Menakar Sistem Kesehatan dalam Paradigma Kapitalisme

 


#Reportase — Setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan kesehatan, karena itu merupakan kebutuhan pokok rakyat yang harus dipenuhi penguasa. Lantas, bagaimana role model pelayanan kesehatan di negeri kita? Sudahkah memberikan pelayanan yang memuaskan dari sisi sarana kesehatan, paramedis, dan pasien? 


Hasil temuan Ombudsman Republik Indonesia pada Tahun 2024 adanya maladministrasi dalam pelayanan kesehatan oleh BPJS Kesehatan, terutama terkait kuota layanan kesehatan yang menyebabkan diskriminasi pasien BPJS. Maka perlu adanya diskusi khusus dalam hal ini, mengenai pentingnya paradigma yang tepat dalam menyelesaikan masalah ini. 


Muslimah Inspiratif Bekasi menyelenggaran diskusi terbatas pada Sabtu (22-2-2025) dengan tema: "Menakar Sistem Kesehatan Negeri Ini". Dalam diskusi tersebut hadir para narasumber dan beberapa tokoh nakes. 

Dr. Waode Mariyana, Sp.OG., memaparkan bahwa negara tidak hadir sepenuhnya dalam pelayanan sarana kesehatan, terutama di daerah terpencil, dari sisi gaji nakes (Tenaga Kesehatan). Sementara pelayanan kesehatan tidak merata, waktu tunggu pasien lama, dan koordinasi administrasi tinggi. Juga pembiayaan BPJS yang defisit anggaran, tarif INA-CBGs yang rendah, dan biaya administrasi yang tinggi. Beban kerja nakes mengalami jam kerja yang panjang, minimnya perlindungan hukum, kurangnya jaminan kesejahteraan, kurangnya pengakuan dan penghargaan. Beliau pun menjelaskan mahalnya sekolah kedokteran tidak setara dengan jasa seorang dokter. 


Fakta tersebut didukung oleh Tokoh Kesehatan Dian Shinta Fitriyanti, beliau juga menjelaskan pemberian penghargaan kepada dokter di daerah terpencil sulit dicapai karena tidak terjangkaunya sarana internet sebagai penunjang komunikasi. 


Lebih jauh, tokoh kesehatan berikutnya, dr. Dinda Annisa Fitria mengatakan, birokrasi yang rumit dalam pelayanan pasien dan beban kurikulum pendidikan kedokteran kemudian setelah terjun ke dunia kedokteran pertanggungjawaban yang berat tidak sesuai dengan tingginya biaya ketika sekolah. 


Sistem Kesehatan dalam Perspektif Islam

dr. Estiningtyas Prihatiningsih, merinci sesungguhnya negara dalam sistem Islam melakukan Healthcare dengan pelayanan secara gratis kepada seluruh warga negaranya. Hal ini terbukti pada masa kepemimpinan Islam. 


Beliau menjelaskan pula bahwa kondisi tersebut kontradiktif dengan yang terjadi sekarang. Paradigma kapitalisme mengharuskan kesehatan menjadikan komoditas yang bisa diperjualbelikan (Health Industry) dan bertentangan dengan Healthcare. Kapitalisasi meniscayakan untung rugi dalam investasi pada akhirnya seorang dokter akan mengeksploitasi pasien tak terkecuali eksploitasi terhadap tenaga paramedis. 


Kesimpulan

Closing statement dr. Estiningtyas Prihatiningsi menyebutkan, sejatinya masyarakat membutuhkan pelayanan kesehatan, maka negara harus seiring dengan visinya, yaitu menjadikan rakyat sehat dan kuat agar bisa menjalankan ibadah guna melangsungkan penyebaran Islam ke seluruh penjuru dunia melalui dakwah dan jihad. 

Untuk itu diperlukan ide dasar yaitu menjaga akidah dan menjalankan hidup sesuai syariat-Nya. Negara mempunyai kekuatan untuk melakukan itu, dalam rangka ketakwaan kepada Allah Swt., yang kemudian menciptakan suasana keimanan kepada warga negaranya. Begitu pun paramedis, harus didasari keimanan dan ketakwaan sehingga tidak antipati kepada kondisi pasien. Sistem yang karut-marut saat ini haruslah berganti menjadi sistem Islam kafah.

Sabda Rasulullah saw.: "Rasulullah bersabda: siapa saja berada di pagi hari sehat jasadnya  aman di komunitas dan dia memiliki makanan harinya itu seolah-olah dunia telah dia peroleh." (HR at -Tirmidzi dan Ibnu Majah)

[Hanimatul Umah]




Posting Komentar

0 Komentar