Memperkarakan Emas 'Palsu' Antam

 



Karina Fitriani Fatimah


#TelaahUtama — Pascaramai gonjang-ganjing tersebarnya 109 ton emas 'palsu' keluaran PT Aneka Tambang Tbk (Antam) yang merugikan negara hingga Rp5,9 kuadriliun sejak Mei 2024 silam, kasus korupsi emas tersebut akhirnya mulai menemukan titik terang. Sebelumnya, kasus korupsi emas 'palsu' ini menghebohkan masyarakat yang membuat mereka mempertanyakan keaslian dari logam mulia hasil produksi Antam. Menanggapi hal tersebut Kejaksaan Agung (Kejagung) meyakinkan masyarakat bahwa emas terkait adalah emas murni dan masyarakat tidak perlu khawatir.


Direktur utama PT Antam, Nicholas D. Kanter, mengungkapkan bahwa kasus dugaan korupsi yang melibatkan perusahaan bimbingannya berkaitan dengan tata kelola perusahaan (cnbcindonesia.com, 05/03/2025). Pasalnya dari 13 tersangka yang sudah ditetapkan Kejagung, enam diantaranya merupakan GM (General Manager) Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam periode kurun waktu 2010-2021. Keenam tersangka didakwa menyalahgunakan kewenangan dalam melakukan kegiatan peleburan, pemurnian dan pencetakan logam mulia secara ilegal. Aktivitas ilegal yang dimaksud adalah melekatkan logo merek dagang LM Antam pada logam mulia yang diproduksi oleh pihak swasta yakni tujuh tersangka lainnya yang merupakan pelanggan jasa manufaktur UBPP LM Antam tanpa izin resmi.


Perlu dipahami bahwa pelekatan merek LM Antam mengharuskan adanya sertifikasi London Bullion Market Association (LBMA), sebuah lembaga internasional yang memastikan jaminan kualitas serta kredibilitas emas dan perak di pasar global. Dari sinilah logam mulia keluaran PT Antam memiliki nilai ekonomis. Namun, dalam kasus korupsi emas 'palsu' diestimasi telah diproduksi logam mulia dengan logo LM Antam keluaran pihak swasta sejak tahun 2010-2022 sebanyak 109 ton emas. Kejagung kemudian menyebutkan bahwa kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp3,3 triliun.


Sekalipun benar bahwa ratusan ton emas 'palsu' yang dimaksud merupakan emas murni sebagaimana hasil produksi PT Antam, tetapi kasus ini secara nyata menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap kredibilitas PT Antam itu sendiri. Tidak hanya itu, emas 'palsu' yang sejatinya diedarkan bersamaan dengan milik Antam telah menggerus pasar dari PT Antam dan menambah daftar panjang kerugian negara.


Permasalahan yang tidak kalah pelik dari kasus korupsi emas 'palsu' ini adalah terkait asal-usul penambangan emas pihak swasta yang 'bermain'. Kerja sama yang dilakukan antartersangka tidak melalui proses uji tuntas (due diligence) atau Know Your Customer (KYC) sehingga tidak diketahui sumber emas yang dipasok dan diproduksi. Bisa jadi emas tersebut berasal dari pertambangan ilegal, perampasan aset disertai pelanggaran HAM, money laundry (pencucian uang) hingga pendanaan aksi 'terorisme'. Kebobolan semacam ini bisa terjadi karena tiap pelanggan nonkontrak karya hanya diminta untuk menunjukkan identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) tanpa ditanyakan legalitas kepemilikan logam mulia.


Permasalahan korupsi di negeri ini memang tiada habisnya baik skala teri hingga kelas kakap. Hal mendasar yang menjadikan Indonesia selalu disibukkan dengan kasus korupsi sejatinya adalah karena sistem kehidupan sekuler-kapitalisme-demokrasi yang bertengger di negeri ini. Penerapan sistem kufur yang mengagungkan hukum buatan manusia terbukti banyak menghasilkan kerusakan dalam hubungan antarmanusia.


Standar kehidupan sekuler tidak hanya membuat Indonesia jauh dari peraturan agama dalam level bernegara tetapi juga sampai ke tahap individu. Gaya hidup semacam ini membentuk manusia-manusia yang mendewakan hawa nafsu semata dan tidak meyakini Hari Pembalasan. Oleh karena itu, wajar jika sistem sekuler membentuk masyarakat yang tidak takut dosa bahkan cenderung menantang Tuhan.


Di sisi lain, kehidupan kapitalis membentuk masyarakat yang fokus pada kenikmatan duniawi. Mereka menjadikan manfaat sebagai tolak ukur kebahagiaan. Pada akhirnya, tindakan laknat semacam korupsi tidak dinilai sebagai sesuatu yang hina bahkan cenderung wajar karena dilakukan secara berjamaah.


Lebih dari itu, sistem demokrasi yang dikenal 'mahal' membuat para pejabat dan pemilik cuan saling bersekongkol meraih keuntungan dalam kekuasaan. Peran pemimpin tidak lagi dipahami sebagai jalan untuk melayani rakyat tetapi justru untuk melayani asing dan aseng. Makanya tidak mengherankan jika kemudian politik transaksional yang lumrah terjadi di alam demokrasi melibatkan banyak kebijakan antirakyat yang disahkan sesuai kebutuhan dan kepentingan penguasa.


Sistem kufur sekuler-kapitalisme-demokrasi yang merupakan buah karya manusia juga melegalkan pemanfaatan harta milik umum semacam emas untuk dimonopoli oleh pihak perseorangan. Bahkan, di dalam sistem semacam ini bukanlah hal yang aneh jika sektor pertambangan justru dikuasai pihak asing dan aseng. Aktivitas ilegal dalam memasok dan memproduksi emas juga kerap terjadi karena lemahnya kontrol negara dan bahkan seringkali para penguasa ikut 'bermain'.


Ketidakbecusan negara dalam melindungi komoditas emas untuk dimanfaatkan masyarakat banyak sayangnya terjadi di saat pemerintah justru menyerahkan pengelolaan sektor pertambangan emas kepada pihak asing. Hal ini terlihat dari peresmian fasilitas pemurnian emas atau precious metal refinery (PMR) milik PT Freeport Indonesia (PTFI) di Gresik oleh presiden Prabowo pada Senin (17/03/2025).


Demikianlah sistem kufur sekuler-kapitalisme-demokrasi membuat Indonesia kian terjerat dalam lubang hitam korupsi. Para tikus berdasi negeri ini kian hari kian berani mengambil hak-hak rakyat melalui penyalahgunaan kekuasaan yang dipercayakan kepadanya. Parahnya lagi para penguasa justru 'kongkalikong' dengan para cuan untuk menguras harta milik umum demi kepentingan oligarki. Sepatutnya para pencatut harta rakyat mengingat firman Allah Swt., "Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui." (QS al-Baqarah: 188)

Wallahu a'lam bi ash-shawab. 

Posting Komentar

0 Komentar