dan seisinya adalah milik Allah. Manusia sebagai hamba Allah diberikan kuasa untuk mengelolanya sesuai perintah dan larangan-Nya. Islam telah memberikan tuntunan untuk mengelola alam sehingga tidak memunculkan masalah yang berlanjut. Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan dalam kitab An-Nidzomul Iqtishadi fiil Islam, bahwa pemimpin (khalifah) bertugas sebagai pelayan bagi rakyatnya. Maka, negara Islam (Khilafah) akan menjalankan hukum Islam secara menyeluruh, termasuk aspek kepemilikan, pengelolaan maupun pemanfaatan tanah. Negara melarang penguasaan atas kepemilikan umum oleh swasta atau individu pemilik modal. Pengawasan dalam pengelolaan dan pemanfaatan lahan dilakukan, di antaranya dengan penjagaan lahan agar tetap berfungsi secara produktif untuk menjaga fungsi daya dukung lingkungan.
Negara membuat kebijakan dan regulasi yang mengacu pada tata ruang dan tata guna lahan, termasuk pemberian izin pengelolaan yang melibatkan masyarakat. Khilafah melakukan pembinaan dan sosialisasi ke masyarakat tentang fiqh al-biah (fikih lingkungan hidup) yang diterjemahkan detail dan terperinci untuk diimplementasikan secara nyata di kehidupan sehari-hari melalui ceramah agama, khutbah, kurikulum pembelajaran dan bentuk kreatif lainnya.
Dari sisi pertumbuhan ekonomi, negara akan memberdayakan warga setempat untuk turut serta menjaga dan melestarikan lahan hijau. Negara memberikan insentif yang layak sehingga masyarakat dapat membentuk agroforestry, desa ekologis, hutan konservasi, dan sebagainya. Selain menjaga dan melestarikan lahan hijau, ada fungsi ekonomi yang mereka dapat raih dari aktivitas tersebut. Dengan begitu masyarakat tidak terpengaruh dengan tekanan ekonomi pengembang dan tidak menjual tanahnya pada swasta atau pemilik modal.
Negara Islam mengalokasikan dana yang besar untuk pembiayaan lahan hijau dalam negeri sehingga terwujud green economy tanpa mengorbankan lahan hijau. Negara Islam memiliki sumber dana dari berbagai pos pemasukan syar'i, salah satunya harta kepemilikan umum sebagai sumber pendapatan bahkan Indonesia dianugerahi kekayaan alam yang luar biasa besar dan banyak, misalnya tambang.
Jika terjadi aktivitas kerusakan lingkungan hijau, negara tidak segan memberikan sanksi yang akan menimbulkan efek jera bagi pelakunya. Negara Khilafah memastikan hukum syarak berjalan dalam pengelolaan lahan oleh manusia, sebab semuanya kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt.. Dengan demikian, lahan hijau akan terjaga dan lestari sebagai warisan ke generasi selanjutnya.
0 Komentar