RUU TNI, Bagaimana Islam Memandang?

 



Anggun Permatasari



#TelaahUtama — Di bulan Ramadan yang mulia, lagi-lagi pemerintah mengeluarkan “gebrakan” yang membuat rakyat semakin muak. Dilansir media cnnindonesia.com (17/3/2025), diberitakan bahwa telah digelar rapat panitia kerja (panja) untuk mengebut pembahasan revisi UU 34/2004 tentang TNI (RUU TNI) selama dua hari di hotel bintang lima, Fairmont, Senayan, Jakarta. Rapat tersebut bersifat tertutup dan berlangsung maraton hingga malam hari. Rapat tertutup tersebut menuai kontroversi, gelombang kritik, dan demonstrasi masyarakat sipil. Rakyat menilai pembahasan RUU ini tidak transparan, terburu-buru, dan menampakkan minimnya empati di tengah efisiensi anggaran yang digencarkan pemerintah.


Ada delapan poin penolakan dalam demo tolak UU TNI, yaitu, menolak revisi UU TNI yang sekarang, menolak fungsi TNI dalam ranah sipil, menolak fungsi TNI dalam operasi militer selain perang, terutama dalam ranah siber, bubarkan komando teritorial, tarik militer dari semua tanah Papua, revisi UU Peradilan Militer, kembalikan TNI ke barak, copot TNI dari jabatan-jabatan sipil (detiknews.cim, 25/3/2025).

Menurut Satria Unggul Wicaksana selaku Pakar Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), revisi UU TNI memberi dampak besar terhadap lingkungan kampus, terutama ketika impunitas dimiliki oleh TNI. Dia juga mengkhawatirkan munculnya potensi militerisme di ranah sipil dan melemahkan profesionalisme militer. Selain itu, aturan ini berisiko mengembalikan dwifungsi militer seperti pada masa Orde Baru. (detiknews.com, 21/3/2025). Hal tersebut juga yang ditakutkan dan menjadi alasan masyarakat menggelar unjuk rasa.


Sebagai seorang muslim, tentu kita hidup sesuai petunjuk Al-Qur'an dan Sunah. Sebenarnya, bagaimana peran militer jika dipandang dari kacamata Islam? Apabila kita kembalikan segala persoalan kehidupan sesuai aturan Al-Qur'an dan Sunah, tentu Allah Swt. dan Nabi Muhammad saw. telah memberi petunjuk yang jelas. 


Dalam Al-Qur'an surah al-Hajj ayat 78, Allah Swt. berfirman yang artinya, “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.”


“Jihad” menurut pengertian bahasa adalah badzlul wus’i (mengerahkan segenap kemampuan). Hal tersebut dijelaskan oleh ulama mustanir Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah Juz 2. Sedangkan secara syar’i, pengertian “jihad” adalah badzlul wus’i fil qitaali fii sabilillahi mubasyarotan au mu’awanatan bi maalin au ro’yin au taktsiri sawaadin au ghairi dzalika, (mencurahkan segenap kemampuan untuk berperang di jalan Allah secara langsung atau dengan bantuan harta, pemikiran, memperbanyak perbekalan, dan lain sebagainya).


Hal tersebut sesuai dengan firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an surah at-Taubah ayat 41 yang artinya “Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”


Jadi, adanya tentara atau militer dalam pandangan Islam adalah karena Allah Swt. menyeru umat untuk berjihad. Selain itu, fungsi dari pasukan militer juga telah disebutkan dalam Al-Qur'an surah al-Imran ayat 200 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kalian beruntung.”


Mirisnya, saat ini banyak sekali pengaburan terhadap makna jihad. Bahkan, monsterisasi terhadap hukum Islam salah satunya jihad. Jihad digambarkan sebagai sesuatu yang menakutkan dan merupakan bentuk tindak kekerasan yang melanggar HAM. Padahal, hanya dalam sistem Islam aturan peperangan sangat lengkap, terperinci, menjaga harta dan jiwa. Tujuan jihad adalah dalam rangka dakwah atau menyebarkan Islam. 


Rasulullah saw. juga berpesan bahwa “Berjaga-jaga satu jam di medan perang fi SabililLah adalah lebih baik daripada menghidupkan Lailatul Qadar di dekat Hajar Aswad.” (HR Ibnu Hibban dan al-Baihaqi)


Sehingga, adanya pasukan militer adalah semata-mata untuk menjadi garda terdepan melindungi negeri muslim dan sebagai penjaga keamanan baik di dalam dan luar negeri maupun di perbatasan. Fakta yang sangat memprihatinkan saat ini adalah ketika penguasa negeri yang kebanyakan muslim justru membuang syariat Allah. Mereka memisahkan hukum Allah dari kehidupan. Sehingga, aturan terkait pasukan militer berantakan. Keterampilan yang dimiliki militernya juga tidak tersalurkan secara optimal. Mereka justru masuk ke ranah pemerintahan, kalau pun di barak mereka hanya berdiam diri, atau hanya dipekerjakan di dapur umum ketika terjadi bencana. Padahal, seharusnya mereka berjaga di wilayah perbatasan. Faktanya, wilayah perbatasan RI banyak yang mengalami sengketa atau dijadikan tempat wisata. 


Selain itu, Islam juga mengajarkan bahwa sesama muslim bersaudara ibarat satu tubuh. Tentu dengan adanya penjajahan penduduk Palestina oleh entitas Yahudi laknatullah, atau muslim Uyghur yang kebebasannya dibatasi, penguasa seharusnya bisa mengirim pasukan militer untuk membantu saudara-saudara kita dari penderitaan yang berkepanjangan.


Hanya saja, untuk mewujudkan militer yang tangguh dan kuat, negara harus ditopang dengan sistem politik dan ekonomi yang benar, kuat, dan mandiri. Sistem pemerintahan dan kemandirian ekonomi mewujudkan militer yang kuat. Negara tidak diintervensi negara lain, baik dari sisi kedaulatan, kebijakan, maupun pengelolaan SDA.


Sungguh, merupakan sebuah ironi saat ini karena masyarakat masih melihat Indonesia bergantung bahkan membebek pada sistem ekonomi global. Aturan kapitalis global menggunakan instrumen regulasi internasional membuat Indonesia yang kaya banyak utang dan tunduk dalam pengelolaan SDA. Apalagi Indonesia masih minim peralatan alutsista. Sehingga, negara berutang atau membeli dan menerima hibah perlengkapan alutsista bekas dari negara lain.


Oleh karena itu, mengembalikan fungsi militer sesuai tupoksi untuk menjadikan negara yang memberikan rasa aman, nyaman kepada masyarakat, menjadi kuat dan mandiri di level internasional hanya bisa diwujudkan apabila negeri ini dinaungi oleh sistem Islam yang benar. Wallahualam bissawab.[]


Posting Komentar

0 Komentar