Ramadan: Momentum Meraih Ketakwaan dengan Syariat Islam Kafah

 



Siti Rima Sarinah

 

#Bogor — Bulan Ramadan merupakan bulan mulia yang selalu dirindukan kehadirannya oleh seluruh umat Islam dunia. Sebab, di bulan ini Allah Swt. melipatgandakan seluruh amal kebaikan setiap muslim yang tidak akan didapatkan di bulan lainnya. Setiap muslim melakukan perintah berpuasa dan ibadah lainnya berlandaskan dorongan keimanan. Suasana Ramadan memotivasi setiap muslim untuk makin meningkatkan keimanan dan ketakwaan, serta enggan untuk melanggar/melalaikan apa yang diperintahkan oleh-Nya.

Suasana Ramadan yang penuh dengan nuansa keimanan tentu menjadi dambaan bagi setiap individu muslim. Umat muslim bisa melaksanakan ibadah dengan khusyuk tanpa ada gangguan dan adanya aturan yang mendukung kesyahduan bulan Ramadan. Namun sayangnya, kondisi seperti ini sulit untuk kita dapatkan. Selalu ada persoalan yang rawan terjadi di bulan Ramadan dan hal ini menjadi sorotan DPRD Kota Bogor, di antaranya ketersediaan pangan, keamanan, dan ketertiban masyarakat selama bulan Ramadan (radarbogor, 26/02/2025).

Kenaikan harga sembako dan penimbunan barang kerap kali terjadi di tengah masyarakat, apalagi menjelang bulan Ramadan. Padahal sembako merupakan kebutuhan pokok masyarakat yang bukan hanya dibutuhkan di bulan Ramadan saja, tetapi menjadi konsumsi masyarakat setiap harinya. Kenaikan dan penimbunan sejumlah barang kebutuhan pokok ini tentu sangat merugikan masyarakat serta momen ini sering kali digunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk mendapatkan keuntungan besar di tengah kesulitan masyarakat.

Selain itu, persoalan ketertiban dan keamanan juga masih menjadi persoalan berulang kala Ramadan tiba. Seperti aturan berjualan selama Ramadanpedagang diberi izin untuk berjualan di siang hari dengan syarat memenuhi aturan yang berlaku. Aturan ini sangatlah ambigu, pemerintah membolehkan warung atau restoran berjualan di siang hari, padahal kebanyakan umat Islam sedang menjalankan ibadah puasa. Apakah dengan penerapan aturan ini bisa dikatakan pemerintah menghormati umat Islam yang sedang melakukan puasa Ramadan?

Berbagai kriminalitas yang dilakukan oleh remaja pun terus terjadi termasuk di bulan Ramadan, dari tawuran hingga perang sarung. Bahkan perang sarung disebut-sebut sebagai adat kebiasaan yang biasa dilakukan di bulan Ramadan. Padahal, tak jarang perang sarung ini sering menelan korban jiwa dan pemerintah tak mampu memberantas kriminalitas tersebut secara tuntas.

Mengapa persoalan-persoalan tersebut terus berulang, juga terjadi di bulan Ramadan? Hal ini tak lepas dari penerapan aturan kapitalisme sekuler yang berlandaskan pada pemisahan agama dari kehidupan. Tujuannya hanya untuk meraih kemanfaatan materi. Agama dianggap sebagai urusan privat dan individual, sehingga pemerintah terkesan abai terhadap tanggung jawabnya untuk memberikan suasana yang kondusif bagi umat Islam yang sedang menunaikan ibadah di bulan Ramadan.

Sejatinya, bulan Ramadan menjadi momentum umat Islam untuk meraih ketakwaan. Namun sayangnya, sistem yang diterapkan di tengah umat Islam saat ini tidak mampu untuk mewujudkan ketakwaan tersebut. Maka wajarlah, Ramadan hanya dimaknai sebagai ibadah ritual, jauh dari makna ketakwaan. Walaupun penguasa negeri ini dan mayoritas penduduknya beragama Islam, ternyata tidak ada jaminan dari sistem sekuler yang berkuasa saat ini mampu mewujudkan masyarakat yang bertakwa. Bahkan menjadikan kebanyakan umat Islam menjadi umat yang sekularis. Mereka melaksanakan puasa Ramadan, tetapi pada saat yang sama juga banyak melanggar aturan Islam.

Jika kita bandingkan dengan suasana Ramadan di masa Rasulullah saw. dan para sahabat di masa ketika  wilayah kekuasaan Islam pada saat itu makin meluas dan jumlah kaum muslim bertambah makin banyak. Suasana Ramadan sangat kental dengan suasana ibadah. Dari mengkhatamkan Al-Qur’an selepas isya hingga sepertiga malam. Dalam sehari mereka bisa khatam Al-Qur’an sekali atau dua kali. Para khalifah dan kaum muslim menyediakan makanan untuk berbuka puasa dan memperbanyak sedekah saat Ramadan. Bahkan Khalifah Umar bin Khattab membangun rumah untuk para tamu, yakni orang-orang yang kehabisan bekal di jalan.

Seluruh kaum muslim pun bersuka cita di bulan Ramadan, meningkatkan ketakwaan dan keimanan tampak nyata wujudnya. Hal ini terjadi karena aturan Islam diterapkan untuk mengubah perilaku buruk manusia menjadi manusia yang bertakwa. Umat Islam pun hidup makmur dan sejahtera, sehingga bulan Ramadan dilakukan dengan penuh kekhusyukan tanpa memikirkan kenaikan harga sembako dan maraknya kriminalitas.

Sesungguhnya, umat Islam merindukan suasana Ramadan dalam  naungan negara yang menerapkan sistem Islam kafah di seluruh lini kehidupan, agar keberakahan dan kemuliaan Ramadan bisa dirasakan oleh seluruh umat Islam. Potret umat Islam sebagai khoiru ummah akan terwujud kembali dan menghilangkan hegemoni kafir penjajah di seluruh negeri-negeri muslim. Negeri-negeri muslim terbebas dari berbagai bentuk penjajah dan menjadi umat yang hanya tunduk pada aturan Sang Pencipta.

Inilah urgensitas Khilafah untuk segera ditegakkan di tengah umat. Ramadan menjadi wasilah bagi seluruh umat Islam, bahwa tidak seharusnya kita hidup dan diatur dengan hukum buatan manusia yang lemah dan terbatas. Saatnya kembali pada syariat Islam dengan tegaknya Khilafah. Semoga Ramadan tahun ini menjadi Ramadan terakhir tanpa Khilafah. Wallahua’lam.

Posting Komentar

0 Komentar